Senin, 14 Februari 2011

Cendikiawan Muslim II

Seri Koleksi Pilihan (SKP)

Cendikiawan Muslim Seri II / Abdullah Al Banjarsari

Jakarta, penerbit1980@yahoo.co.id


Cendikiawan Muslim Seri II

Kode Buku : myref0086

Diterbitkan oleh:

Penerbit:

Salsabila Corporation

Jl. Kapten Tendean 12 - 14A Jakarta 12790

http://semestaraya.110mb.com

Email: penerbit1980@yahoo.co.id

Cetakan ke-1,

Penulis : Abdullah Al Banjarsari

Editor : Wawan Al Bantani

Desain Sampul dan Isi : The A Team

Percetakan : Salsabila Corporation

INFORMASI PENTING

Alhamdulillah, berkat dukungan dan doa pembaca yang budiman, Kembali terbit sebuah buku dalam Seri Koleksi Pilihan (SKP). Semoga bermanfaat bagi kesemuanya.

Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

(QS. At Taubah. 9:24)

Darakah, sebuah desa kecil di sisi pegunungan dekat Teheran, di tempat inilah Allamah Thabathaba'i menghabiskan bulan-bulan musim panas, menyingkir dari panas Kota Qum, kediamannya. Di desa inilah Profesor Kenneth Morgan, seorang orientalis terkemuka berkunjung untuk memintanya menulis mengenai pandangan-pandangan Islam Syi'ah untuk masyarakat intelektual Barat. Dengan kemampuannya yang mumpuni dan penguasaannya pada ilmu-ilmu Islam tradisional serta pengenalannya terhadap pemikiran Barat menjadikan Allamah Thabathaba'i memang orang yang tepat untuk menulis hal tersebut.

Di dalam dirinya terdapat kerendahhatian dan kemampuan analisis intelektualnya bergabung. Dalam kelompok ulama tradisional Allamah Thabathaba'i memiliki kelebihan sebagai seorang Syaikh dalam bidang Syariat dan ilmu-ilmu esoteris, sekaligus seorang hakim (filosof atau, tepatnya, teosof Islam tradisonal) terkemuka. Allamah Thabathaba'i telah membaktikan segenap hidupnya untuk mengkaji agama. Sebuah dedikasi tinggi terhadap perkembangan ilmu-ilmu Islam dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathaba'i dilahirkan di Tabriz pada tahun 1321 H /1903 M, dari suatu keluarga keturunan Nabi Muhammad –yang selama empatbelas generasi telah mengahasilkan ulama-ulama Islam terkemuka. Ia memeperoleh pendidikan di kota kediamannya, menguasai unsur-unsur bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama, dan ketika usia duapuluh tahun berangkat ke Universitas Najaf untuk melanjutkan pelajarannya. Disana ia mempelajari Syariat dan ushul al-fiqh dari dua diantara syaikh-syaikh terkemuka masa itu yaitu Mirza Muhammad Husain Na’ini dan Syaikh Muhammad Husain Isfahani.

Namun menjadi Mujtahid bukan tujuannya. Thabathaba'i lebih tertarik pada ilmu-ilmu aqliah, dan mempelajari dengan tekun seluruh dasar matematika tradisional dari Sayyid Abul Qasim Khwansari, dan filsafat Islam tradisional, termasuk naskah baku asy-Syifa karya Ibnu Sina dan al-Asfar karya Sadr al-Din Syirazi serta Tamhid al-Qawa’id karya Ibnu Turkah dari Sayyid Husain Badkuba’i.

Thabathaba'i juga mempelajari ‘ilm Hudhuri (ilmu-ilmu yang dipelajari langsung dari Allah SWT), atau ma’rifat, yang melaluinya pengetahuan menjelma menjadi penampakan hakekat-hakekat supranatural. Gurunya, Mirza Ali Qadhi, yang mulai membimbingnya ke arah rahasia-rahasia Ilahi dan menuntunnya dalam perjalananan menuju kesempurnaan spritual. Sebelum berjumpa dengan Syaikh ini, Thabathaba'i mengira telah benar-benar mengerti buku Fushulli al-Hikam karya Ibn Arabi. Namun ketika bertemu dengan Syaikh besar ini, ia baru sadar bahwa sebenarnya ia belum tahu apa-apa. Berkat sang Syaikh ini, tahun-tahun di Najaf tak hanya menjadi kurun pencapaian intelektual, melainkan juga kezuhudan dan praktek-praktek spritual yang memampukannya untuk mencapai keadaan realisasi spritual.

Pada 1934 Allamah Thabathaba'i kembali ke Tabriz dan menghabiskan beberapa tahun yang sunyi di kota itu, mengajar sejumlah kecil murid. Kejadian-kejadian pada Perang Dunia Kedua dan pendudukan Rusia atas Persialah yang membawa Allamah Thabathaba'i dari Tabriz ke Qum (1945). Pada waktu itu, dan seterusnya sampai sekarang, Qum merupakan pusat pengkajian keagamaan di Persia. Ia mengajar tafsir Qur’an serta filsafat dan teosofi tradisional, yang selama bertahun-tahun sebelumnya tidak diajarkan di Qum.

Dengan demikian Allamah Thabathaba'i telah memberikan pengaruh yang amat besar, baik di dalam basis tradisional maupun modern. Dia telah mencoba untuk menciptakan suatu elite intelektual baru di kalngan kelompok masyarakat berpendidikan modern yang ingin menjadi akrab dengan intelektualitas Islam di samping dengan dunia modern. Banyak murid tradisionalnya yang termasuk kelompok ulama telah mencoba untuk mengikuti teladannya dalam upayanya yang amat penting ini. Beberapa muridnya seperti Sayyid Jalal al-Din Asytiyani dari Universitas Masyhad dan Murtadha Muthahhari dari universitas Teheran juga dikenal sebagai sarjana yang mempunyai reputasi istimewa.

Dia adalah pribadi yang agung, yang telah mencurahkan segenap hidupnya untuk didekasikan kepada kebenaran. Kecintaannya pada ilmu telah mengejawantah dalam pribadi agung ini. Dia telah menjadi lambang dari suatu tradisi panjang kesarjanaan dan ilmu-ilmu tradisional Islam. Kehadirannya meniupkan suatu aroma dari pribadi yang telah mendapatkan buah Pengetahuan Ketuhanan. Ia mencontohkan dalam kepribadiannya, kemuliaan, kerendahhatian dan kecintaannya pada kebenaran, yang selama berabad-abad telah terdapat dalam pribadi-pribadi Muslim sejati.

�Dia adalah salah satu ilmuwan terbesar dalam seluruh sejarah manusia.� Begitulah AI Sabra menjuluki Al-Biruni � ilmuwan Muslim serba bisa dari abad ke-10 M. Bapak Sejarah Sains Barat, George Sarton pun begitu mengagumi kiprah dan pencapaian Al-Biruni dalam beragam disiplin ilmu. �Semua pasti sepakat bahwa Al-Biruni adalah salah seorang ilmuwan yang sangat hebat sepanjang zaman,� cetus Sarton. Bukan tanpa alasan bila Sarton dan Sabra mendapuknya sebagai seorang ilmuwan yang agung. Sejatinya, Al-Biruni memang seorang saintis yang sangat fenomenal.

Sejarah mencatat, Al-Biruni sebagai sarjana Muslim pertama yang mengkaji dan mempelajari tentang seluk beluk India dan tradisi Brahminical. Dia sangat intens mempelajari bahasa, teks, sejarah, dan kebudayaan India. Kerja keras dan keseriusannya dalam mengkaji dan mengeksplorasi beragam aspek tentang India, Al-Biruni pun dinobatkan sebagai �Bapak Indologi� � studi tentang India. Tak cuma itu, ilmuwan dari Khawarizm, Persia itu juga dinobatkan sebagai �Bapak Geodesi�. Di era keemasan Islam, Al-Biruni ternyata telah meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuan tertua yang berhubungan dengan lingkungan fisik bumi. Selain itu, Al-Biruni juga dinobatkan sebagai �antropolog pertama� di seantero jagad.

Sebagai ilmuwan yang menguasai beragam ilmu, Al-Biruni juga menjadi pelopor dalam berbagai metode pengembangan sains. Sejarah sains mencatat, ilmuwan yang hidup di era kekuasaan Dinasti Samanid itu merupakan salah satu pelopor merote saintifik eksperimental. Dialah ilmuwan yang bertanggung jawab untuk memperkenalkan metode eksperimental dalam ilmu mekanik. Al-Biruni juga tercatat sebagai seorang perintis psikologi eksperimental. Dia juga merupakan saintis pertama yang mengelaborasi eksperimen yang berhubungan dengan fenomena astronomi. Sumbangan yang dicurahkannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan sungguh tak ternilai. Al-Biruni pun tak hanya menguasai beragam ilmu seperti; fisika, antropologi, psikologi, kimia, astrologi, sejarah, geografi, geodesi, matematika, farmasi, kedokteran, serta filsafat. Dia juga turun memberikan kontrbusi yang begitu besar bagi setiap ilmu yang dikuasainya itu. Dia juga mengamalkan ilmu yang dikuasainya dengan menjadi seorang guru yang sangat dikagumi para muridnya. Ilmuwan kondang itu bernama lengkap Abu Rayhan Muhammed Ibnu Ahmad Al-Biruni.

Dia terlahir menjelang terbit fajar pada 4 September 973 M di kota Kath - sekarang adalah kota Khiva - di sekitar wilayah aliran Sungai Oxus, Khwarizm (Uzbekistan). Sejarah masa kecilnya tak terlalu banyak diketahui. Dalam biografinya, Al-Biruni mengaku sama sekali tak mengenal ayahnya, hanya sedikit mengenal tentang kakeknya. Selain menguasai beragam ilmu pengetahuan, Al-Biruni juga fasih sederet bahasa seperti Arab, Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi, dan Suriah. Al-Biruni muda menimba ilmu matematika dan Astronomi dari Abu Nasir Mansur. Menginjak usia yang ke-20 tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya di bidang sains. Dia juga kerap bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina - ilmuwan besar Muslim lainnya yang begitu berpengaruh di Eropa. Al-Biruni tumbuh dewasa dalam situasi politik yang kurang menentu. Ketika berusia 20 tahun, Dinasti Khwarizmi digulingkan oleh Emir Ma�mun Ibnu Muhammad, dari Gurganj. Saat itu, Al-Biruni meminta perlindungan dan mengungsi di Istana Sultan Nuh Ibnu Mansur. Pada tahun 998 M, Sultan dan Al-Biruni pergi ke Gurgan di Laut Kaspia.

Dia tinggal di wilayah itu selama beberapa tahun. Selama tinggal di Gurgan, Al-Biruni telah menyelesaikan salah satu karyanya yakni menulis buku berjudul The Chronology of Ancient Nations. Sekitar 11 tahun kemudian, Al-Biruni kembali ke Khwarizmi. Sekembalinya dari Gurgan dia menduduki jabatan yang terhormat sebagai penasehat sekaligus pejabat istana bagi penggati Emir Ma�mun. Pada tahun 1017 M, situasi politik kembali bergolak menyusul kematian anak kedua Emir Ma�mun akibat pemberontakan. Khwarizmi pun diinvasi oleh Mahmud Ghazna pada tahun 1017 M. Mahmud lalu membawa para pejabat Istana Khwarizmi untuk memperkuat kerjaannya yang bermarkas di Ghazna, Afghanistan. AL-Biruni merupakan salah seorang ilmuwan dan pejabat istana yang ikut diboyong. Selain itu, ilmuwan lainnya yang dibawa Mahmud ke Ghazna adalah matematikus, Ibnu Iraq, dan seorang dokter, Ibnu Khammar.

Untuk meningkatkan prestise istana yang dipimpinnya, Mahmud sengaja menarik para sarjana dan ilmuwan ke Istana Ghazna. Mahmud pun melakukan beragam cara untuk mendatangkan para ilmuwan ke wilayah kekuasaannya. Ibnu Sina juga sempat menerima undangan bernada ancaman dari Mahmud agar datang dan mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya di istana Ghazna. Meski Mahmud terkesan memaksa, namun Al-Biruni menikmati keberadaannya di Ghazna. Di istana itu, dia dihormati dan dengan leluasa bisa mengembangkan pengetahuan yang dikuasainya. Salah satu tugas Al-Biruni adalah menjadi astrolog isatana bagi Mahmud dan penggantinya. Pada tahun 1017 M hingga 1030 M, Al-Biruni mendapat kesempatan untuk melancong ke India. Selama 13 tahun, sang ilmuwan Muslim itu mengkaji tentang seluk beluk India hingga melahirkan apa yang disebut indologi atau studi tentang India.

Di negeri Hindustan itu, Al-Biruni mengumpulkan beragam bahan bagi penelitian monumental yang dilakukannya. Dia mengorek dan menghimpun sejarah, kebiasaan, keyakian atau kepecayaan yang dianut masyarakat di sub-benua India. Selama hidupnya, dia juga menghasilkan karya besar dalam bidang astronomi lewat Masudic Canon yang didedikasikan kepada putera Mahmud bernama Ma�sud. Atas karyanya itu, Ma�sud menghadiahkan seekor gajah yang bermuatan penuh dengan perak. Namun, Al-Biruni mengembalikan hadiah yang diterimanya itu ke kas negara. Sebagai bentuk penghargaan, Ma�sud juga menjamin Al-Biruni dengan uang pensiun yang bisa membuatnya tenang beristirahat serta terus mengembangkan ilmu pengetahuan. Dia juga berhasil menulis buku astrologi berjudul The Elements of Astrology. Selain itu, sang ilmuwan itu pun menulis sederet karya dalam bidang kedokteran, geografi, serta fisika. Al-Biruni wafat di usia 75 tahun tepatnya pada 13 Desember 1048 M di kota Ghazna.

Untuk tetap mengenang jasanya, para astronom mengabadikan nama Al-Biruni di kawah bulan. Sumbangan Sang Ilmuwan * Astronomi �Dia telah menulis risalah tentang astrolabe serta memformulasi tabel astronomi untuk Sultan Ma�sud,�papar Will Durant tentang kontribusi Al-Biruni dalam bidang astronomi. Selain itu, Al-Biruni juga telah berjasa menuliskan risalah tentang planisphere dan armillary sphere. Al-Biruni juga menegaskan bahwa bumi itu itu berbentuk bulat. Al-Biruni tercatat sebagai astronom yang melakukan percobaan yang berhubungan dengan penomena astronomi. Dia menduga bahwa Galaksi Milky Way (Bima Sakti) sebagai kupulan sejumlah bintang. Pada 1031 M, dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat panjang berjudul Kitab Al-Qanun Al Mas�udi. * Astrologi Dia merupakan ilmuwan yang pertama kali membedakan istilah astronomi dengan astrologi. Hal itu dilakukannya pada abad ke-11 M. Dia juga menghasilkan beberapa karya yang penting dalam bidang astrologi. *Ilmu Bumi Al-Biruni juga menghasilkan sejumlah sumbangan bagi pengembangan Ilmu Bumi. Atas perannya itulah dia dinobatkan sebagai �Bapak Geodesi�.

Dia juga memberi kontribusi signifikan dalam kartografi, geografi, geologi, serta mineralogi. *Kartografi Kartografi adalah ilmu tentang membuat peta atau globe. Pada usia 22 tahun, Al-Biruni telah menulis karya penting dalam kartografi, yakni sebuah studi tentang proyeksi pembuatan peta. * Geodesi dan Geografi Pada usia 17 tahun, Al-Biruni sudah mampu menghitung garis lintang Kath Khawarzmi dengan menggunakan ketinggian matahari. �Kontribusi penting dalam geodesi dan geografi telah dibuat disumbangkan Al-Biruni. Dia telah memperkenalkan teknik mengukur bumi dan jaraknya menggunakan triangulasi,� papar John J O�Connor dan Edmund F Robertson dalam MacTutor History of Mathematics. * Geologi Al-Biruni juga telah menghasilkan karya dalam bidang geologi. Salah satunya, dia menulis tentang geologi India. * Mineralogi Dalam kitabnya berjudul Kitab al-Jawahir atau Book of Precious Stones, Al-Biruni menjelaskan beragam mineral. Dia mengklasifikasi setiap mineral berdasarkan warna, bau, kekerasan, kepadatan, serta beratnya. * Metode Sains Al-Biruni juga berperan dalam memperkenalkan metode saintifik dalam setiap bidang yang dipelajarinya. Salah satu contohnya, dalam Kitab al-Jamahir dia tergolong ilmuwan yang sangat eksperimental. * Optik Dalam bidang optik, Al-Biruni termasuk ilmuwan yang pertama bersama Ibnu Al-Haitham yang mengkaji dan mempelajari ilmu optik.

Dialah yang pertama menemukan bahwa kecepatan cahaya lebih cepat dari kecepatan suara. * Antropologi Dalam ilmu sosial, Biruni didapuk sebagai antropolog pertama di dunia. Ia menulis secara detail studi komparatif terkait antropologi manusia, agama, dan budaya di Timur Tengah, Mediterania, serta Asia Selatan. Dia dipuji sejumlah ilmuwan karena telah mengembangkan antropologi Islam. Dia juga mengembangkan metodelogi yang canggih dalam studi antropologi. * Psikologi Eksperimental Al Biruni tercatat sebagai pelopor psikologi eksperimental lewat penemuan konsep reaksi waktu. * Sejarah Pada usia 27 tahun, dia menulis buku sejarah yang diberi judul Chronology. Sayangnya buku itu kini telah hilang. Dalam kitab yang ditulisnya Kitab fi Tahqiq ma li�l-Hind atau Penelitian tentang India, Al-Biruni telah membedakan antara menode saintifik dengan metode historis. * Indologi Dia adalah ilmuwan pertama yang mengkaji secara khusus tentang India hingga melahirkan indologi atau studi tentang India. *Matematika Dia memberikan sumbangan yang signifikan bagi pengembangan matematika, khususnya dalam bidang teori dan praktik aritmatika, bilangan irasional, teori rasio, geometri dan lainnya.

Al-Farabi

Digelar Aristotle kedua.

Tulisan ahli falsafah Yunani seperti Plato dan Aristotle mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemikiran ahli falsafah Islam. Salah seorang ahli falsafah Islam yang terpengaruh dengan pemikiran kedua tokoh tersebut ialah Al-Farabi.

Nama sebenarnya Abu Nasr Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlaq Al Farabi. Beliau lahir pada tahun 874M (260H) di Transoxia yang terletak dalam Wilayah Wasij di Turki. Bapanya merupakan seorang anggota tentera yang miskin tetapi semua itu tidak menghalangnya daripada mendapat pendidikan di Baghdad. Beliau telah mempelajari bahasa Arab di bawah pimpinan Ali Abu Bakr Muhammad ibn al-Sariy.

Selepas beberapa waktu, beliau berpindah ke Damsyik sebelum meneruskan perjalanannya ke Halab. Semasa di sana, beliau telah berkhidmat di istana Saif al-Daulah dengan gaji empat dirham sehari. Hal ini menyebabkan dia hidup dalam keadaan yang serba kekurangan.

Al-Farabi terdidik dengan sifat qanaah menjadikan beliau seorang yang amat sederhana, tidak gilakan harta dan cintakan dunia. Beliau lebih menumpukan perhatian untuk mencari ilmu daripada mendapatkan kekayaan duniawi. Sebab itulah Al-Farabi hidup dalam keadaan yang miskin sehingga beliau menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 950M (339H).

Walaupun Al-Farabi merupakan seorang yang zuhud tetapi beliau bukan seorang ahli sufi. Beliau merupakan seorang ilmuwan yang cukup terkenal pada zamannya. Dia berkemampuan menguasai pelbagai bahasa.

Selain itu, dia juga merupakan seorang pemuzik yang handal. Lagu yang dihasilkan meninggalkan kesan secara langsung kepada pendengarnya. Selain mempunyai kemampuan untuk bermain muzik, beliau juga telah mencipta satu jenis alat muzik yang dikenali sebagai gambus.

Kemampuan Al-Farabi bukan sekadar itu, malah beliau juga memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam dalam bidang perubatan, sains, matematik, dan sejarah. Namun, keterampilannya sebagai seorang ilmuwan yang terulung lebih dalam bidang falsafah. Bahkan kehebatannya dalam bidang ini mengatasi ahli falsafah Islam yang lain seperti Al-Kindi dan Ibnu Rusyd.

Dalam membicarakan teori politiknya, beliau berpendapat bahawa akal dan wahyu adalah satu hakikat yang padu. Sebarang percubaan dan usaha untuk memisahkan kedua-dua elemen tersebut akan melahirkan sebuah negara yang pincang serta masyarakat yang kacau-bilau. Oleh itu, akal dan wahyu perlu dijadikan sebagai dasar kepada pembinaan sebuah negara yang kuat, stabil serta makmur.

Al-Farabi banyak mengkaji mengenai falsafah dan teori Socrates, Plato, dan Aristotle dalam usahanya untuk menghasilkan teori serta konsep mengenai kebahagiaan. Maka tidak hairanlah, Al-Farabi dikenali sebagai orang yang paling memahami falsafah Aristotle. Dia juga merupakan seorang yang terawal menulis mengenai ilmu logik Yunani secara teratur dalam bahasa Arab.

Meskipun pemikiran falsafahnya banyak dipengaruhi oleh falsafah Yunani tetapi beliau menentang pendapat Plato yang menganjurkan konsep pemisahan dalam kehidupan manusia.

Menurut Al-Farabi, seorang ahli falsafah tidak seharusnya memisahkan dirinya daripada sains dan politlk. Sebaliknya perlu menguasai kedua-duanya untuk menjadi seorang ahli falsafah yang sempurna.

Tanpa sains, seorang ahli falsafah tidak mempunyai cukup peralatan untuk diekspolitasikan untuk kepentingan orang lain. Justeru, seorang ahli falsafah yang tulen tidak akan merasai sebarang perbezaan di antaranya dengan pemerintah yang tertinggi kerana keduanya merupakan komponen yang saling lengkap melengkapi. Dalam hal ini beliau mencadangkan agar diwujudkan sebuah negara kebajikan yang diketuai oleh ahli falsafah.

Pandangan falsafahnya yang kritikal telah meletakkannya sebaris dengan ahli falsafah Yunani yang lain. Dalam kalangan ahli falsafah Islam, beliau juga dikenali sebagai Aristotle kedua. Bagi Al-Farabi, ilmu segala-galanya dan para ilmuwan harus diletakkan pada kedudukan yang tertinggi dalam pemerintahan sesebuah negara.

Pandangan Al-Farabi ini sebenarnya mempunyai persamaan dengan falsafah dan ajaran Confucius yang meletakkan golongan ilmuwan pada tingkat hierarki yang tertinggi di dalam sistem sosial sesebuah negara.

Di samping itu, Al-Farabi juga mengemukakan banyak pandangan yang mendahului zamannya. Antaranya beliau menyatakan bahawa keadilan itu merupakan sifat semula jadi manusia, manakala pertarungan yang berlaku antara manusia merupakan gejala sifat semula jadi tersebut.

Pemikiran, idea, dan pandangan Al-Farabi mengenai falsafah politik terkandung dalam karyanya yang berjudul "Madinah al-Fadhilah". Perbicaraan mengenai ilmu falsafah zaman Yunani dan falsafah Plato serta Aristotle telah disentuhnya dalam karya " Ihsa* al-Ulum" dan "Kitab al-Jam".

Terdapat dua buku tidak dapat disiapkan oleh Al-Farabi di zamannya. Buku-buku itu ialah "Kunci Ilmu" yang disiapkan oleh anak muridnya yang bernama Muhammad Al Khawarismi pada tahun 976M dan "Fihrist Al-Ulum" yang diselesaikan oleh Ibnu Al-Nadim pada tahun 988M.

Al-Farabi juga telah menghasilkan sebuah buku yang mengandungi pengajaran dan teori muzik Islam, yang diberikan judul "Al-Musiqa" dan dianggap sebagai sebuah buku yang terpenting dalam bidang berkenaan.

Sebagai seeorang ilmuwan yang tulen, Al-Farabi turut memperlihatkan kecenderungannya menghasilkan beberapa kajian dalam bidang perubatan. Walaupun kajiannya dalam bidang ini tidak menjadikannya masyhur tetapi pandangannya telah memberikan sumbangan yang cukup bermakna terhadap perkembangan ilmu perubatan di zamannya.

Salah satu pandangannya yang menarik ialah mengenai betapa jantung adalah lebih penting berbanding otak dalam kehidupan manusia. Ini disebabkan jantung memberikan kehangatan kepada tubuh sedangkan otak hanya menyelaraskan kehangatan itu menurut keperluan anggota tubuh badan.

Sesungguhnya Al-Farabi merupakan seorang tokoh falsafah yang serba boleh. Banyak daripada pemikirannya masih relevan dengan perkembangan dan kehidupan manusia hari ini. Sementelahan itu, pemikirannya mengenai politik dan negara banyak dikaji serta dibicarakan di peringkat universiti bagi mencari penyelesaian dan sintesis terhadap segala kemelut yang berlaku pada hari ini.

Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali lebih dikenali sebagai ulama tasawuf dan akidah. Oleh sebab itu sumbangannya terhadap bidang falsafah dan ilmu pengetahuan lain tidak boleh dinafikan. Al-Ghazali merupakan seorang ahli sufi yang bergelar "hujjatui Islam".

Abu Hamid Ibnu Muhammad al-Tusi al-Ghazali itulah tokoh yang dilahirkan di Tus, Pars! pada tahun 450 Hijrah. Sejak kecil lagi, beliau telah menunjukkan keupayaan yang luar biasa dengan menguasai berbagai-bagai cabang ilmu pengetahuan. Beliau bukan sahaja produktif dari segi menghasilkan buku dan karya tetapi merupakan seorang ahli fikir Islam yang terulung.

Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan begitu mendalam sehingga mendorongnya menggembara dan merantau dari sebuah tempat ke tempat yang lain untuk berguru dengan ulama-ulama yang hidup pada zamannya. Sewaktu berada di Baghdad, Al-Ghazali telah dilantik sebagai Mahaguru Universiti Baghdad.

Walaupun telah bergelar mahaguru tetapi beliau masih merasakan kekurangan pada ilmu pengetahuan yang dimiliki. Lantaran itu, beliau meninggalkan jawatannya dan beralih ke bidang tasawuf dengan merantau ke Makkah sambil berguru dengan ahli-ahli sufi yang terkenal disana

Selain belajar dan mengkaji,. Al-Ghazali juga banyak menulis. Dianggarkan beliau telah menulis 300 buah buku mencakupi pelbagai bidang ilmu pengetahuan seperti mantik, akhlak, tafsir, ulumul Quran, falsafah, dan sebagainya. Walau bagaimanapun, sebahagian besar hasil tulisannya telah hangus dibbakar oleh tentera Moghul yan menyerang kota Baghdad.

Antara kitab yang musnah termasuk: 40 Jilid Tafsir, Sirrul Alamain (Rahsia Dua Dunia), dan al Madhnuuna bihi ala Qhairiha (Ilmu Yang Harus Disembunyikan Dari Orang'orang Yang Bukan Ahlinya,). Cuma 84 buah buku tulisan beliau yang berjaya diselamatkan seperti Al Munqiz Mm al Dhalal (Penyelamat Kesesatan), Tahafut al Falsafah (Penghancuran Falsafah), Mizanul Amal (Timbangan Amal), Ihya Ulumuddin (Penghidupan Pengetahuan), Mahkun Nazar fMengenai Ilmu Logik), Miyarul Ilmu, dan Maqsadil Falsafah (Tujuan Falsafah).

Meskipun Al-Ghazali banyak menulis mengenai falsafah tetapi beliau tidak dianggap sebagai seorang ahli falsafah. Malah kebanyakan penulis menggolongkan Al-Ghazali sebagai seorang yang memerangi dan bersikap antifalsafah. Pandangan ini berdasarkan tulisan Al-Ghazali dalam buku Tahafut Falsafah yang banyak mengkritik dan mengecam falsafah. Bahkan dalam buku tersebut, Al-Ghazali menyatakan tujuan menyusun buku itu adalah untuk menghancurkan falsafah dan menggugat keyakinan orang terhadap falsafah. Namun begitu, pandangan bahawa Al-Ghazali seorang yang antifalsafah tidak dipersetujui oleh beberapa orang sarjana.

Biarpun tidak ada seorang pun yang boleh menafikan kecaman Al-Ghazali terhadap falsafah seperti yang ditulis dalam buku Tahafut Falsafah itu tetapi perlu diingat- kan bahawa sikap skeptis (ragu) dan kritikannya terhadap falsafah merupakan sebahagian proses ilmu falsafah itu sendiri. Hal ini kerana tugas ahli falsafah bukan semata-mata untuk mencari kebenaran dan penyelesaian terhadap sesuatu masalah tetapi juga mencabar serta membantah penyelesaian yang dikemukakan terhadap permasalahan tersebut.

Kalau menyelusuri perjalanan hidup Al-Ghazali maka akan didapati bahawa beliau merupakan ilmuwan Islam pertama yang mendalami falsafah dan kemudian mengambil sikap mengkritiknya. Walaupun Al-Ghazali kurang senang dengan falsafah dan ahli filsafat tetapi dalam buku Maqasid al Falasifah., beliau telah mengemukakan kaedah falsafah untuk menghuraikan persoalan yang berkaitan dengan logik, ketuhanan, dan fizikal.

Menurut Al-Ghazali, falsafah boleh dibahagikan kepada enam ilmu pengetahuan ialah matematik, logik, fizik, metafizik, politik, dan etika. Bidang-bidang ini kadangkala selari dengan , agama dan kadangkala pula sangat berlawanan dengan agama.

Namun begitu, agama Islam tidak menghalang umatnya daripada mempelajari ilmu pengetahuan tersebut sekiranya mendatangkan kebaikan serta tidak menimbulkan kemudaratannya. Umpamanya agama tidak melarang ilmu matematik kerana ilmu itu merupakan hasil pembuktian fikiran yang tidak boleh dinafikan selepas ia difahami.

Cuma bagi Al-Ghazali, ilmu tersebut boleh menimbulkan beberapa persoalan yang berat. Antaranya ialah ilmu matematik terlalu mementingkan logik sehingga boleh menyebabkan timbul persoalan yang berkaitan dengan ketuhanan khususnya mengenai perkara yang tidak dapat dihuraikan oleh akal fikiran. Menurut Al-Ghazali tidak salah berpegang kepada logik tetapi yang menjadi masalahnya ialah golongan falsafah yang terlalu berpegang kepada logik, hendaklah membuktikan fakta termasuk perkara yang berhubung dengan ketuhanan atau metafizik.

Sebab itulah beliau menentang golongan ahli falsafah Islam yang cuba mengungkap kejadian alam dan persoalan ketuhanan menggunakan pemikiran daripada ahli falsafah Yunani. Beberapa orang ahli falsafah Islam seperti Ibnu Sina dan al-Farabi jelas terpengaruh akan idea pemikiran falsafah Aristotle. Maka tidak hairanlah ada antara pandangan ahli falsafah itu bertentangan dengan ajaran Islam yang boleh menyebabkan kesesatan dan syirik.

Terdapat tiga pemikiran falsafah metafizik yang menurut Al-Ghazali amat bertentangan dengan Islam iaitu qadimnya alam ini, tidak mengetahui Tuhan terhadap perkara dan peristiwa yang kecil, dan pengingkaran terhadap kebangkitan jasad atau jasmani.

Al-Ghazali tidak menolak penggunaan akal dalam pembicaraan falsafah dan penghasilan ilmu pengetahuan yang lain. Sebaliknya beliau berpendapatan bahawa ilmu kalam dan penyelidikan menggunakan fikiran boleh menambahkan keyakinan dan menyalakan apt keimanan pada hati orang bukan Islam terhadap kebenaran ajaran Islam. Jadi, perkembangan sesuatu ilmu pengetahuan bukan sahaja bersandarkan kepuasan akal fikiran tetapi juga perlu mengambil kira aspek perasaan dan hati nurani. Al-Ghazali menganjurkan supaya umat Islam mencari kebenaran dengan menjadikan al-Quran sebagai sumber yang utama bukannya melalui proses pemikiran dan akal semata-mata. Jadi, apa yang cuba dilakukan oleh Al-Ghazali ialah memaparkan kesalahan dan kepalsuan bidang pengetahuan yang bercanggah dengan agama serta bertentangan dengan pendirian umat Islam. Sekali gus menunjukkan bahawa Al-Ghazali sebenarnya merupakan seorang ahli falssafah Islam yang mencari kebenaran dengan berpandukan al-Quran dan hadis tidak sebagaimana pemikiran serta permainan logik yang lazim digunakan ahli falsafah Yunani. Perkara yang ditentang oleh Al-Ghazali bukan ahli falsafah dan pemikiran yang dibawakan oleh mereka tetapi kesalahan, kesilapan, dan kesesatan yang dilakukan oleh golongan tersebut. Pada Al-Ghazali, tunjang kepada pemikiran falsafah ialah al-Quran itu sendiri.

Al-Razi

Karyanya menjadi rujukan dunia Eropah.

Al-Razi merupakan seorang tokoh falsafah Islam yang banyak menimbulkan kontroversi dalam bidang ilmu falsafah. Sikap dan pemikirannya dikatakan cenderung kepada pemikiran dan teori ahli falsafah Yunani kuno seperti Plato. Oleh sebab itu, ramai dalam kalangan ahli falsafah muslim yang mengecamnya, mereka tidak setuju dengan sebahagian pendapatnya yang pro-platonisme.

Walau bagaimanapun, al-Razi tetap diletakkan dalam senarai ahli falsafah muslim yang terkemuka sehingga ke hari ini. Sumbangannya yang besar dalam bidang perubatan dan kimia sangat berharga kepada generasi selepasnya. Manakala dalam bidang falsafah, al-Razi memberi sumbangan besar dalam menghuraikan falsafah logik, metafizik, moral, dan kenabian dengan cara rasional dan harmoni. Oleh sebab itulah al-Razi terkenal sebagai seorang ahli falsafah yang rasional dan murni.

Al-Razi atau nama sebenarnya Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi, lahir pada tahun 236H bersamaan 850M. Sesetengah pendapat mengatakan yang beliau lahir pada 1 Sya'ban 251H bersamaan 865M. Beliau anak kelahiran bum! Iran iaitu di Ray dekat Tehran merupakan seorang tokoh falsafah yang masyhur pada kurun ke-3 Hijrah.

Beliau pada zaman mudanya menjadi pemain gambus (rebab, rebana) sambil menyanyi, kemudian dia meninggalkan pekerjaan itu dan mempelajari bidang perubatan dan falsafah. Beliau belajar ilmu kedoktoran dengan Ali ibn Rabban al-Thabari (192 - 240H bersamaan 808-855M) dan belajar ilmu falsafah dengan al-Balkhi. Dalam masa yang sama beliau juga belajar matematik, astronomi, sastera, dan kimia.

Semasa Mansur ibn Ishaq ibn Ahmad ibn Asad menjadi Gabenor Ray, al-Razi diberi kepercayaan memimpin rumah sakit (hospital) selama enam tahun (290-296H bersamaan 902 - 908M). Pada masa ini juga al-Razi menulis buku al-Thibb al-Mansuri yang dipersembahkan kepada Mansur ibn Ishaq ibn Ahmad. Kemudian al-Razi berpindah ke Baghdad atas permintaan Khalifah al-Muktafi (289 - 295H bersamaan 901 - 908M), yang berkuasa pada waktu itu.

Dalam menjalankan kerjaya kedoktoran, beliau dikenal sebagai seorang yang pemurah, sayang kepada pesakit-pesakitnya, dermawan kepada orang-orang miskin dan memberi rawatan kepada mereka secara percuma. Hitti menyifatkan al-Razi sebagai seorang doktor yang paling agung dalam kalangan doktor Muslim dan juga seorang penulis yang produktif.

Kemasyhuran al-Razi sebagai doktor bukan sahaja di dunia timur, tetapi juga di barat; sehinggakan beliau telah digelar The Arabic Galen. Setelah Khalifah al-Muktafi wafat, al-Razi kembali ke Ray, dan meninggal dunia pada 5 Syaaban 313H (Oktober 925M).

Para sarjana berpendapat bahawa al-Razi mengalami sakit mata dan kemudiannya buta pada penghujung hayat-nya. Al-Razi menderita akibat ketekunannya menulis dan

Dalam dunia keilmuan, tradisi pro dan kontra tidak pernah luput sejak zaman dahulu bahkan sehinggalah ke hari ini. Demikianlah pada zaman al-Razi, beliau tidak terlepas daripada ditentang oleh para ilmuwan sezamannya.

Penentang al-Razi yang dapat dikenal pasti oleh para sarjana dan ilmuwan Islam ialah Abu Qasim al-Balkhi. Beliau banyak menulis penolakan terhadap buku-buku al-Razi, terutama buku 'Ilm al'Ilahi. Begitu juga dengan Syuhaid ibn al-Husain al-Balkhi, beliau mempunyai banyak perbezaan dengannya al-Razi terutama tentang teori kesenangan. Teorinya tentang kesenangan itu

dijelaskan dalam kitabnya Tafdhil Ladzdzat al-Na^s, yang ditulis kembali oleh Abu Sulaiman al-Mantiqi al-Sajistani dalam Siwan al-Hikmah.

Karya-karya dan sumbangan

Al-Razi merupakan antara tokoh yang produktif dalam lapangan penulisan. Hal ini terbukti dengan banyak hasil karya beliau ditemui termasuk yang telah hilang. Tidak kurang daripada 200 buah karangan termasuk buku, makalah, dan surat-surat telah dihasilkan oleh al-Razi dicatatkan para pengkaji. Karya-karya beliau banyak membincangkan persoalan falsafah, perubatan, sains, ketuhanan, al-Quran, ilmu kalam, bahasa Arab, fiqh dan usul fiqh, geometri, dan sejarah.

Kemasyhuran al-Razi bukan sahaja menjadi kebanggaan kepada dunia Islam malah ketokohan dan kepakaran beliau turut diakui oleh dunia barat. Hal ini terbukti dengan banyak karya-karya beliau telah menjadi rujukan dan panduan dunia barat terutamanya dalam bidang perubatan. Sehingga kini karya-karya al-Razi masih diguna.

Kitab al-Hawi (Liber Contines) merupakan sebuah ensiklopedia amalan perubatan terapeutik yang dihasilkan olehnya menjadi rujukan dunia Eropah. Minat yang mendalam dunia Eropah kepada karya agung yang seberat 10kg ini terbukti dengan penerbitannya beberapa kali sejak abad ke-12M lagi sehingga abad ke-17M.

Penemuan al-Razi berkenaan sakit campak cacar tulen (smallpox) dan campak biasa (measal) turut menjadi bahan rujukan perubatan di dunia Barat malah turut diulangi penerbitannya beberapa kali sehingga abad ke-18M. Kedua-dua karya ini juga merupakan sumber kurikulum tradisional di kalangan para pengamal perubatan Islam.

Kitab al-Mansur (Liber medicinalis ad al Mansorem) juga karya agung al-Razi dalam dunia perubatan. Al-Razi telah menghasilkan buku ini ketika beliau di Khurasan di bawah pemerintahan Gabenor al-Mansur Ibnu Ishaq. Dalam buku ini terkandung 10 penemuan berkaitan tentang amalan sent dan sains perubatan. Buku ini dianggap satu karya beliau yang tulen dan mencerminkan kematangan dan kepakaran beliau dalam amalan perubatan moden.

Dalam buku ini juga beliau menekankan betapa pentingnya cara pemeriksaan yang teliti sebelum membuat sesuatu kesimpulan tentang sesuatu penyakit. Satu falsafah yang terpenting dalam karya al-Razi ini ialah kebenaran dalam ilmu perubatan merupakan suatu yang amat sukar diperoleh dan walaupun banyak tersedia rujukan namun kurang juga nilainya sekiranya dibandingkan dengan amalan seorang doktor yang sentiasa menggunakan kuasa pemikiran dan logiknya.

Al-Razi menentang sekeras-kerasnya amalan penipuan dan penyelewengan dalam amalan perubatan. Padanya penyakit jasmani tidak boleh dipisahkan dengan penyakit rohani. Oleh sebab itu, dalam merawatnya kedua-dua pendekatan iaitu rohani dan jasmani terus digemblengkan.

Al-Razi turut memberi sumbangan yang besar dalam bidang kimia dengan terhasilnya Kitab al-Asrar (The Book of Secrets). Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan merupakan sumber utama maklumat bahan kimia sehingga abad ke-14M. Antara lain kejayaan al-Razi dalam dunia perubatan ialah penemuan rawatan kepada penyakit cacar dan pengasingan alkohol dalam penghasilan antiseptik.

Sumbangan al-Razi dalam bidang falsafah tidak kurang hebatnya, dengan terhasilnya banyak karya tentang falsafah sudah cukup untuk membuktikan minat yang mendalam al-Razi dalam bidang falsafah. Karya beliau dalam bidang falsafah yang berjudul Al'Thib al-Ruhani merupakan karya teragung beliau dalam bidang falsafah. Karya ini berkisar tentang cara pengubatan penyakit jiwa dan pengubatan fizik yang menyembuhkan tubuh badan.

Antara karya utama yang membincangkan persoalan falsafah ialah al-Sirah al'Falsafiyyah, Amarah al-lqbal aI'Dawlah, Kitab al-Ladzdzah, Kitab al-llmi al-Ilahi, Maqalah fi ma baid al'Thabiiyah, dan al-Syukuk 'ala Proclus.

Alt Sami al-Nasysyar telah mengesan sebanyak 97 buah buku yang telah dihasilkan oleh al-Razi yang merangkumi bidang-bidang al-Quran (tafsir) lima buah, Ilmu kalam 40 buah, Falsafah 26 buah, Bahasa Arab tujuh buah, Fiqh dan Usul Fiqh lima buah, Perubatan tujuh buah, Geometri lima buah, dan Sejarah dua buah.

Brockelman seorang pengkaji biografi orientalis pula membahagikan penulisan tokoh ini kepada 13 bidang dengan hanya menemui 38 buah karya sahaja, antaranya History dua buah, Fiqh tiga buah, Quran tiga buah, Dogmatics 13 buah, Philosophy lapan buah, Astrology satu buah, Cheiromancy satu buah, Rhetoric satu buah, Encyclopedia satu buah, Medicine satu buah, Physionomy dua buah, Alchemy satu buah, dan Mineralogy satu buah.

Badi'uzzaman Sa'id Nursi

Tokoh Mujahid dan Mujadid Islam Abad ke 14H

Setelah enam ratus tahun bertapak sebagai sebuah kerajaan agung, sejarah menyaksikan detik detik kemuncak kelemahan Kerajaan Uthmaniyah. Sebenarnya detik yang berlaku disekitar awal abad ke 14H itu, diancam oleh pelbagai serangan dalaman dan luaran secara terancang.

Detik tanggal tahun 1924, merupakan sejarah hitam buat Kerajaan Uthmaniyah apabila Kamal Ataturk menguasai Turki. Sistem Khalifah yang menjadi mercu tanda kekukuhan negara Islam, mansuh akibat pengaruh Barat pimpinannya.

Pada ketika itulah muncul tokoh ilmuwan terulung dalam sejarah Turki iaitu Badi'uzzaman Sa'id Nursi. Beliau telah mengorbankan seluruh kehidupannya demi perjuangan untuk mengembalikan keagungan Islam yang musnah itu.

Ketika itu, agama dilihat sebagai faktor kemunduran dan kelemahan umat. Fahaman sekularisme, materialisme, dan ateisme pula diterima baik oleh masyarakat tempatan atas nama kebebasan dan kemajuan.

Badi'uzzaman atau nama sebenar Sa'id bin Mirza dilahirkan pada tahun 1876 (1294H) di Nurs, sebuah perkampungan kecil di daerah Khizan, Turki. Beliau juga dikenali sebagai Sa'id al-Nursi yang merujuk kepada tempat kelahirannya.

Nursi dilahirkan dalam sebuah keluarga petani yang hidup serba sederhana. Ibu dan bapanya berketurunan Kurdis dan mereka dikatakan berasal daripada salasilah keturunan Ahl dl-Bayt. Nursi pernah diberi gelaran Badi'azzaman (Keunggulan Zaman) oleh gurunya, Syeikh Fathu'llah. Walau bagaimanapun Nursi menolak kerana merasakan dirinya belum layak menerima gelaran itu.

Sejak kecil lagi Nursi telah memperlihatkan minatnya untuk menimba ilmu pengetahuan. Beliau sangat gemar menghadiri majlis perbincangan ilmu antara ulama yang sering diadakan di rumah ayahnya. Suasana keilmuan ini memberikan pengaruh yang besar pada jiwa dan pemikiran Nursi. Minatnya itu menyuburkan pemikiran analisis-kritis, dialog, dan perdebatan.

Nursi mula merantau ketika umurnya sembilan tahun dalam usahanya untuk menimba ilmu pengetahuan. Beliau telah berguru dengan ramai alim ulama termasuk Syeikh Muhammad al-Jalali di Madrasah Bayazid bersempadan Iran. Di bawah bimbingan Syeikh Muhammad al-Jalali, Nursi telah mempelajari dan menguasai kitab-kitab muktabar seperti Jam' al-Jawami, Sharh al-M.awaqif, dan Ibn Hajar.

Disinilah bermulanya proses awal perkembangan dan pembentukan pemikiran Nursi. Peluang di peringkat ini amat berharga pada Nursi, lalu sentiasa meneruskan pengajian dengan beberapa orang tokoh ilmuwan terkenal. Keterampilan beliau mula menampakkan ketokohan sebagai seorang ulama, lalu dikenali waktu itu sebagai ulama muda yang hebat.

Gabenor Bitlis, Umar Basha sangat mencintai ilmu dan memuliakan ulama.Oleh sebab itu beliau mempelawa Nursi supaya tinggal di kediaman beliau yang mempunyai sebuah perpustakaan besar. Nursi tidak melepaskan peluang itu demi memenuhi cita-citanya. Umar Basha memberi peluang kepada Nursi untuk mendalami dan menghafal kitab-kitab seperti aI-MataIi, al-Mawaaif, dan al-Mirqat. Dalam tempoh dua tahun di kediaman Gabenor itu, beliau telah berjaya menguasai ilmu al-kalam, mantik, nahu, tafsir, hadith, dan fiqh dengan mantap.

Tetapi, minatnya untuk meneruskan usaha memperluaskan ilmu pengetahuan menyebabkan beliau meninggalkan Bitlis. Dalam pengembaraannya itu beliau menyambut pelawaan Gabenor Hasan Basha untuk berkhidmat di Wan sebagai ulama iaitu pada tahun 1897 (1314H).

Setelah beberapa ketika tinggal di kediaman Hasan Basha, Nursi sekali lagi dijemput untuk tinggal di kediaman Tahir Basha, Gabenor baru di Wan. Ketika berada di Wan, Nursi sempat bertemu dan berdialog dengan tokoh-tokoh ilmuwan moden. Kerana menyedari kelemahannya dalam bidang ilmu moden, mendorong beliau berusaha mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu sains moden seperti fizik, kimia, biologi, ilmu kaji bumi, dan astronomi.

Selain ilmu sains beliau turut mempelajari ilmu sejarah, matematik, geografi, dan falsafah moden. Setelah menguasai bidang agama dan ilmu sains moden, sekali lagi Nursi diberi gelaran sebagai Badi'uzzaman. Gelaran tersebut diterima bahkan dijadikan sebahagian daripada nama beliau.

Pengalamannya semasa menuntut ilmu memberikan kesedaran pada beliau betapa perlunya dilakukan perubahan terhadap sistem pendidikan.Oleh sebab itu, beliau telah bertindak menggabungkan dua cabang ilmu iaitu ilmu agama dan ilmu sains moden yang sebelum itu telah dipisahkan.

Nursi berazam untuk mengubah persepsi negatif masyarakat yang berpandangan bahawa ilmu agama dan ilmu sains moden tidak boleh digabungkan. Pendekatan beliau ini dilaksanakan semasa kerjayanya sebagai seorang guru di madrasahnya yang dikenali sebagai Madrasah Khur Khur.

Nursi berpendirian bahawa umat Islam perlu menguasai kedua-dua cabang ilmu tersebut demi masa depan umat Islam seluruhnya. Beliau juga gigih berusaha untuk menubuhkan universiti yang akan dinamakan Madrasat al-Zahra di Timur Turki. Walau bagaimanapun, usaha beliau itu gagal kerana tidak mendapatkan persetujuan daripada golongan yang berpengaruh di Istanbul.

Sungguhpun begitu, Nursi terus berusaha untuk merealisasikan diri umat Islam sebagai "Umat Contoh". Pengamatan dan kesedaran Nursi itu telah mendorong beliau mengatur gerakan ke arah mereformasi sistem pendidikan yang wujud pada zamannya. Beliau berpendirian teguh bahawa dalam dunia moden hari ini, ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu sains moden perlu bergerak seiring.

Apabila Turki diisytiharkan sebagai sebuah negara Republik pada 29 Oktober 1923, Turki bertukar wajah menjadi sebuah negara sekular. Kamal Ataturk melaksanakan dasar-dasar pemerintahan berlandaskan fahaman sekularisme yang anti-Islam.

Untuk menentang dasar itu, Nursi kemudiannya menyokong pembentukan Parti Demokratik Turki. Harapannya agar dapat melaksanakan pemerintahan yang adil dan sedikit kebebasan diberikan kepada gerakan Islam. Menurut Nursi, sekiranya Kerajaan Sekular boleh membenarkan fahaman ateis, mengapa tidak dibenarkan Islam bergerak dengan bebas.

Nursi mempunyai pandangan yang lain tentang konsep "kebebasan" yang dilihatnya sebagai satu keperluan asas. Keperluan ini harus dihormati dalam setiap agama dan bangsa. Namun, konsep "kebebasan" itu tidak sepatutnya disalahtafsirkan memandangkan pengisian maksud "kebebasan" yang tidak selari dengan peraturan Islam.Atas hasrat inilah ketika perisytiharan perlembagaan negara, Nursi berjuang untuk menegakkan corak pemerintahan berasaskan Perlembagaan yang berteraskan kepada syariat Islam. Walau bagaimanapun, perjuangan suci beliau itu mendapat tentangan daripadagolongan yang masih belum memahami kehebatan isi kandungan al-Quran.

Nursi berpandangan bahawa kesedaran serta kefahaman yang jelas perlu diusahakan meskipun memakan masa yang panjang. Yang penting isi kandungan al-Quran benar-benar difahami. Beliau menyedari bahawa kekerasan hanya mencetuskan permusuhan dan tidak membawa sebarang kebaikan kepada manusia.

Dalam usaha itu, Nursi menyeru umat Islam agar menilai golongan yang masih ragu-ragu terhadap Islam. Mereka perlu dikenal pasti sama ada dalam kalangan umat Islam mahupun kaum bukan Islam. Mereka yang terlibat itu dianggap sebagai satu golongan yang memerlukan bantuan dan tunjuk ajar daripada umat Islam. Beliau sama sekali tidak mahu terus melabelkan mereka sebagai musuh. Melalui kaedah ini, seruan

Islam lebih mudah disampaikan dan dapat diterima baik oleh masyarakat.Rasa'il al-Niir merupakan karya teragung Nursi yang merupakan khazanah berharga sumbangan pemikiran beliau. Karya agung ini seharusnya dimanfaatkan oleh umat Islam sepanjang zaman. Sebenarnya, Rasa'il al-Nur merupakan satu tafsiran terhadap maksud al-Quran al-Karim. Secara umum isi kandungan kitab ini merangkumi persoalan keimanan.

Menurut Nursi, satu-satunya rujukan dalam menghasilkan kitab Rasa'il al-Nur ini ialah kitab suci al-Quran al-Karim. Antara persoalan yang menjadi kupasan dalam karyanya itu ialah seperti ilmu Mustalah al'Hadith, falsafah, Ilm al-Kalam, dan ilmu Tasawuf.

Dalam perbahasan mengenai Mustalah al-Hadith, Nursi menekankan hadith-hadith yang sering dipertikaikan masyarakat. Di sini, beliau telah mengemukakan perbahasan yang menarik. Antara yang dibahaskan ialah yang berkaitan dengan kisah Dajjal, turunnya Nabi Isa a.s, Imam Mahdi, Nabi Khaidir, Malaikat, tanda-tanda kiamat, dan sebagainya.

Dalam memperkatakan tentang falsafah, Nursi dalam risalah al-Madfchol ila al-Nur menulis bahawa falsafah yang ditentang ialah falsafah yang merosakkan manusia dan yang menentang agama. Oleh sebab itulah, pelajar-pelajar aliran falsafah moden tidak menentang Rasa'il al-Nitr, malah mereka sama-sama menyokong kandungan Rasa'il al-Nur tanpa sebarang keraguan.

Rasa'il al-Nur turut memuatkan perbahasan mengenai Ilm al-Kalam. Dalam risalah al-Maktubat misalnya, Nursi menulis bahawa ma'rrfatullah yang dibentangkan oleh al-Razi melalui kaedah Ilm al-Kalam itu mengandungi kelemahan dan kekurangan pada pandangan Ibn al-Arabi. Ma'rifatullah yang terhasil melalui jalan Tasawuf juga mempunyai kelemahan jika dibandingkan dengan ma'rifah yang dibentangkan oleh pewaris nabi. Ulama pewaris nabi dalam kupasannya ialah mereka yang menurut manhaj al-Quran.Rasa'il al-Nur juga memuatkan ajaran tasawuf. Tetapi kupasan mengenainya tidak bermaksud menjadikan pembaca seorang ahli sufi. Dalam hal ini, Nursi sering kali menyebut bahawa zaman ini bukan zaman tasawuf atau tarekat, sebaliknya merupakan zaman untuk menyelamatkan iman umat manusia.

Jelas dalam karya itu, beliau menyifatkan bahawa manusia tidak mungkin dapat memasuki syurga tanpa iman, tetapi ramai juga yang dapat memasuki syurga tanpa tasawuf. Manusia sememangnya tidak dapat hidup tanpa roti (gandum), tetapi mereka boleh hidup tanpa buah. Maka tasawuf itu ialah buah manakala hakikat Islam (keimanan) itu ialah roti.

Dalam hal ini beliau menegaskan bahawa sesungguhnya jika sekiranya Syeikh Abd al-Qadir al-Jaylani dan Syeikh al-Naqshaband (pengasas Tarekat Naqshabandiyah), Imam Rabbani, dan yang seumpama mereka, hidup pada zaman kita ini, nescaya mereka akan mencurahkan segala kemampuan untuk memperteguh hakikat keimanan dan akidah Islam.

Hal ini demikian kerana kedua-duanya (iman dan akidah) sumber kepada kebahagiaan yang sebenar dan abadi.Rasa'il al-Nur mendapat sambutan yang baik dalam kalangan umat Islam Turki dan juga mereka yang berada dinegara-negaralain. Memandangkan isi kandungannya mempunyai keistimewaan dan kelebihan tersendiri, kitab ini perlu disebar kepada umat Islam di seluruh dunia. Menyedari kepentingan ilmu, kitab Rosa'il al-Nitr ini diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa lain. Di samping bahasa Arab dan Inggeris, kitab Rasa'il al-Nur juga diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, Itali, Perancis, Rusia, Rumania, Bulgaria, Parsi, Kurdi, Urdu, India, Malaysia, dan beberapa bahasa lain Asia Tengah.

Kegigihan perjuangan ulama Islam silam walaupun menemui kegagalan perlu diteladani oleh umat Islam akhir zaman ini. Yang paling penting, masyarakat Islam boleh menilai kelemahan dan kekurangan masyarakat ketika itu.

Perjuangan Badi'uzzaman Sa'id Nursi walaupun bermula sebelum kemenangan Kamal Ataturk, namun umat Islam pada zaman itu terlalu jauh menyimpang daripada ajaran Islam sebenar. Oleh sebab banyak usaha beliau ketika itu mendapat banyak tentangan daripada banyak pihak. Tetapi seandainya umat Islam ketika itu mahu mengikut saranan Badi'uzzaman sudah pasti Kamal Atartuk dapat dikalahkan dengan mudah.

Oleh sebab itu, perjuangan Badi'uzzaman ini perlu disebarluaskan dalam kalangan umat Islam agar dapat dijadikan panduan dalam memperkasa iman dan akidah umat Islam. Supaya peristiwa itu tidak berlaku lagi, maka wajar umat Islam di negara ini menilai saranan tokoh ini. Antara saranannya yang penting ialah supaya umat Islam menguasai ilmu sains moden yang diasaskan atas dasar islamisasi.

Ibn Bajjah

Umat Islam dipercayai telah sampai ke Sepanyol pada zaman sahabat lagi. Kedatangan mereka telah berjaya mempengaruhi kehidupan masyarakat di sana khususnya dalam bidang yang berkaitan keilmuan dan ketarnadunan. Bahkan kesan tamadun Islam masih dapat dilihat sehingga ke hari ini.

Sepanjang pemerintahan Islam di Sepanyol yang juga dikenali sebagai Andalusia, telah lahir ramai cendi-kiawan dan sarjana dalam pelbagai bidang. Sebahagian mereka ialah ahli sains, matematik, astronomi, perubatan, falsafah, sastera, dan sebagainya.

Salah seorang mereka ialah Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Saigh atau lebih terkenal sebagai Ibn Bajjah. Beliau dilahirkan di Saragossa pada tahun 1082 Masihi (M). Ibn Bajjah merupakan seorang sasterawan dan ahli bahasa yang unggul. Dalam hal ini, beliau pernah menjadi penyair bagi golongan al-Murabbitin yang dipimpin oleh Abu Bakr Ibrahim Ibn Tafalwit. Selain itu, Ibn Bajjah juga merupakan seorang ahli muzik dan pemain gambus yang handal. Sungguhpun begitu beliau juga seorang yang hafiz al-Quran.

Dalam masa yang sama, Ibn Bajjah amat terkenal dalam bidang perubatan dan merupakan salah seorang doktor teragung yang pernah dilahirkan di Andalusia.

Walau bagaimanapun, kehebatannya turut terserlah dalam bidang politik sehingga beliau dilantik menjadi menteri semasa Abu Bakr Ibrahim berkuasa di Saragossa. Lebih menakjubkan lagi apabila beliau dapat menguasai ilmu matematik, fizik, dan falak. Pada kesempatan itu beliau banyak menulis buku yang berkaitan dengan ilmu logik.

Kemampuannya menguasai berbagai-bagai ilmu itu menjadikannya seorang sarjana yang teragung bahkan tiada bandingannya di Andalusia dan barangkali di dunia Islam. Jadi, sumbangannya dalam bidang keilmuan begitu besar sekali.

Dalam bidang falsafah umpamanya, Ibn Bajjah boleh diletakkan setaraf dengan al-Farabi dan Aristotle. Dalam bidang ini beliau telah mengemukakan gagasan fal�safah ketuhanan yang menetapkan bahawa manusia boleh berhubung dengan akal fa'al melalui perantaraan ilmu pengetahuan dan pembangunan potensi manusia.

Menurut Ibnu Bajjah, manusia boleh mendekati Tuhan melalui amalan berfikir dan tidak semestinya melalui amalan tasawuf yang dikemukakan oleh Iman al-Ghazali. Dengan ilmu dan amalan berfikir, segala keutamaan dan perbuatan moral dapat diarahkan untuk memimpin serta menguasai jiwa. Usaha ini boleh menumpaskan sifat haiwaniah yang bersarang dalam hati dan diri manusia.

Berdasarkan pendapatnya, seseorang itu harus mengupayakan perjuangannya untuk berhubung dengan alam sama ada bersama-sama dengan masyarakatnya ataupun secara terpisah. Kalau masyarakat itu tidak baik maka seseorang itu harus menyepi dan menyendiri.

Pandangan falsafah Ibn Bajjah ini jelas dipengaruhi oleh idea-idea al-Farabi. Pemikiran falsafah Ibn Bajjah ini dapat diikuti dalam "Risalah al-Wida" dan kitab "Tadbir al-Muttawwahid" yang secara umumnya merupakan pembelaan kepada karya-karya al-Farabi dan Ibn Sina kecuali bahagian yang berkenaan dengan sistem menyepi dan menyendiri.

Namun, ada sesetengah pengkaji mengatakan bahawa kitab tersebut sama dengan buku "al-Madinah al'Fadhilah" yang ditulis oleh al-Farabi. Dalam buku itu, al-Farabi menjelaskan pandangan beliau mengenai politik dan falsafah. Al-Farabi semasa membicarakan tentang politik telah mencadangkan supaya sebuah negara kebajikan yang diketuai oleh ahli falsafah diwujudkan.

Satu persamaan yang ketara antara al-Farabi dengan Ibn Bajjah ialah kedua-duanya meletakkan ilmu mengatasi segala-galanya. Mereka hampir sependapat bahawa akal dan wahyu merupakan satu hakikat yang padu. Sebarang percubaan untuk memisahkan kedua-duanya hanya akan melahirkan sebuah masyarakat dan negara yang pincang.

Oleh sebab itu, akal dan wahyu harus menjadi dasar dan asas pembinaan sebuah negara serta masyarakat yang bahagia. Ibn Bajjah berpendapat bahawa akal boleh menyebabkan manusia mengenali apa sahaja kewujudan sama ada benda atau Tuhan. Akal boleh mengenali dengan sendiri perkara-perkara tersebut tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur kerohanian melalui amalan tasawuf.

Selain itu, Ibn Bajjah juga telah menulis sebuah buku yang berjudul "aI-Nafs" yang membicarakan persoalan yang berkaitan dengan jiwa. Pembicaraan itu banyak dipengaruhi oleh gagasan pemikiran falsafah Yunani. Oleh sebab itulah, Ibn Bajjah banyak membuat ulasan terhadap karya dan hasil tulisan Aristotle, Galenos, al-Farabi, dan al-Razi.

Minatnya dalam soal-soal yang berkaitan dengan ketuhanan dan metafizik jauh mengatasi bidang ilmu yang lain meskipun beliau turut mahir dalam ilmu psikologi, politik, perubatan, algebra, dan sebagainya.Sewaktu membicarakan ilmu logik, Ibn Bajjah berpendapat bahawa sesuatu yang dianggap ada itu sama ada benar-benar ada atau tidak ada bergantung pada sama ada diyakini ada atau hanyalah suatu kemungkinan. Justeru itu, apa yang diya�kini itulah sebenarnya satu kebenaran dan sesuatu kemungkinan itu boleh jadi mungkin benar dan tidak benar.

Sebenarnya, banyak perkara di dunia ini yang tidak dapat dihuraikan menggunakan logik. Jadi, Ibnu Bajjah belajar ilmu-ilmu lain untuk membantunya memahaminya hal-hal berkaitan dengan metafizik.Ilmu sains dan fizik misalnya digunakan oleh Ibn Bajjah untuk menghuraikan persoalan benda dan rupa. Menurut Ibn Bajjah, benda tidak mungkin wujud tanpa rupa tetapi rupa tanpa benda mungkin wujud. Oleh sebab itu, kita boleh menggambarkan sesuatu dalam bentuk dan rupa yang berbeza-beza.

Kemahiran Ibn Bajjah dalam bidang matematik dan fizik sememangnya diperakui tetapi beliau tidak cuba menyelesaikan permasalahan yang timbul. Sebaliknya ilmu itu digunakan untuk menguatkan hujah dan pandangannya mengenai falsafah serta persoalan metafizik.

Masih banyak lagi pemikiran falsafah Ibn Bajjah yang tidak diketahui kerana sebahagian besar karya tulisannya telah musnah. Bahan yang tinggal dan sampai kepada kita hanya merupakan sisa-sisa dokumen yang berselerakan di beberapa perpustakaan di Eropah.

Sesetengah pandangan falsafahnya jelas mendahului zamannya. Sebagai contoh, beliau telah lama menggunakan ungkapan manusia sebagai makhluk sosial, sebelum para sarjana Barat berbuat demikian. Begitu juga konsep masyarakat madani telah dibicarakan dalam tulisannya secara tidak langsung.

Sesungguhnya Ibn Bajjah merupakan tokoh ilmuwan yang hebat. Sesuai dengan itu beliau telah diberikan kedudukan dan penghormatan yang tinggi oleh orang Murabbitin.

Tetapi perasaan dengki dan cemburu telah menyebabkan beliau diracuni dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 1138 (M) dalam usia yang masih muda. Biarpun umur Ibn Bajjah tidak panjang tetapi sumbangan dan pemikirannya telah meletakkan tapak yang kukuh kepada perkembangan ilmu dan falsafah di bumi Andalusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar