Bayang di Cermin Buram
�
Balonku adalima , rupa-rupa warnanya.
Merah, kuning, kelabu, hijau muda dan biru.
Meletus balon hijau�DHUAR !�Hatiku sangat kacau.
Balonku tinggal empat, kupegang erat-erat.
Pagi ini, seharusnyasama seperti pagi lainnya.�Aku berangkat ke sekolah dengan terburu-buru, karena lagi-lagi aku terlambat bangun.�Ibu memarahiku, dan minta agar aku mengubah kebiasaan burukku itu.�Dengan setengah enggan, aku meng-iya-kan, lalu mengambil sepeda dan berangkat.�Tidak ada yang aneh, semua berlangsung seperti pagi hari-hari sebelumnya.
Tetapi�
Ketika sedang melewati perempatan jalan yang ramai, tiba-tiba aku merasa sekelilingku menjadi sangat sunyi.�Dan pada saat itulah, aku mendengar seseorang memanggilku dengan sebuahnama asing, �Rani��
Suara klakson yang memekakkan telinga, membuatku kembali tersadar; Aku sedang terbengong di atas sepedaku tepat di tengah-tengah perempatan jalan, dan sebuah mobil van dengan kecepatan tinggi sedang menuju tepat kearahku !�Akibat terkejut, sekujur tubuhku terasa lemas, dan aku tidak dapat bergerak.
�Seseorang, tolong� tolonglahaku !�
Pada saat yang kritis, seseorang melompat dan mendorongku, �Awas,bahaya !�
�
Tubuhku terguling dan kakiku menabrak lampu lalu lintas, sehingga terkilir.�Walau demikian, aku selamat.�Aku mendengar jeritan dari orang-orang di sekelilingku, dan ketika aku melihat tempatku tadi berada, aku melihat sebuah pemandangan yang mengerikan; Darah memenuhi seluruh jalan, dan tubuh orang yang tadi menolongku tergeletak di tengah jalan merenggang nyawa.�Dengan tertatih-tatih aku mendekat, dan melihat bahwa orang itu masih hidup.
�
�Tolong, panggilambulans !�Dia..dia masih hidup !�Cepatlah !�
�
Maka pagi inipun menjadi berbeda dari pagi-pagi sebelumnya, tetapi ini hanyalah suatu awal.
�
�
�
�Mira, tolong sampaikan pada guru, aku tidak bisa datang ke sekolah, karena seseorang mengalami kecelakaan untuk menolongku ... Aku baik-baik saja, tetapi aku tidak bisa meninggalkan orang itu begitu sajakhan ? ...Sekarang aku ada di Rumah Sakit Umum Pusat ... Iya, bye.�
�
Aku memutuskan hubungan telepon selularku dengan Mira, teman sekelasku.�Saat ini aku sedang duduk di bangku panjang di lorong Rumah Sakit Umum Pusat, tepat di depan kamar operasi tempat para dokter berusaha mempertahankan nyawa orang yang menolongku.
�
�Aku selamat, tetapi sebagai gantiku, orang itu yang berada di ambang hidup dan mati.
�
Tuhan, tolong, selamatkanlah penolongku itu.�
�
Tiba-tiba lampu kamar operasi mati.�Perasaanku langsung menjadi tegang.�Ketika dokter keluar dari ruang itu, aku segera bangkit berdiri lalu bertanya, �Dokter, bagaimana keadaan orang itu ?�Apakah ia selamat ?�
�
Dokter memperhatikanku, lalu bertanya, �Apakah kamu kerabatnya ?�
�
�Bukan, tetapi aku adalah.. orang yang telah diselamatkan olehnya.�Tolong katakan padaku dokter, apakah dokter berhasil menolongnya ?�
�
Dokter menarik nafas panjang, �Ia masih hidup, kalau itu maksudmu.�Tetapi...�
�
�Tetapi apa, dokter ?�, aku mulai merasa tidak sabar.
�
�Tetapi, mungkin ia akan mengalami kelumpuhan seumur hidupnya.�
�
Seketika itu pula, kakiku terasa lemas, dan aku jatuh berlutut.�Lalu aku memegang bagian bawah jas dokter.
�
�Dokter, apa benar ia akan lumpuh ?�Apa dokter tidak bisa menyembuhkannya ?�Apa tak ada cara agar ia bisa segera pulih ?!�, suaraku semakin meninggi akibat merasa putus asa.
�
Dokter memandangku penuh rasa iba.
�
�Aku bisa memahami perasaanmu.�Aku akan berusaha semampuku untuk menyembuhkannya, tetapi maaf, aku tidak bisa menjanjikan apapun.�
�
Setelah berkata demikian, dokter berjalan pergi meninggalkanku, yang masih berlutut sambil memandang ke arah pintu kamar dengan pandangan hampa.
�
�
�
Hari sudah siang, dan jam dinding menunjukkan Pk 14.00�Pemuda yang telah menolongku itu telah dipindahkan ke kamar perawatan, dan aku terus mendampinginya.�Aku memandang keluar jendela.
�
�Saat ini, sekolah pasti telah bubar.�Jika tidak ada kejadian ini, pasti aku sedang berjalan keluar sekolah bersama dengan Mira dan teman lainnya, sambil mengobrol dan tertawa.�
�
Lalu aku menengok ke arah pemuda tersebut.
�
�Mengapa ?�Mengapa semua ini harus terjadi ?
�
�Apa yang dapat kulakukan untuk menolongnya ?�
�
Tiba-tiba pintu terbuka, dan seorang gadis manis dikuncir satu memakai seragam sekolah, berlari masuk sambil menjerit, �Kakak !�
�
Ketika melihat kondisi pemuda tersebut, air matanya mulai mengalir.
�
�Ini.. ini tidak mungkin khan ?�Kak Victor khan orang paling kuat, semua ini sangat tidak sesuai untuk kakak !�
�
Sambil menunduk aku berkata, �Maaf, karena demi menolongku, kakakmu jadi seperti ini.�Maafkan aku.�
�
Gadis itu berjalan mendekat.
�
�Kamu ya ?�Kamu yang telah menyebabkan Kak Victor menjadi seperti itu ?!�, tiba-tiba sebuah tamparan keras menghantam pipiku, �Aku takkan memaafkanmu !�Keluar, keluar dari kamar ini !�Aku tidak ingin melihatmu.�
�
Aku tertegun sesaat karena terkejut, lalu aku bangkit dan keluar dari kamar itu.�Sebelum menutup pintu, aku berkata, �Kuharap kakakmu segera pulih.�
�
Aku terduduk lemas di ruang tunggu sambil menunduk.
�
�Ia memang berhak marah dan membenciku.
�
Selama ini aku selalu saja bersikap cuek dan tak acuh, serta menganggap enteng semua masalah.
�
Apakah ini hukuman untukku ?�
�
Tiba-tiba telepon selularku berdering.�Rupanya Mira sudah berada di depan Rumah Sakit Umum Pusat.�Ketika sampai di ruang tunggu, Mira bertanya, �Mengapa kamu ada disini ?�Bukankah kamu bilang ingin mendampingi orang itu ?�
�
�Tadi adiknya datang.�Ia berkata bahwa ia tidak akan memaafkanku, lalu mengusirku keluar.�
�
�Eeh ?!�Tapi, itu khan bukan salahmu, itu kecelakaan !�Dia tidak bisa seenaknya menyalahkanmu begitu dong !�
�
�Tidak, mungkin apa yang dikatakannya ada benarnya.�Kecelakaan itu terjadi karena aku sedang melamun, jadi wajar jika ia menyalahkanku.�
�
�Te.. tetapi...�
�
�Mira, sudahlah.�Aku akan tetap menunggunya, sampai ia sadar.�Aku senang kamu datang, Mira.�
�
Mira menghela nafas, lalu berkata, �Kalau begitu, aku akan beli makanan.�Kamu belum makan siang khan ?�
�
�
�
�Rani...�, suara itu kembali kudengar.�Begitu sunyi dan kelam.
�
�Dimanakah ini ?�Dan.. siapa yang memanggil itu ?�
�
�Rani... Rani...�, berulang-ulang suara itu bergema di kepalaku, sampai akhirnya, �Rauny !�Hey Rauny, sadarlah !�
�
Tiba-tiba aku melihat Mira sedang memegang bahuku, dan mengguncangkan tubuhku dengan keras.
�
�Eh.. Mi.. Mira, a.. apa yang terjadi.. padaku ?�
�
�Justru seharusnya aku yang menanyakan hal itu padamu !�Dari tadi kamu diam saja, padahal sudah berulang kali kupanggil !�Aku sangat khawatir tahu ?!�
�
�Ma.. maaf.�Tadi setelah kamu pergi, tiba-tiba saja di sekelilingku terasa begitu sunyi.�Aku tak dapat mendengar suara apapun juga, lalu kemudian segalanya menjadi gelap dan dingin.�
�
Mira memukul kepalaku dengan lembut, �Kamu ini !�Jangan mimpi di siang hari seperti ini dong !�
�
Aku langsung menggelengkan kepala dengan keras, �Tidak Mira, ini bukan mimpi !�Sebelum kecelakaan itu terjadi, aku juga mengalami hal ini !�Kurasa, ada hal yang aneh pada diriku.�
�
Mira menatapku dalam-dalam, lalu akhirnya mengambil makanan yang ditaruhnya di bangku, dan memberikannya padaku.
�
�Sudahlah, yang terpenting sekarang, kamu harus makan dulu.�
�
�Mira, kamu.. nggak percaya padaku khan ?�
�
Mira tersenyum sambil memandang ke arah langit-langit rumah sakit, �Memang benar, aku nggak mudah percaya pada hal-hal aneh seperti itu, tetapi aku yakin kamu tidak berbohong, Rauny.�
�
Aku-pun ikut tersenyum, �Terima kasih.�
�
�
�
Matahari sudah terbenam, sementara pemuda itu masih belum sadar.
�
�Rauny, apa kamu masih berniat untuk terus menunggu hingga ia sadar ?�Belum tentu ia sadar hari ini.�Mungkin besok, lusa, minggu depan, bahkan tidak tertutup kemungkinan, ia tidak pernah sadar lagi.�
�
Aku menunduk, �Aku tahu itu, Mira.�Tetapi ia telah menolongku, menyelamatkan jiwaku !�Aku... pokoknya aku merasa, tidak bisa pergi meninggalkannya begitu saja !�
�
Mira menghela nafas dengan kesal, �Terserahlah !�Tetapi maaf, aku tidak bisa terus menemanimu.�Masih banyak hal lain yang lebih penting bagiku, daripada menunggu sesuatu yang tidak pasti !�
�
Aku memandang ke arah Mira, lalu mengangguk.
�
�Aku mengerti.�Terima kasih.�
�
Mira mengangkat bahu, lalu pergi.�Menit demi menit terus berlalu, sementara rumah sakit semakin sepi.�Kebanyakan para pengunjung sudah pulang.�Akhirnya aku memberanikan diri, dan pergi lagi ke kamar tempat penyelamatku itu dirawat.�Dari balik pintu, aku mendengar sebuah nyanyian, yang dinyanyikan oleh gadis berseragam sekolah tadi; Sebuah nyanyian anak-anak.
�
�Balonku ada lima, rupa-rupa warnanya.
�
Merah, kuning, kelabu, hijau muda dan biru.
�
Meletus balon hijau� DHUAR !�Hatiku sangat kacau.
Balonku tinggal empat, kupegang erat-erat.�
Entah mengapa, ketika aku mendengar nyanyian tersebut, tiba-tiba timbul sebuah perasaan yang sangat hangat, dan aku merasa sangat rindu dengan lagu itu.
�Kak Victor, dulu ketika aku masih kecil, aku sangat suka dengan lagu tersebut.�Dan kakak selalu menyanyikannya untuk kami sebagai lagu pengantar tidur.�Walau kadang merasa kesepian, tetapi lagu itu benar-benar menghibur kami berempat, karena kami sadar, masih ada orang yang memperhatikan kami.�, tiba-tiba terdengar isak tangis, �Maka dari itu Kak Victor, cepatlah sadar.Kalau kakak tidak ada, apa yang harus kulakukan ?!�
Mendengar kata-kata gadis itu, aku termenung.
�Bagi gadis itu, pemuda itu adalah segala-galanya.�Dan.. aku telah menyebabkan dia kecelakaan.
Oh Tuhan, apa yang telah kulakukan ?!�
Tiba-tiba tasku terjatuh.
�Siapa itu ?!�
Aku membuka pintu, �Maaf, aku benar-benar minta maaf.�Kakakmu pastilah orang yang sangat baik, dan aku.. telah menyebabkan ia kecelakaan.�
�
�Mengapa kamu masih ada disini ?�
�
�Aku tidak bisa pergi begitu saja !�Aku sadar, kejadian ini akibat kesalahanku.�Maka dari itu, aku tidak bisa meninggalkannya !�Tolong, ijinkanlah aku menunggunya hingga sadar.�
�
Gadis itu memandangku dalam-dalam, lalu akhirnya ia menghela nafas.
�
�Seharusnya yang minta maaf itu aku.�Kakakku kecelakaan bukan karena kesalahanmu; Ia hanya ingin menolongmu.�Aku menyalahkanmu tadi, karena aku kebingungan.�Maafkan aku.�
�
Melihat gadis itu menunduk, aku merasa tidak enak.
�
�E.. eh, tidak apa-apa kok.�Kita sama-sama menunggu hingga kakakmu sadar ya ?�
�
Gadis itu mengangguk sambil tersenyum.
�
�Oh ya, maaf aku lupa memperkenalkan diri.�Aku Helen, dan nama kakakku adalah Kak Victor.�
�
Aku menerima jabat tangan gadis itu, �Namaku Rauny, senang berkenalan denganmu.�
�
Mendengar itu, Helen terkejut.�Bola mata indahnya terbelalak.
�
�Ra.. Rauny ?�Namamu.. Rauny ?�Itu.. mustahil !�
�
�
�
Aku memandang Helen dengan pandangan bertanya.�Tetapi kemudian Helen menggeleng.
�
�Ya, itu tidak mungkin.�Pasti hanya kebetulan saja.�
�
�Memangnya ada apa ?�
�
�Sebenarnya, sejak awal melihatmu, aku merasa kamu mirip dengan seseorang yang kukenal.�Dan namanya juga sama, Rauny.�Tetapi itu tidak mungkin.�
�
�Kenapa tidak mungkin ?�
�
�Karena...�, wajah Helen terlihat tegang sesaat, �Karena ia sudah meninggal !�Ya, ini pasti hanya kebetulan, tak mungkin ia hidup kembali.�
�
Aku memperhatikan Helen sejenak, lalu berkata, �Helen, bisakah kamu menceritakan mengenai temanmu itu ?�
�
�Eh, kenapa ?�
�
Lalu aku berjalan menuju jendela.
�
�Sejujurnya, aku tidak ingat masa laluku.�Orang tuaku yang sekarang, menolongku ketika terjadi sebuah kebakaran hebat di bekas tempat tinggalku dulu.�Karena terlalu shock, aku mengalami amnesia.�
�
Helen terpana memandangku, lalu perlahan air matanya mulai mengalir di pipinya.
�
�Kebakaran ?�Kalau begitu, kamu benar-benar.. Rauny yang kukenal ?�
�
Ia langsung memelukku, �Kamu tentunya tidak tahu, betapa inginnya aku bertemu lagi denganmu.�
�
�Eh tu.. tunggu !�Sudah kubilang kalau aku sama sekali tidak ingat masa laluku, jadi belum tentu aku adalah Rauny yang kau kenal.�Jadi tolong, ceritakanlah mengenai dia.�
�
Helen menghapus air matanya, lalu mengangguk.�Dan setelah duduk, ia-pun mulai bercerita...
�
�
�
�Sejak kecil aku yatim piatu, karena orang tuaku mengalami kecelakaan.�Itu sebabnya aku takut dan kebingungan, ketika mendengar Kak Victor mengalami kecelakaan.�Dalam kesedihan akibat kehilangan kedua orang tuaku secara mendadak, Kak Victor hadir dalam hidupku.�Ia adalah anak dari pemilik panti asuhan tempatku dan anak-anak lainnya dirawat.�Berkat Kak Victor, keceriaanku kembali, dan aku mulai bisa mengerti makna hidup.�Ia mengajarkan banyak hal kepada kami, dan menganggap kami sebagai adik-adiknya sendiri.�, lalu ia menengok ke arahku, �Rauny adalah teman dekatku di panti.�Kehidupan di panti memang menyenangkan, tetapi semua itu tidak berlangsung lama.�Pada suatu malam saat kami sedang tidur, tiba-tiba terjadi kebakaran.�Kak Victor dan ayahnya mati-matian berusaha menyelamatkan kami.�Tetapi ketika sedang menyelamatkan Rauny yang tertinggal, ayah Kak Victor terperangkap oleh api.�Usaha Kak Victor untuk menolong mereka sia-sia, dan akhirnya mereka dianggap meninggal.�Kehidupan kami setelah terjadinya kebakaran itu sangat sulit, dan akhirnya kami terpencar.�Kak Victor sangat sedih, karena merasa tak mampu menggantikan ayahnya untuk merawat kami.�Akhirnya hanya aku-lah satu-satunya orang yang masih berada di sisi Kak Victor.�
�
�Apa penyebab kebakaran tersebut ?�
�
Helen hanya mengangkat bahu, �Entahlah.�Menurut polisi, akibat api lilin, tetapi mereka juga tidak yakin.�
�
Lalu aku mengalihkan pandanganku ke arah Victor yang sedang terbaring.
�
�Apa aku benar-benar �Rauny� yang dikenal oleh mereka ?
�
Kalau benar, berarti sebenarnya aku adalah anak yatim piatu...�
�
Tiba-tiba aku terkejut, karena melihat bibir Victor bergerak.
�
�He.. Helen !�
�
�Ada apa ?�
�
�Kakakmu, dia.. sepertinya dia mulai sadar !�
�
�Eh benarkah ?�, lalu Helen menengok ke arah Victor dan mengguncangkan tubuhnya, �Kak Victor, apakah benar kakak sudah sadar ?�Tolong, jawablah kak !�
�
Mendengar Helen, aku teringat akan kata-kata dokter.
�
�Helen, tenang dulu !�Kondisi kakakmu bisa tambah parah kalau kamu mengguncangkannya seperti itu.�
�
Helen tertegun sejenak.
�
�Maaf, kamu benar.�, lalu Helen menggeleng, �Padahal Kak Victor selalu memperingatiku, agar jangan mudah terbawa emosi.�Tetapi benarkah Kak Victor sudah sadar ?�
�
�Entahlah.�Tadi sepertinya bibirnya bergerak, seperti ingin mengucapkan sesuatu.�
�
Helen tersenyum sambil menghenyakkan tubuhnya ke kursi, �Kalau begitu, kakak pasti segera pulih.�
�
Aku terdiam, memperhatikan Helen.�Akhirnya aku bertanya, �Helen, apakah kamu sudah berbicara dengan dokter ?�
�
�Belum.�Memangnya kenapa ?�
�
�Menurut dokter, ada kemungkinan kakakmu..�, aku merasa berat untuk melanjutkan kalimatku, �..lumpuh seumur hidup.�
�
Bola mata Helen terbelalak akibat terkejut.
�
�A.. Apa ?�Apa katamu ?�, Helen memandangku dengan bingung, seakan salah dengar, �Kamu.. bilang apa, Rauny ?�
�
Aku tidak dapat menjawab, hanya menunduk.
�
�Kak Victor.. akan lumpuh.. seumur hidup ?�, lalu gadis itu menggelengkan kepalanya keras-keras, �Tidak mungkin, aku tak percaya !�
�
Helen bangkit berdiri dan kembali mengguncangkan tubuh Victor, �Kak Victor, kumohon sadarlah !�Tolong katakan padaku, kalau kakak tidak mungkin lumpuh !�KAK VICTOR !!�
�
Lalu tubuh Helen-pun roboh; Ia jatuh pingsan.
�
�
�
�Tenanglah, ia cuma pingsan karena shock.�Tak lama pasti akan sadar lagi.�
�
Aku menghela nafas lega, lalu duduk di samping Helen.�Saat ini kami berada di ruang dokter, dan Helen dibaringkan di sebuah bangku panjang.
�
�Oh ya dokter, lalu bagaimana keadaan Kak Victor ?�
�
�Victor ?�Oh, maksudmu pemuda yang telah menolongmu itu ?�, lalu dokter menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya, �Mungkin tadi kamu salah lihat.�Ia masih belum sadar kok.�
�
�Begitu ?�, aku menunduk dengan kecewa, �Padahal kuharap yang kulihat benar-benar nyata, tetapi ternyata hanya perasaanku saja.�
�
Dokter memperhatikanku sejenak, lalu berkata, �Nona Rauny, sebaiknya Anda pulang.�Kalau nanti pemuda itu sadar, kami akan segera memberi kabar pada Anda.�
�
�Te.. tetapi...�
�
�Anda tentunya tahu, orang yang mengalami koma tidak dapat diketahui kapan kesadarannya akan pulih.�Dan tidak mungkin Anda terus menerus menunggunya khan ?�Itu-pun jika kesadarannya pulih.�
�
Walau kesal, aku sadar bahwa apa yang dikatakan oleh dokter memang benar.�Akhirnya aku hanya bisa mengangguk.
�
�Tetapi setidaknya, ijinkan aku berada disini sampai Helen sadar.�
�
�Baiklah.�Tetapi maaf, aku masih harus bertugas lagi.�Tidak apa-apa khan, kalian kutinggal ?�
�
�Tidak apa-apa kok.�Terima kasih, dokter.�
�
Setelah itu, dokter tersebut keluar ruangan.�Di ruang itu, hanya tinggal aku bersama dengan Helen.�Entah mengapa, tiba-tiba saja aku merasa sangat mengantuk.�Perlahan mataku mulai terpejam...
�
�Rani, mengapa kamu mencelakakanku ?�
�
�Siapa ?�Siapa yang bicara itu ?�
�
�Padahal aku selalu menyayangimu.�Mengapa ?!�
�
�Aku tidak mengenalmu.�Siapakah kamu ?�
�
Tiba-tiba tubuhku terguncang dengan keras, �Rauny !�
�
Ketika melihat sekelilingku, aku sangat terkejut.�Saat ini aku berada di ambang jendela ruang dokter dan hendak melompat, sementara Helen menahan tubuhku dari belakang.
�
�Rauny, apa kamu mau bunuh diri ?!�
�
Mendengar kata-kata Helen, perlahan-lahan aku turun dari jendela, dan berpegangan pada sebuah meja yang terletak di dekat jendela.�Sekujur tubuhku terasa lemas.
�
�Kamu ini kenapa, Rauny ?�Kamu tahu, tadi aku kaget sekali ketika sadar, melihatmu sudah hampir melompat keluar jendela !�
�
Aku berusaha menenangkan hatiku dan mengatur nafasku.
�
�Maaf Helen, tetapi sebenarnya, aku juga tidak sadar apa yang barusan kulakukan.�
�
Helen tertegun, �Eh ?�Apa maksudmu ?�
�
Aku duduk di bangku tempat Helen tadi berbaring.
�
�Aku juga tidak mengerti apa yang terjadi, tetapi yang pasti, ada sesuatu yang aneh dalam diriku.�Kecelakaan tadi pagi juga kejadiannya mirip dengan yang barusan.�Seperti ada seseorang.. yang terus menerus berbicara di dalam pikiranku.�
�
Helen memandangku dengan takut, �He..hey, kamu bercanda khan ?�Aku paling tidak suka dengan hal-hal aneh seperti itu.�
�
�Sayangnya, ini adalah kenyataan.�, lalu aku menarik nafas panjang, �Helen, terima kasih kamu telah menolongku.�Dan maaf, kurasa lebih baik aku pulang ke rumah.�Mungkin juga aku terlalu lelah, seperti kata dokter.�
�
Helen mengangguk, �Kalau begitu, kita pulang sama-sama ya ?�
�
�Eh, bukankah kamu hendak mendampingi kakakmu ?�
�
�Setelah kupikir-pikir, Kak Victor tentunya tidak ingin aku terus menerus di sampingnya.�Selain itu, besok aku juga harus pergi ke sekolah.�
�
Aku-pun tersenyum.
�
�Tetapi Rauny, aku tetap yakin Kak Victor bisa pulih !�Kak Victor sangat kuat, tidak mungkin lumpuh hanya akibat kecelakaan seperti ini !�
�
�Ya, aku juga merasa demikian.�
�
�
�
�Balonku ada lima, rupa-rupa warnanya...�
�
Perlahan aku membuka mataku.�Di dalam kegelapan, terlihat bayangan seseorang yang sedang memangku kepalaku.�Ia berkata dengan lembut, �Tenang saja, aku tidak akan meninggalkanmu sendirian.�Kembalilah tidur..�
�
Mendengar kata-kata orang tersebut, entah mengapa perasaanku menjadi sangat tenang.�Aku-pun kembali memejamkan mata, sementara orang itu melanjutkan lagi lagunya...
�
�Merah, kuning, kelabu, hijau muda dan biru.
�
Meletus balon hijau� DHUAR !�Hatiku sangat...�, perlahan nyanyian itu tidak terdengar lagi, karena aku semakin lelap.
�
�Siapa orang itu ?�Mengapa aku merasa sangat rindu pada nyanyian itu ?�
�
Tiba-tiba aku merasakan panas yang teramat sangat dari dalam tubuhku; Seakan tubuhku terbakar.�Aku ingin menjerit, tetapi tidak ada suara yang keluar.�Dan di sekelilingku tiba-tiba muncullah api, sementara suara itu kembali terdengar, �Apa kamu kepanasan, Rani ?�Dulu aku juga mengalami hal yang sama.�Rasanya panas sekali, dan benar-benar menyakitkan !�Kenapa Rani, kenapa kamu melakukan �hal itu� padaku ?!�
�
Perlahan, terlihat sesosok tubuh berdiri di antara api yang menyala; Seperti seorang anak kecil.�Aku berusaha melihat wajahnya, dan sangat terkejut ketika berhasil melihatnya.�Anak itu adalah diriku, ketika masih kecil !�Dan, aku-pun terbangun.
�
�
�
Ketika hari sudah pagi, ibu terkejut melihatku sudah bangun.
�
�Tumben sekali, pagi ini kamu tidak telat bangun, Rauny.�Ada apa nih ?�
�
Dengan menggerutu aku berkata, �Bukannya mama sendiri yang minta supaya aku nggak telat bangun lagi ?�Kok sekarang ngomongnya gitu sich ?�
�
Ibuku hanya tersenyum, �Memang iya, cuma tetap aja rasanya aneh.�Tapi baguslah kalau kamu udah bisa bangun pagi.�
�
�Iya, iya.�, lalu aku mengambil tas sambil berkata, �Aku pergi dulu, Ma !�
�
Ketika sampai di persimpangan tempat terjadinya kecelakaan itu, aku meminggirkan sepedaku.
�
�Gimana keadaan Kak Victor ya ?�Apa sudah sadar ?�
�
Untuk sesaat, aku teringat kembali ketika tubuhku tidak dapat bergerak, sementara mobil van itu melaju dengan kecepatan tinggi ke arahku.
�
�Aku tidak tahu, apakah aku �Rauny� yang dikenal oleh mereka atau tidak, tetapi aku tetap berhutang nyawa kepada Kak Victor.�Aku ingin mengucapkan terima kasih, kalau ia sadar nanti.�
�
Tiba-tiba aku merasa suatu perasaan aneh.�Ketika melihat ke seberang jalan, terlihat seorang gadis sedang memperhatikanku; Yang benar-benar membuatku terkejut, wajah gadis itu sama denganku !�Ketika sadar bahwa aku melihatnya, ia segera memalingkan muka dan pergi.�Tetapi aku sempat melihat bahwa sisi kiri wajahnya ada bekas luka terbakar.�Aku berusaha mengejarnya, tetapi ia menghilang dengan cepat di antara orang-orang yang lalu lalang.
�Gadis itu.. berwajah sama denganku.�Tetapi ia bukan aku; Wajah kirinya terbakar.
Siapa dia sebenarnya ?�
�Begitulah.�Bagaimana pendapatmu, Mira ?�
Aku baru saja selesai menceritakan kejadian pagi tadi kepada Mira.�Mira memandangku sambil bertanya, �Apa kamu punya kembaran ?�
�Eh, kembaran ?�Entahlah.�Kamu khan tahu, kalau aku amnesia.�Tetapi...�, Tiba-tiba aku teringat akan sesuatu secara samar; Mengenai seorang gadis kecil yang selalu bersamaku, dan selalu memanggilku, �Rani...�
�Rauny, hey Rauny, apa kamu baik-baik saja ?�Kok kamu tiba-tiba bengong ?�
�A.. ah, Mira ?�, lalu aku tersenyum, �Yah, mungkin juga dulu aku punya kembaran.�Tadi tiba-tiba saja aku sedikit teringat sesuatu.�
�Oh ya ?�Baguslah kalau kamu mulai bisa mengingat masa lalumu.�
Mendengar kata-kata Mira, aku hanya terdiam.
�
�Mungkin memang bagus.�Tetapi entah mengapa, aku selalu merasa... lebih baik jika aku tetap tidak ingat apapun mengenai masa laluku.�
�
Tiba-tiba bel sekolah berdering.
�
�
�
Ketika pulang sekolah, aku berencana untuk kembali mengunjungi Rumah Sakit Umum Pusat.
�
�Rauny, tunggu !�
�
Aku menengok; Ternyata Mira berlari menyusulku.
�
�Apa kamu ingin menjenguk laki-laki itu lagi ?�
�
�Iya.�Kenapa ?�
�
�Boleh khan aku menemanimu ?�Kemarin kita hanya menunggu di luar, jadi aku tidak sempat melihat penolongmu itu.�Juga, aku ingin bilang pada adiknya, kalau kamu sebenarnya tidak bersalah !�
�
Aku tersenyum, �Terima kasih, Mira.�Aku senang sekali kamu mau menemaniku.�
�
Dan kami-pun bersama-sama pergi.�Ketika kami masuk ke kamar tempat Victor dirawat, ternyata Helen sudah ada disana.
�
�Helen, cepat sekali kamu datang.�
�
�Oh, rupanya kamu Rauny.�
�
�Keebtulan kali ini ada temanku yang ikut.�Perkenalkan, ini...�, kata-kataku terputus, karena wajah Mira tampak terkejut melihat Helen.
�
�Kamu.. Helen ?�, tanya Mira.
�
Helen juga terkejut, �Mira ?�Benarkah ini kamu ?�
�
Aku hanya terdiam karena bingung.
�
�Apa mereka sudah saling kenal ?�
�
�Ini.. benar-benar keajaiban !�Tak kusangka, akibat kecelakaan ini, kita bisa berkumpul lagi.�
�
Tiba-tiba Mira menyadari sesuatu, �Tu.. tunggu !�Kalau begitu, berarti yang kecelakaan itu...�
�
Helen mengangguk dengan sedih, �Iya, yang mengalami kecelakaan itu Kak Victor.�
�
Wajah Mira langsung berubah pucat.�Ia segera melihat ke arah Victor yang sedang terbaring di ranjang.
�
�Kak Victor, tak kusangka kita bertemu lagi dalam keadaan seperti ini.�
�
Aku yang dari tadi hanya memperhatikan mereka, akhirnya memutuskan untuk membuka mulut.
�
�Helen, apakah Mira juga sebenarnya.. anak dari panti asuhan milik ayah Kak Victor ?�
�
Untuk sesaat, Helen memandangku dengan bingung.�Lalu ia menarik nafas.
�
�Oh ya aku lupa, kamu mengalami amnesia.�Memang benar.�, lalu ia menengok ke arah Mira, �Tetapi Mira, kamu seharusnya membantu Rauny untuk mengingat kembali masa lalunya dong !�
�
Mira memandang Helen dengan bingung, �Eh, apa maksudmu ?�
�
�Rauny mengalami amnesia akibat kebakaran waktu itu.�
�
Wajah Mira semakin tampak kebingungan, �A..aku.. benar-benar tak mengerti maksudmu, Helen.�
�
�Ya ampun, Mira !�Itu lho, kebakaran yang menghancurkan panti asuhan kita !�Padahal waktu itu, kupikir Rauny sudah meninggal di tengah kobaran api, tetapi untung dia masih selamat.�
�
�Tu.. tunggu !�Rauny.. di tengah kobaran api ?�Apa kamu tidak salah, Helen ?�
�
Mendengar kata-kata Mira, giliran Helen yang bingung, �Eh ?�Salah apanya ?!�
�
�Bukankah yang waktu itu meninggal di tengah kobaran api adalah Rani ?�
�
DEG !�Aku sangat terkejut ketika nama itu disebut oleh Mira.�Tetapi sebelum ada yang kembali membuka mulut, tiba-tiba terdengar sebuah suara dari arah ranjang.�Sepertinya Victor sudah mulai sadar !
�
�Kak Victor !�, Helen segera mendekat ke arah Victor.
�
Lalu ia menengok ke arah Mira sambil berkata, �Nanti saja kita lanjutkan percakapan ini.�Sekarang lebih baik kita memanggil dokter.�, lalu ia berpaling padaku, �Rauny, tolong jaga kakak ya ?�
�
Aku mengangguk, dan mereka-pun berlari keluar kamar.
�
�
�
Aku memandang ke arah Victor dengan setengah termenung.
�
�Rani.. lagi-lagi aku mendengar nama itu.�Siapa dia sebenarnya ?�
�
Tiba-tiba mata Victor terbuka, dan ia melihat ke arahku.�Bibirnya bergerak-gerak seakan hendak mengatakan sesuatu.�Maka aku-pun mendekatkan telingaku ke bibirnya.
�
�Ka..mu...�
�
�Aku Rauny, orang yang telah kakak tolong.�
�
Victor menggeleng dengan lemah, �Kamu.. Ra..ni...�
�
Aku terkejut ketika mendengar nama itu lagi.�Aku memperhatikan Victor selama beberapa saat, lalu mencoba mendekatkan telingaku ke bibirnya lagi.
�
�Rani, mengapa kamu berusaha melupakan keberadaanku ?!�
�
Kali ini aku terpekik dan melompat mundur; Suara itu bukanlah suara Victor, melainkan suara yang selalu kudengar dalam pikiranku.�Dan ketika melihat ke arah ranjang, yang kulihat sedang terbaring di sana bukanlah Victor, melainkan gadis yang berwajah sama denganku, yang kulihat di jalan pagi tadi !�Dengan sisi kiri wajahnya bekas terbakar, gadis itu menatapku dengan sangat tajam; Seakan marah bercampur rasa sedih menjadi satu dalam tatapannya itu.
�
�Siapa.. siapa kamu sebenarnya ?!�, suaraku berubah menjadi jeritan ketika menanyakan itu.
�
Akhirnya aku berlari keluar kamar.�Tepat ketika aku membuka pintu, aku menabrak seseorang, yang rupanya Helen yang baru kembali dari memanggil dokter.
�
�Hey Rauny, ada apa ?�
�
Aku memandang Helen sekilas, lalu beralih ke Mira.�Untuk sesaat, aku kembali teringat kata-kata Mira, �Bukankah yang waktu itu meninggal di tengah kobaran api adalah Rani ?�
�
Aku menggelengkan kepala keras-keras, lalu berlari meninggalkan mereka.
�
�
�
Keluar dari rumah sakit, aku terus saja berlari; Seakan ada sesuatu yang memaksa kakiku untuk terus berlari, walau aku tidak tahu pergi ke arah mana.�Ketika berhenti, ternyata aku sudah berada di sebuah bekas gudang yang terbakar, yang terletak di sebuah tanah kosong yang luas.
�
�Aneh !�Aku belum pernah datang ke sini, tetapi mengapa aku merasa mengetahui tempat ini ?
�
Selain itu.. mengapa aku merasa sangat takut ?�
�
Perlahan aku berjalan di antara reruntuhan gudang, sambil berusaha mencari sesuatu yang mungkin masih tersisa dari kebakaran.�Semakin jauh aku melangkah, semakin keras getaran pada diriku.
�
�Apa lebih baik aku pergi saja ?�Tempat ini.. benar-benar menakutkan !�
�
Baru saja aku berbalik hendak pergi, ketika tiba-tiba sebuah kilauan di antara puing-puing menarik perhatianku.�Aku-pun mendekat, dan ternyata kilauan tersebut akibat pantulan cahaya dari sebuah liontin yang tergeletak di tanah.�Ketika melihat liontin itu, tiba-tiba saja kepalaku terasa sakit luar biasa.�Aku jatuh terduduk, lalu memegang kepalaku, dan berusaha untuk menahan rasa sakit itu.�Setelah berhasil, aku kembali memandang liontin tersebut.
�
�Liontin apakah itu ?�Mengapa kepalaku tiba-tiba terasa sakit.. setelah melihatnya ?�
�
Dengan tangan gemetar, aku mengambil liontin tersebut.�Setelah memperhatikannya dari dekat, aku baru menyadari ternyata ada sebuah ukiran yang sangat indah yang menghias permukaan liontin itu; Ukiran seorang malaikat yang memegang tongkat, dengan sayap sebelah.�Kemudian aku menyadari ada sebuah tuas kecil pada bagian pinggir liontin itu, dan aku menekannya.�Liontin itu terbuka, dan pada bagian dalamnya, terdapat sebuah foto yang sangat kuno.�Ketika melihat foto itu, aku sangat terkejut; Itu adalah foto diriku ketika masih kecil, bersama dengan seorang gadis kecil lain yang berwajah sama persis dengan diriku !
�
�
�
Seketika itu pula, kepalaku terasa mau pecah.�Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit, ingatan akan masa laluku mulai kembali.
�
�Rani, main sama-sama yuk ?�
�
�Tenang saja, aku akan selalu bersamamu, Rani.�
�
�Aku takkan membiarkan kamu sendirian, karena kamu adik kembar yang paling kusayangi.�
�
Dengan terhuyung-huyung, aku berusaha mencari pegangan agar tubuhku tidak terjatuh.
�
�Adik.. kembar ?�Aku.. Rani, dan aku.. adik kembar.. Rauny ?
�
Tidak mungkin !�Tetapi...�
�
Akhirnya aku hanya terduduk lemas di antara reruntuhan gudang tersebut.�Ingatanku akan apa yang terjadi di bekas gudang yang terbakar ini sudah kembali, dan aku hanya bisa menutup wajahku.
�
Walau aku dan Rauny saudara kembar, tetapi sifat kami sangat berbeda, bagai langit dengan bumi.�Rauny yang lincah dan selalu penuh semangat, sedangkan aku sangat pemalu dan tertutup.�Aku selalu berpikir, andai aku bisa seperti Rauny.�Lincah, ceria, dan disukai oleh teman-teman.�Dan tanpa kusadari, akhirnya tumbuh rasa iri yang tak dapat kutahan.�Aku menjadi bertanya-tanya, mengapa hanya Rauny yang disukai, padahal kami anak kembar ?!
�
Pada suatu hari, ketika sedang main sendirian seperti biasa, aku menemukan sebuah gudang yang tidak terpakai, yang terletak tak jauh dari tempat tinggal kami.�Saat itu timbul sebuah idea dalam benakku, bagaimana jika aku mengurung Rauny dalam gudang ini, sementara aku menjadi Rauny selama sehari saja.�Ya, aku ingin sekali bisa bermain bersama teman yang lain, walau harus menjadi orang lain !
�
Dan aku-pun mengajak Rauny ke gudang ini.�Dengan mengatakan ada suara-suara aneh dari dalam gudang, sementara aku takut mencari tahu, aku minta Rauny untuk masuk.�Tetapi Rauny minta agar aku menemaninya, karena katanya ia juga takut.�Dengan terpaksa, aku menemaninya, lalu kami-pun bersama-sama masuk.
�Kalau saja waktu itu aku tidak ikut masuk bersamanya...�
Ketika aku hendak melarikan diri, Rauny tahu akan rencanaku.�Kami-pun berkelahi di dalam gudang, dan lilin yang dipegang oleh Rauny terjatuh !�Api mulai berkobar, dan Rauny terjebak di tengah api.�Aku mencoba untuk menolongnya, tetapi tidak bisa.�Lalu aku berusaha mencari bantuan, tetapi begitu aku keluar dari gudang, gudang tersebut meledak.�Aku hanya bisa terduduk lemas, sampai Kak Victor dan ayahnya datang.�Aku benar-benar ketakutan, sehingga ketika Kak Victor bertanya, aku hanya bisa menjawab, Rani terjebak di dalam gudang.�Dan aku tak pernah berani mengaku, bahwa aku adalah Rani yang asli.
�Rauny, maafkan aku...�
Tiba-tiba terdengar suara, �Akhirnya kamu kembali ingat padaku, Rani.�
Aku terkejut dan menengok; Gadis berwajah sama denganku, dengan sisi kiri wajahnya bekas terbakar, sedang memandang ke arahku.
�Rauny !�Jadi kamu.. masih hidup ?�Kamu selamat dari kebakaran itu ?�Kenapa kamu tidak pernah muncul lagi dihadapan kami ?�
Rauny memandangku dalam-dalam selama beberapa saat, lalu berkata, �Sepertinya, kamu belum ingat seluruhnya.�Aku memang selamat dari kebakaran di gudang ini.�Itu sebabnya pada hari itu, aku mendatangimu di panti asuhan untuk menanyakan mengapa kamu melakukan hal itu padaku.�Tetapi kamu malah berkata kalau kamu adalah Rauny, dan kamu tidak mengenalku.�Akhirnya kejadian itu kembali terulang; Kita bertengkar, dan lilin terjatuh sehingga panti terbakar.�Aku... meninggal dalam kebakaran yang kedua itu.�
�
�Kamu.. benar-benar sudah meninggal ?�Lalu..�, tanpa kusadari, sekujur tubuhku gemetar, �.. kenapa kamu bisa ada dihadapanku ?!�
�
Rauny tidak menjawab, tetapi ia berjalan mendekat ke arahku.
�
�Ti.. tidak, jangan mendekat !�
�
Aku terus berjalan mundur, sementara Rauny tetap mendekatiku.�Akhirnya kakiku tersandung dan aku terjatuh.�Dan Rauny juga terjatuh ke atas tubuhku.�Pada saat itulah, tubuh Rauny hancur, dan tinggal tulang belulang saja !�Aku menjerit, lalu segalanya menjadi gelap...
�
�
�
Beberapa hari kemudian
�
Di taman rumah sakit tempat Victor dirawat, terlihat Helen sedang mendorong kursi roda dimana Victor sedang duduk, sementara Mira berjalan di samping mereka.�Kicau burung membuat suasana taman itu terasa sangat nyaman.�Sebuah tiupan angin menyebabkan Helen memalingkan wajahnya.�Pada saat itulah terlihat olehnya, tak jauh dari mereka, ada seorang suster yang sedang memberikan sebuah balon berwarna hijau kepada seorang anak kecil yang sedang duduk di bangku taman.�Melihat itu, Helen-pun tersenyum.
�
�Kak Victor, apa kakak masih ingat, dulu ketika kami masih kecil, kakak sering menyanyikan lagu Balonku sebagai lagu pengantar tidur kami ?�
�
Victor juga melihat ke arah anak laki-laki yang sedang memegang balon tersebut.�Lalu ia menghela nafas panjang.
�
�Ya, aku masih ingat.�Mungkin kalian tidak tahu, tetapi lagu itu mempunyai arti penting bagiku.�
�
�Eh ?�, baik Helen maupun Mira sama-sama terkejut, �Maksud kakak ?�
�
�Apa kalian masih ingat, balon itu berwarna apa saja ?�
�
Sambil menaruh jarinya di bibir, Mira berusaha mengingat.
�
�Kalau tidak salah, warnanya antara lain merah, kuning, hijau, biru, ungu...�
�
Dengan cepat Helen protes, �Yang terakhir salah !�Itu kelabu.�
�
�Ya begitulah.�Helen, kamu yang selalu penuh semangat, aktif dan suka berolahraga, sama seperti balon berwarna merah yang dinamis.�Lalu Mira yang sabar dan penuh pengertian, seperti balon berwarna biru.�
�
Mendengar itu, Helen dan Mira saling berpandangan.�Sementara Victor melanjutkan.
�
�Lukas yang aneh dan misterius, seperti balon berwarna abu-abu yang sulit ditebak.�Rauny yang lincah, ceria dan penuh kehangatan, seperti balon berwarna kuning.�Lalu terakhir...�, untuk sesaat, Victor terdiam.
�
Mira langsung bertanya, �Berarti, Rani dilambangkan dengan warna hijau ?�
�
Victor mengangguk.
�
�Benar.�Rani yang penyendiri dan juga pencemburu, dilambangkan dengan balon hijau.�Dan kalian pasti ingat, balon berwarna hijau-lah yang meletus.�
�
�I.. iya, sepertinya begitu.�
�
�Dalam ledakan di gudang yang terletak tak jauh dari tempat kita tinggal, Rani terperangkap di dalamnya.�Mungkin kalian sudah lupa, karena kalian masih kecil.�Itulah sebabnya, aku selalu menyanyikan lagu Balonku dengan perasaan sedih, karena lirik dalam lagu tersebut selalu mengingatkanku akan Rani yang telah meninggal.�
�
Victor terdiam sesaat, dan hanya suara angin yang terdengar.
�
�Tetapi akhirnya aku sadar, bahwa aku salah.�
�
�Eh ?�, Baik Helen maupun Mira kembali terkejut.
�
�Yang meninggal dalam ledakan itu, sebenarnya adalah Rauny, dan �Rauny� yang selama ini kita kenal, sebenarnya adalah Rani.�
�
Mira melangkah mundur sambil menutup mulutnya, �Ti.. tidak mungkin !�
�
�Mungkin Rani merasa bersalah, dan karena takut, ia mengaku sebagai Rauny.�Aku mengetahuinya secara tidak sengaja; Ketika hendak memanggil Rauny pada suatu hari, aku melihat �Rauny� sedang duduk menyendiri di kamarnya, melihat keluar jendela.�Itu adalah kebiasaan Rani, tidak mungkin Rauny yang selalu ceria tiba-tiba menjadi pemurung seperti itu.�Karena curiga, maka aku kembali memeriksa tempat terjadinya ledakan itu.�Dan aku semakin yakin, setelah melihat sebuah liontin yang biasa dipakai Rauny, berada di antara reruntuhan.�
�Ja.. jadi, Rauny temanku itu...�, Mira tidak dapat melanjutkan kata-katanya.
Victor menarik nafas dalam-dalam, �Mungkin, aku salah telah membiarkan Rani menjadi �Rauny�.�Sekarang, semuanya sudah terlambat.�
Sementara itu, di sebuah ruangan kecil yang tertutup rapat, aku sedang duduk di pojok ruangan.�Kepalaku terasa pusing, dan suara-suara asing terdengar bergantian dalam pikiranku.
�Aku.. Rani.�, lalu aku menggeleng keras-keras, �Bukan, bukan !�Aku adalah Rauny !�
Lalu aku berkata lagi, �Tetapi Rauny sudah mati.�Berarti aku Rani khan ?�
Untuk kedua kalinya aku menggeleng, dan berkata, �Aku Rauny !�Siapa ituRani ? !�
Entah mengapa, aku merasa sangat lelah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar