KITAB BUDHA
mjbookmaker by:
http://jowo.jw.lt
1. [11] Aku pergi untuk berlindung pada Buddha (Yang Tercerahkan), aku pergi untuk berlindung pada Dhamma (Ide Yang Benar/Kebenaran), aku pergi untuk berlindung pada Sangha (Komunitas/Pesamuan): pernyataan pergi berlindung ini merupakan awal mula dari [Kitab-kitab] Minor. Sekarang, dengan tujuan untuk mengungkapkan, menjelaskan secara rinci, dan menunjukkan artinya dengan cara memberikan komentar tentang [Kitab-kitab] Minor yang menjelaskan arti tertinggi (paramattha-jotika) maka hal ini diucapkan:
2. Hormatku pertama-tama pada Tiratana
Yang harus dihormati paling tinggi.
Kemudian akan kubuat syair komentar
Di dalam Kitab-kitab Minor tertentu juga. 1
Walaupun kedalaman Kitab-kitab itu membuat
Pekerjaan menjadi luar biasa sulit
Bagi manusia seperti diriku yang bukan
Seorang pemberi Ajaran, 2
Namun sampai kini tidak kita dapati putusnya
Penjelasan Guru-guru terdahulu, 3
Demikian juga belum kita lupakan
Ajaran berunsur-sembilan dari Sang Guru.
Jadi akan kukerjakan karya ini
Berkat penjelasan Para Sesepuh
Yang kutahu merupakan penopangku juga,
Selain Ajaran [Sang Guru].
Semoga kecintaan pada Kebenaran menjadi motifku,
Bukan karena menginginkan pujian diri,
Bukan pula bertujuan untuk mencela dan menyalahkan lainnya:
Maka, dengarkanlah, dengan seksama
3. Di sini, karena dikatakan [di atas] 'Baru kemudian akan kubuat syair komentar di dalam Kitab-kitab Minor tertentu juga', maka komentar akan saya buat setelah pertama-tama mendefinisikan apa [Kitab-kitab] minor ini.
4. '[Kitab-kitab] Minor' (Khuddakani) adalah bagian dari Koleksi Minor (Khuddaka-Nikaya). 'Lima Koleksi' itu adalah :
Digha, Majjhima, Samyutta,
Anguttara dan Khuddaka;
Lima koleksi ini memiliki kedalaman luar biasa
Di dalam ide dan maknanya juga
5. [12] Di sini, 34 Rangkaian Khotbah (Sutta) yang bermula dengan Brahmajala Sutta merupakan Koleksi Panjang (Digha-Nikaya), 152 Rangkaian Khotbah yang bermula dengan Mulapariyaya Sutta merupakan Koleksi Sedang (Majjhima-Nikaya), 7762 Rangkaian Khotbah yang bermula dengan Oghatarana Sutta merupakan koleksi Campuran (Samyutta-Nikaya), 9557 Rangkaian Khotbah yang bermula dengan Cittapariyadana Sutta merupakan Koleksi Bernomor (Angutara-Nikaya), sedangkan Koleksi Minor (Khuddaka-Nikaya), terdiri dari khotbah-khotbah lainnya dari Yang tercerahkan (Sang Buddha), yang tidak tercakup di dalam 4 Koleksi itu. Yang dimaksudkan yakni: Bacaan Minor (Khuddakapatha), Syair-syair Dhamma (Dhammapada), Khotbah Inspirasi (Udana), Ungkapan-ungkapan (Itivuttaka), Bab tentang Rangkaian Khotbah (Suttanipata), Kisah-kisah Istana Surgawi (Vimanavattu), Kisah-kisah Makhluk Halus dari Yang Telah Meninggal (Petavatthu), Syair Inspirasi Para Bhikkhu (Theragatha), Syair Inspirasi Para Bhikkhuni (Therigatha), Kisah-kisah Kelahiran (Jataka), Kitab Penjelasan (Niddesa), Jalan Pembeda (Patisambhidamagga), Legenda (Apadana), Dinasti Para Buddha (Buddhavamsa), Kitab tentang Perilaku yang Baik (Cariyapitaka), dan juga Kitab tentang Disiplin (Vinaya-pitaka), serta Kitab tentang Kebenaran yang mendalam/Ide-ide dasar (Abhidhamma-pitaka). 4
6. Mengapa disebut Koleksi Minor? Karena ini merupakan kumpulan dan tempat bagi banyak cabang minor dari Kebenaraan/Ide yang Benar (Dhamma), karena apa yang merupakan kumpulan dan tempat disebut 'koleksi' (nikaya). Secara tata bahasa, hal ini terbentuk sesuai dengan dua hal: sesuai dengan apa yang dikatakan di dalam Ajaran, yaitu, 'Para bhikkhu, tidak kulihat satu koleksi (nikaya) tunggal yang amat bervariasi seperti halnya koleksi binatang (S.iii. 152), dan sesuai dengan apa yang dikatakan di dalam dunia [non-Buddhis], yaitu 'Ponikinikayo Cikkhallikayo'. 5
7. Salah satu bagian dari Koleksi Minor ini (Khuddaka-Nikaya) adalah [Kitab-kitab] Minor ini (Khuddakani), yang tercakup di dalam Kitab Rangkaian Khotbah (Suttanta-Pitaka), dan di sini artinya akan diungkapkan, dijelaskan secara rinci dan ditunjukkan. Dari [Kitab-kitab] Minor ini, Kitab Bacaan Minor (Khuddakapatha) merupakan awal yang memiliki 9 komponen, yaitu: Perlindungan, Peraturan Pelatihan, Aspek Berunsur Tiga Puluh Dua, Pertanyaan Si Anak Lelaki, Berkah Tertinggi (Pertanda Baik), Permata, Di Luar Dinding, Simpanan-Harta-Karun, dan Cinta Kasih. Tetapi kitab ini merupakan awal yang sesuai dengan 'jalur' untuk [urutan seri dari] pengulangan [Tipitaka] yang disusun oleh sederetan guru [terdahulu], dan bukan menurut apa yang diucapkan pertama kali oleh Sang Buddha.
8. Inilah [apa yang sebenarnya dikatakan pertama kali]:
'Mencari namun tidak menemukan Pembangun Rumah
'Aku berkelana menelusuri lingkaran kelahiran nan tak terhitung banyaknya:
'Betapa menyakitkan kelahiran terus menerus!
'[13] Wahai Pembangun Rumah, sekarang engkau telah terlihat;
'Kau tidak akan membangun rumah lagi.
'Kasaumu telah patah;
'Tiang bubunganmu pun telah hancur.
'Pikiranku sekarang telah mencapai Yang Tak Terkondisi
'Dan mencapai akhir dari segala jenis nafsu keinginan'
(Dh. 153-4).
Sepasang bait ini merupakan awal mula seluruh Khotbah Yang Tercerahkan; tetapi dikatakan hanya di dalam pikiran tanpa ungkapan lisan. 6 Dan bait berikut ini merupakan awal dari apa yang diungkapkan Sang Buddha lewat kata-kata:
'Ketika hal-hal telah sepenuhnya terwujud
'Bagi brahmana yang tekun dan serius, 7
'Semua keraguan pun lenyap; karena dia tahu
'Bahwa setiap hal pastilah ada penyebabnya'
(Vin. 1,2; Ud.1).
*****
BAGIAN II - TIGA PERLINDUNGAN
(Saranattayam)
9. Demikianlah akan saya mulai penjelasan mengenai isinya, dimulai dari permulaan kitab Bacaan Minor ini dengan 9 komponennya. Dan inilah awal mulanya:
Buddham saranam gacchami. Dhammam saranam gacchami. Sangham saranam gacchami. [Dutiyam pi ... Tatiyam pi ... gacchami.] 'Aku pergi untuk berlindung pada Buddha. Aku pergi untuk berlindung pada Dhamma. Aku pergi untuk berlindung pada Sangha. [Untuk kedua kalinya ... Untuk ketiga kalinya ...]
10. Beginilah urutan cara mengomentarinya:
Oleh siapa, di mana, kapan, dan mengapa,
Tiga Perlindungan ini diucapkan? Mengapa
Di sini dinyatakan demikian pada awalnya
Walaupun telah ada kata-kata lain sebelumnya?
Nah, sesudah dijelaskan dengan baik secara demikian
Tentang Sumbernya, maka kemudian harus
Diberitahukan cara yang benar untuk mengetahui
'Buddha', 'Yang Pergi', dan 'Pergi untuk Berlindung'.
Ada pelanggaran atau tidak, buahnya akan muncul,
'Harus pergi pada apa' kami beritahukan juga.
Dan untuk dua hal lainnya juga
Dipakai cara yang sama.
Alasan harus diberikan mengapa hal-hal ini
Ditunjukkan dengan urutan seperti itu.
Terakhir, Tiga Perlindungan juga
Harus dijelaskan lewat perumpamaan.
11. Di sini, tentang bait pertama sebagai awalnya: ada 5 pertanyaan, yaitu, (1) Oleh siapa Tiga Perlindungan ini diucapkan? (2) Di mana diucapkan? (3) Kapan diucapkan? (4) Mengapa [14] diucapkan? Dan (5) Mengapa kata-kata itu - walaupun itu bukan [kata-kata] yang diucapkan oleh Yang Tercerahkan pada permulaannya (lihat � 8) - disebutkan pada bagian awal disini? Jawaban-jawabannya adalah sebagai berikut.
12. (1) Oleh siapa diucapkan? Kata-kata ini diucapkan oleh Sang Buddha, bukan oleh siswa Beliau, bukan pula oleh para petapa, juga bukan oleh para dewa.
13. (2) Di mana? Di Benares, di Taman Rusa di Isipatana.
14. (3) Kapan? Ketika 61 Arahat ditugaskan untuk mengajarkan Dhamma di dunia demi manfaat banyak orang, setelah Yang Mulia Yasa, bersama teman-temannya, mencapai tingkat Arahat (lihat Vin. i. 20).
15. (4) Mengapa? Dengan tujuan menjalani Pergi ke Kehidupan Tak-berumah dan dengan tujuan memberikan Pentahbisan Penuh sebagaimana dikatakan: 'Dan para bhikkhu, dia harus diberi kesempatan menjalani Pergi ke Kehidupan Tak-berumah dan diberi Pentahbisan Penuh demikian: pertama-tama, sesudah mencukur rambut dan jenggotnya, dia harus diberi jubah kuning, dan kemudian setelah menyuruhnya mengatur jubah atasnya di satu bahu, dia harus memberi hormat di kaki para bhikkhu, dan kemudian setelah menyuruhnya duduk di tumitnya dengan tangan dirangkapkan, dia harus diberitahu: "Katakan demikian: Aku pergi untuk berlindung pada Buddha, aku pergi untuk berlindung pada Dhamma, aku pergi untuk berlindung pada Sangha." ' (Vin. i. 22).
16. Mengapa di sini dinyatakan demikian pada awalnya? Hal itu dapat dipahami demikian: Karena inilah jalan yang diikuti para dewa dan manusia ketika memasuki Ajaran, baik bagi umat awam atau bagi mereka yang meninggalkan kehidupan berumah-tangga. Dengan demikian, karena ini menjadi jalan masuk ke dalam Ajaran, maka di sini dinyatakan pada awalnya di dalam Bacaan Minor oleh para Guru Terdahulu, dimana mereka mencakupkan Ajaran Berfaktor Sembilan 8 Sang Guru ke dalam tiga Pitaka.
Sumbernya [sekarang] telah 'dijelaskan dengan baik'.
17. Dikatakan juga: 'maka kemudian harus diberitahukan cara yang benar untuk mengetahui "Buddha", "Yang Pergi", dan "Pergi untuk Berlindung" '.
Di sini, [kata] Buddha (Yang Tercerahkan) adalah istilah untuk membedakan makhluk-makhuk. Bisa dengan penjelasan yang berasal dari kesinambungan [lima] kategori yang diperkuat dengan tercapainya pembebasan tertinggi - yang merupakan tanda bagi pengetahuan tak-terbatas tentang semua ide - , atau bisa juga dengan penjelasan yang berasal dari pencapaian [empat] Kebenaran yang merupakan landasan bagi pengetahuan yang maha tinggi, 9 sebagaimana yang dikatakan: '"Buddha": Beliau adalah Yang Terberkati, yang melalui usahanya sendiri, tanpa guru dalam ide-ide yang belum pernah didengar sebelumnya, menemukan sendiri Kebenaran-kebenaran itu dan mencapai kemaha-tahuan di dalamnya serta penguasaan atas semua kekuatan' (Nd.i. 143; Ps. I. 174). Pertama-tama, inilah penjelasan [kata] 'Buddha' mengenai artinya.
18. Sekarang mengenai frasanya harus dipahami lewat cara yang bermula dengan 'Beliau adalah penemu (bujjhita), maka Beliau tercerahkan (buddha); Beliau adalah pencerah (bodheta), maka Beliau tercerahkan', dan demikian dikatakan 'Buddha: buddha dalam arti apa? Beliau adalah penemu (bujjhita) Kebenaran-kebenaran, maka beliau tercerahkan (buddha). Beliau adalah pencerah (bodheta) generasi itu, maka Beliau tercerahkan. Beliau tercerahkan lewat kemaha-tahuan, tercerahkan dengan melihat segalanya, tercerahkan tanpa dibimbing oleh yang lain, tercerahkan karena [15] pengembangan; 10 karena telah melenyapkan noda-noda, Beliau disebut tercerahkan; karena kebal dari kekotoran batin, 11 Beliau disebut tercerahkan; Beliau benar-benar tidak memiliki nafsu, maka Beliau tercerahkan; Beliau benar-benar tidak memiliki kebencian, maka Beliau tercerahkan; Beliau benar-benar tidak memiliki kebodohan, maka Beliau tercerahkan; Beliau benar-benar tanpa kekotoran batin, maka Beliau tercerahkan; Beliau telah menapak pada jalan yang menuju hanya ke satu arah, 12 maka Beliau tercerahkan; Beliau sendiri menemukan pencerahan sempurna yang tak ada bandingnya, maka Beliau tercerahkan; Beliau tercerahkan karena telah menghilangkan tanpa-penemuan (abuddhi) dan mencapai penemuan (buddhi). Buddha: ini bukanlah nama yang diberikan oleh seorang ibu, diberikan oleh seorang ayah, [diberikan oleh saudara laki, oleh saudara perempuan, oleh teman dan kelompoknya, oleh sanak saudara dan handai taulan, oleh para bhikkhu dan brahmana, 13 oleh para dewa]; [nama] "Buddha" ini, yang menunjukkan pembebasan akhir, merupakan gambaran realistis 14 tentang Orang-orang Yang Tercerahkan, Yang Terberkati, bersama dengan pencapaian pengetahuan luar biasa di akar [pohon] pencerahan' (Ps. I. 174; Nd. I. 457 dst.).
19. Mengenai kutipan, [penggunaan bahasa tengah yang aktif] 'Beliau adalah penemu Kebenaran-kebenaran, maka Beliau tercerahkan (bujjhita saccani ti buddho)', dinyatakan dengan cara yang sama seperti di dunia [di luar Ajaran] 'orang yang turun ke dalam (yang memahami)' (avaganta) disebut orang 'yang diturunkan (telah paham)' (avagato), dan di dalam [penggunaan bentuk kausatif] 'dia adalah pencerah generasi, maka dia tercerahkan' (bodheta pajaya ti buddho) dinyatakan sebagaimana halnya [di dunia di luar Ajaran] 'angin yang-mengeringkan-daun' (pannasosa vata) disebut 'daun-kering' (pannasusa). 15
20. 'Beliau tercerahkan lewat kemaha-tahuan': apa yang dimaksudkan adalah bahwa Beliau tercerahkan lewat penemuan (buddhi) yang mampu menemukan (bujjhana) semua ide. 'Tercerahkan dengan melihat segalanya'; yang dimaksudkan adalah bahwa Beliau tercerahkan lewat penemuan yang mampu menyebabkan penemuan (boddana) semua ide. 'Tercerahkan tanpa dibimbing oleh yang lain': yang dimaksudkan adalah bahwa Beliau tercerahkan karena pencerahannya adalah lewat dirinya sendiri, tidak disebabkan oleh yang lain. 'Tercerahkan karena pengembangan' (visavita): yang dimaksudkan adalah bahwa Beliau tercerahkan karena menunjukkan (visavana) 16 sifat-sifat khusus yang beraneka ragam dalam pengertian yang membuka seperti bunga teratai. 'Tercerahkan karena Beliau dianggap telah melenyapkan noda-noda', dsb.: yang dimaksud adalah bahwa Beliau tercerahkan karena Beliau disadarkan (vibuddha) oleh habisnya tidur yang disebabkan oleh kekotoran batin, bagaikan orang yang dibangunkan sesudah lelah tidur karena telah meninggalkan sebab-sebab yang membatasi pengetahuan. 17 'Beliau telah menapak pada jalan yang menuju hanya ke satu arah': ini dikatakan untuk menunjukkan bahwa Beliau disebut 'Tercerahkan' (buddha) karena Beliau telah berjalan (gata) pada jalan yang menuju hanya ke satu arah saja [yaitu, ke tujuan], karena [akar-akar verbal dengan] pengertian tentang 'bepergian' (gamana) lewat penggunaan perumpamaan juga memiliki arti 'menemukan' (bujjhana), sebagimana orang disebut 'telah menapak' (gata) ketika dia telah berjalan (gata) pada sebuah jalan. 'Beliau sendiri menemukan pencerahan sempurna yang tak ada bandingnya': yang dimaksudkan adalah bahwa Beliau tercerahkan bukan karena dicerahkan oleh orang lain. Beliau tercerahkan karena Beliau sendiri menemukan pencerahan sempurna yang tiada bandingnya. [16] 'Beliau tercerahkan karena telah menghapus tanpa-penemuan dan mencapai penemuan': istilah [bentuk tengah] 'penemuan' (buddhi) dan [istilah bentuk kausatif] 'menyebabkan-penemuan' (buddhim bodho) adalah ungkapan perumpamaan; hal itu dikatakan demikian agar diketahui bahwa Beliau dikatakan 'tercerahkan' (buddha) karena Beliau berhubungan dengan sifat-sifat penemuan (buddhi), seperti halnya 'kain biru' atau 'kain merah' dikatakan demikian karena [kain itu] berhubungan dengan sifat biru atau merah. Setelah itu, bacaan bermula dengan 'Buddha: ini bukanlah nama ...' dinyatakan demikian untuk membuat diketemukannya kenyataan bahwa penjelasan [meninggalkan keduniawian] ini sejalan dengan artinya; dan dapat dipahami bahwa arti kata 'Buddha' (tercerahkan) dapat dibentuk dengan cara ini di dalam semua anak kalimat [lainnya].
Demikianlah penjelasan [kata] 'Buddha' sehubungan dengan frasanya.
21. Sekarang berkenaan dengan 'pergi', dsb.: ini berarti bertempur, jadi merupakan perlindungan. Artinya, bila orang telah pergi untuk berlindung, maka kepergian untuk berlindung itu sendiri sudah bertempur, menghalau, menyingkirkan dan menghentikan rasa takut, kesedihan yang mendalam, penderitaan, [resiko] terlahir di alam yang tidak bahagia [dalam tumimbal lahir], kekotoran batin. Atau pilihan lain: Dia bertempur melawan rasa takut para makhluk dengan cara menambah kebaikan mereka dan mencegah kejahatan mereka, jadi Dia adalah Yang Tercerahkan (Buddha); Kebenaran/Ide yang Benar (Dhamma) memerangi rasa takut para makhluk dengan menyediakan penyeberangan dari Gurun Keberadaan (Eksistensi) dan dengan memberikan penghiburan; Pesamuan (Sangha) melakukan hal itu dengan cara menghasilkan pencapaian buah yang agung dari tindakan-tindakan kecil; jadi dengan cara ini perlindungan itu pun adalah permata berunsur tiga. Pergi untuk berlindung adalah munculnya pemahaman dengan keyakinan di dalamnya yang lebih ditekankan ke sana, 18 di mana kekotoran batin terhapus dan terbasmi. Ini terjadi dengan cara mengambilnya sebagai nilai tertinggi, tak peduli apakah ada orang lain yang merupakan kondisi untuk melakukan hal demikian. Makhluk yang memilik [jenis pemahaman] itu pergi untuk berlindung kepada [obyek] itu. Artinya, dengan menggunakan munculnya-pemahaman seperti yang baru saja disebutkan itu dia mendekatinya demikian: 'Ini adalah perlindunganku, ini adalah nilai tertinggiku'. Dan ketika mendekatinya, dia melakukannya dengan suatu tekad, seperti Tapassu dan Bhalluka, dll. Demikian: 'Yang Mulia, kami pergi untuk berlindung pada Buddha dan pada Dhamma; semoga Yang Tercerahkan mengingat kami sebagai pengikut' (Vin. i. 4), atau dengan menganggap status murid, seperti Maha Kassapa, dll. Demikian: 'Yang Mulia, Yang Tercerahkan adalah guru saya, saya adalah murid-Nya' (S. ii. 220), atau dengan kecenderungan ke sana, seperti Brahmayu, dsb. Demikian: 'Ketika ini dikatakan, Brahmayu yang agung pun bangkit dari duduknya dan mengatur jubah atasnya di satu bahu, lalu dia merapatkan kedua tangannya ke arah di mana Sang Buddha berada, dan menyerukan hal ini tiga kali; "Hormatku kepada Yang Terberkati, yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan! Hormatku kepada Yang Terberkati, yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan! Hormatku kepada Yang Terberkati, yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan" ' (M. ii. 140), [17] atau dengan dedikasi diri [kepada Sang Guru] seperti seorang meditator yang membaktikan dirinya pada satu subyek meditasi (lihat Vis. Bab iii, � 123 dst. /hal.115), atau dengan memotong ketidak-sempurnaannya dengan cara pergi berlindung sebagai Orang Suci (lihat Vin. i. 15). Jadi dia mendekati dengan berbagai cara, baik sehubungan dengan bidang obyektifnya maupun fungsinya.
Inilah penjelasan tentang 'Pergi untuk Berlindung' dan 'Yang Pergi'.
22. Kini penjelasan mengenai pelanggaran, dsb., yang dinyatakan demikian: 'Ada pelanggaran atau tidak, buahnya akan muncul, "Harus pergi pada apa" kami beritahukan juga'.
23. Ketika seseorang telah pergi berlindung demikian, pelanggaran terhadap pergi untuk berlindung itu ada dua jenis: pantas dicela dan tanpa noda. Jenis [dari pelanggaran] yang tanpa noda terletak pada kematian; jenis [dari pelanggaran] yang pantas dicela berdasar pada pemakaian prosedur yang baru saja dijelaskan sehubungan dengan guru lain serta pada pemakaian prosedur yang berlawanan yang berkenaan dengan [perlindungan] itu. Kedua jenis itu muncul hanya pada manusia biasa. Di dalam jenis-jenis itu, perlindungan itu dikotori oleh munculnya ketidaktahuan, keraguan dan pengetahuan salah tentang sifat-sifat khusus Sang Buddha dan oleh munculnya rasa tidak hormat, dll. Namun di dalam diri Orang-orang Suci perlindungan itu selalu tetap tidak dilanggar dan tidak dikotori, sebagaimana dikatakan 'Para bhikkhu, adalah tidak mungkin, tidak bisa terjadi, bahwa orang yang sudah sempurna pandangannya akan mencari guru lain' (M. iii. 65; A. i. 27). Manusia biasa tetap tidak putus perlindungannya selama mereka tidak sampai pada pelanggaran dari perlindungan-perlindungan itu. Bila pelanggaran dari perlindungan mereka itu pantas dicela dan terkotori, pelanggaran itu memberikan buah yang tidak diinginkan; jika tidak ternoda, tidak ada buah yang dihasilkan karena pada saat itu tidak ada yang matang.
24. Tetapi, sehubungan dengan buahnya, tanpa-pelanggaran selalu memberikan buah yang diinginkan, seperti yang dikatakan:
'Mereka yang berlindung pada Buddha
'Tidak akan pergi menuju keadaan sengsara,
'Dan ketika meninggalkan kerangka manusia
'Mereka memenuhi tubuh surgawi' (D. ii. 255)
Di sini, mereka yang [dengan menjadi Orang Suci] telah pergi berlindung dengan cara memotong ketidak-sempurnaan di dalam pergi berlindung itu tidak akan pernah lagi menuju keadaan sengsara apapun; tetapi yang lain [yang masih merupakan manusia biasa] mungkin masih pergi ke sana [walaupun mereka telah pergi untuk berlindung]; beginilah bait itu harus dipahami maksudnya.
Inilah, pertama-tama, penjelasan tentang pelanggaran, tanpa pelanggaran, dan buahnya.
25. Sehubungan dengan penjelasan 'harus pergi pada apa', ada keberatan yang disampaikan: Berkenaan dengan (frasa) Buddham (akusatif) saranam (akusatif) gacchami ('Aku pergi (untuk) berlindung (pada) Buddha'), apakah seseorang yang pergi kepada Buddha (untuk) berlindung harus pergi kepada Buddha (buddham) atau kepada perlindungan (saranam)? Di situ penyebutan salah satu dari kedua hal itu tidak ada artinya. -Mengapa demikian?- Karena kata kerja 'pergi' tidak memiliki dua obyek (mengambil akusatif ganda); karena para ahli tata bahasa tidak memerlukan dua obyek pasif (akusatif ganda) di sini seperti yang mereka lakukan di dalam frasa-frasa seperti ajam (akusatif) gamam (akusatif) neti ('dia membawa kambing itu (ke) desa'), 19 dan itu mempunyai arti hanya di dalam frasa-frasa seperti misalnya [18] gacchat'eva pubbam dissam gacchati pacchimam dissam ('dia pergi (ke) arah timur, dia pergi (ke) arah barat': S. I. 122).
26. -Itu tidak demikian, karena bentuk kausatif identik tidak dimaksudkan untuk kata-kata 'Buddha' dan 'sarana'. Seandainya saja bentuk kausatif identik memang dimaksudkan untuk kedua kata itu, maka bahkan orang yang sudah kehilangan akal sehatnya pun akan menghampiri Buddha, dan pergi pada Buddha (untuk) berlindung, (Buddham saranam gato) karena [secara harafiah] dia akan pergi menuju perlindungan itu, dan itu sendiri [secara nominal] sudah langsung dibedakan sebagai 'Buddha'.
27. -Tetapi apakah tidak ada bentuk kausatif identik, yang disebabkan oleh kata-kata 'Inilah perlindungan yang aman, Inilah perlindungan tertinggi' (Dh. 192)? - Tidak. Keadaan itu [bentuk kausatif identik berlaku] hanya di dalam contoh itu. Keadaan kausatif identik dimaksudkan hanya di dalam baris-baris itu [dan dimaksudkan di sana] dengan cara ini: 'Perlindungan itu aman dan tertinggi karena tidak adanya perkecualian apapun 20 pada keadaan-perlindungan, dengan kata lain, pada hilangnya rasa takut di dalam diri mereka yang telah pergi berlindung pada tiga Permata yang bermula dengan Buddha'; tetapi tidak demikian halnya di tempat lain, karena sekalipun bila ada hubungan dengan sesuatu yang dituju, 21 hal itu tidaklah cukup untuk memantapkan 22 bahwa kepergian itu adalah untuk perlindungan.
Jadi [argumen itu] tidak berdasar.
28. -Tetapi adakah bentuk kausatif [tidak] identik, karena ada kemantapan bahwa kepergian itu adalah untuk berlindung bila ada hubungannya dengan sesuatu yang dituju di dalam bacaan 'Ketika sampai pada perlindungan ini, dia terbebas dari segala penderitaan' (Dh. 192) - Tidak, karena [argumen itu masih ada di] lingkup kesalahan yang disebutkan terdahulu. Karena di sana [ditunjukkan bahwa] jika ada bentuk kausatif identik, maka bahkan orang yang sudah kehilangan akal sehat pun, ketika datang pada perlindungan yang terdiri dari Buddha, Dhamma dan Sangha ini, [secara otomatis] akan terbebas dari semua penderitaan; jadi di sini pun ada kesalahan yang sudah disebutkan; dan karena kesalahan itu, hal demikian tidak membantu kita. Maka [argumentasi itu juga tetap] tidak berdasar. Di dalam bacaan 'Ketika datang kepadaku sebagai teman yang baik, Ananda, para makhluk yang [pada umumnya] tidak terpisah dari ide kelahiran akan terbebas dari kelahiran' (S. i. 88) [adalah tentang] makhluk-makhluk yang terbebas lewat kekuatan Yang Terberkati sebagai Teman Baik, maka dikatakan bahwa 'Ketika datang pada ... teman yang baik' mereka 'terbebas'. Demikian juga di sana [di dalam bacaan 'Ketika datang pada perlindungan ini ...' adalah tentang] orang yang terbebas lewat kekuatan perlindungan yang terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha, dikatakan 'Ketika datang pada perlindungan ini, dia terbebas dari semua penderitaan'.
Begitulah cara memahami maksudnya.
29. -Dengan demikian, di kasus mana pun tidaklah logis untuk mengatakan bahwa orang 'harus pergi' pada Buddha atau pada perlindungan atau pada keduanya bersama-sama; dan karena itu [arti] dari [frasa] 'harus pergi (pada)' membutuhkan [berlawanan dari yang dikatakan] orang yang pergi sebagaimana ditunjukkan oleh kata gacchami ('saya pergi'). Logika dari hal itu masih tetap harus disebutkan. - [Mengenai hal itu] dapat dinyatakan sebagai berikut: 'harus pergi (pada)' apa, apa di sini selalu berarti Buddha. Tetapi penyebutan Buddha sebagai perlindungan adalah bertujuan untuk menunjukkan bagaimana perginya: '(Aku pergi (pada) Buddha sebagai perlindungan (Buddham saranan ti gacchami), bagiku Beliau adalah nilai tertinggi, penghapus jurang yang amat dalam, penyedia kesejahteraan, [19] dan dengan tujuan inilah aku pergi pada Beliau, mengunjungi, melayani, dan menghormat Beliau', atau 'demikianlah yang aku ketahui, demikianlah aku telah menemukan (bujjhami)'; karena akar-akar linguistik 23 ini memiliki arti 'pergi' (gati berarti 'pergi') dan juga memiliki arti 'menemukan' (buddhi).
30. -[Dalam kasus itu] bukanlah tanpa-tambahan 24 dari kata 'seperti, sebagai' (iti) berlawanan dengan persyaratan logika (lihat � 29)? Bukan demikian.
31. Pada titik ini dapat diajukan [keberatan]: jika arti di sana adalah demikian, maka kata iti ('seperti, sebagai') harus ditambahkan pada bagian-bagian sebagai misalnya 'dia memahami bentuk tidak kekal, sesuai dengan bagaimana hal itu sesungguhnya, seperti "bentuk tidak kekal" ' (aniccam rupam aniccam rupan ti yathabhuttam pajanati: S.iii. 57); tetapi ini tidak ditambahkan, oleh karenanya [argumen] itu dinyatakan tidak logis. -Bukan demikian. 25 -Mengapa tidak? -Karena arti [kata 'seperti, sebagai' (iti)] tersirat di sana. Sebagaimana di dalam bacaan-bacaan seperti ye ca Buddha� ca Dhamma� ca Sangha� ca saranam gato (siapapun yang sudah pergi kepada Buddha dan Dhamma dan Sangha (sebagai) perlindungan': Dh. 190) jadi di sini juga arti kata iti ('seperti, sebagai') tersirat. Kata iti tidak selalu ditambahkan bila artinya sudah benar-benar tersirat. Dan di sini, seperti pada bacaan-bacaan serupa lainnya, arti kata iti harus dipahami seolah-olah kata itu ditambahkan walaupun tidak tercantum.
32. -Karena pada bacaan-bacaan seperti misalnya Anujanami bhikkhave imehi tihi saranagamanehi pabajjam ('Para bhikkhu, Aku mengizinkan Pergi Meninggalkan Keduniawian dengan tiga perlindungan ini': Vin.i. 22), hanya (pada) perlindungan itulah yang 'harus pergi (pada)', dengan demikian apa yang dikatakan di atas, yaitu, bahwa 'penyebutan Buddha sebagai perlindungan bertujuan untuk menunjukkan bagaimana perginya' (� 29) adalah tidak logis. -Tidak. Ini justru logis. -Mengapa demikian? -Karena pengertian itu juga sudah tersirat secara mendasar; karena arti sebenarnya tersirat di sana juga, dengan pertimbangan itulah ini harus dipahami, dengan cara yang sama seperti sebelumnya, seolah-olah ditambahkan walaupun tidak. Kalau tidak 26 [argumen itu] akan gugur di bawah lingkup kesalahan seperti yang sudah disebutkan.
Inilah penjelasan mengenai 'harus pergi (pada)' apa.
33. Sekarang sehubungan dengan [baris-baris dalam Peraturan] 'Dan untuk dua hal lainnya juga dipakai cara yang sama' (�10), hal ini dapat dikatakan demikian: Cara mengomentari kalimat 'Aku pergi untuk berlindung pada Buddha' harus dipahami sama seperti pada dua kalimat 'Aku pergi untuk berlindung pada Dhamma' dan 'Aku pergi untuk berlindung pada Sangha'. Di sini hanya penjelasan (kata-kata) 'Dhamma' dan 'Sangha' saja yang berbeda arti dan susunan katanya. Maka yang perlu disebutkan di sini hanyalah yang berbeda.
34. Beberapa [mengatakan bahwa] "Dhamma" (Ide Yang Benar/Kebenaran) adalah Sang Jalan, Buah Sang Jalan dan Pemadaman'. Pada hemat kami, hanya lenyapnya nafsu, yaitu Sang Jalan-lah yang merupakan 'Kebenaran' (dhamma) dalam pengertian ini, karena ia menyebabkan kekokohan (dharana) bagi mereka yang telah mempertahankan keberadaan Sang Jalan dan telah mewujudkan pemadaman, dengan cara tidak mengizinkan mereka terjatuh ke dalam keadaan-keadaan yang menyengsarakan, dan karena Dhamma memberikan persediaan (vidhana) bagi penghiburan tertinggi mereka. Dan ini dimantapkan lewat Aggapasada Sutta; karena dikatakan demikian: 'Para bhikkhu, sejauh adanya ide-ide (dhamma) yang ditetapkan, Jalan Mulia Berunsur Delapan-lah yang dianggap tertinggi di antara semuanya' (A.ii. 34), [20] dan sebagainya.
35. Kelompok (samuha) yang berisikan orang-orang yang memiliki Jalan Kesucian berunsur-4 dan terdiri dari kesinambungan-kategori yang sepenuhnya memiliki 27 buah kehidupan kebhikkhuan merupakan Pesamuan (sangha) karena ia menggabungkan (sanghatatta) keharmonian (sanghata) pandangan [benar] dan moralitas. Dan dikatakan oleh Yang Terberkati: 'Bagaimana engkau memahami ini, Ananda? Ide-ide yang sudah diajarkan olehku setelah langsung mengetahuinya, yaitu, empat landasan kewaspadaan, empat usaha benar, empat dasar keberhasilan (jalan menuju kekuatan), lima indera, lima kekuatan, tujuh faktor pencerahan, dan Jalan Mulia Berunsur Delapan: apakah engkau lihat, Ananda, sekalipun dua bhikkhu yang memiliki dua teori berbeda tentang ide-ide ini? (M.ii.245). Karena (pada) Sangha [yang dianggap demikian] dalam pengertian tertinggi orang 'harus pergi' sebagai perlindungan. Di Sutta-sutta disebutkan, Sangha 'pantas menerima pemberian, pantas menerima keramah-tamahan, pantas menerima persembahan, pantas menerima penghormatan, sebagai ladang berbuat jasa yang tiada bandingnya bagi dunia' (M.i. 37; A.i.208). Nah, ketika seseorang telah pergi berlindung pada [Sangha yang dianggap demikian di dalam arti tertinggi] ini, kepergiannya untuk berlindung tidak akan terpatahkan atau tercemar oleh tindakan memberi hormat pada jenis lain [yang lebih rendah], misalnya pada Pesamuan bhikkhu atau pada Pesamuan bhikkhuni atau pada Pesamuan yang dipimpin oleh Yang Tercerahkan atau pada Pesamuan konvensional yang terdiri dari kelompok empat, dsb., atau bahkan hanya terdiri dari satu orang saja yang pergi untuk berlindung pada Yang Terberkati.
36. Demikianlah perbedaannya di sini. Hal lain yang harus dikatakan tentang hal ini dan tentang pergi-berlindung kedua harus dipahami dengan cara seperti yang sudah dijelaskan pada penjelasan tentang pelanggaran dan tanpa-pelanggaran, dan sebagainya.
Demikianlah komentar mengenai [baris-baris] 'Dan untuk dua hal lainnya juga dipakai Cara yang sama'.
37. Sekarang sehubungan dengan [baris-baris] 'Alasan harus diberikan mengapa hal-hal ini ditunjukkan dengan urutan seperti itu' (� 10): Istilah 'Yang Tercerahkan' didefinisikan dan dijelaskan pertama di antara tiga istilah perlindungan ini dengan mengambil [Yang Tercerahkan sebagai] 'yang tertinggi di antara semua makhluk' (lihat A.ii. 34); 'Dhamma' berikutnya sebab [itu] menjadi ada karena Beliau dan diajarkan oleh Beliau; dan 'Sangha' yang terakhir karena [itu] adalah penanggung dan pelayan Dhamma. Atau pilihan lain, 'Yang Tercerahkan' didefinisikan dan dijelaskan terdahulu dengan mengambil [Beliau sebagai] 'Yang memperbaiki kesejahteraan semua makhluk'; 'Dhamma' berikutnya sebab [itu] menjadi ada karena Beliau demi kesejahteraan semua makhluk; dan 'Sangha' yang terakhir dengan mengambil [itu sebagai] 'berlatih untuk mencapai kesejahteraan, [dengan mencapai Sang Jalan] dan mendapatkan kesejahteraan [dengan meraih buahnya]'. Beginilah penjelasan tentang 'Alasan harus diberikan mengapa hal-hal ini Ditunjukkan dengan urutan seperti itu'.
38. Kemudian dikatakan 'Terakhir, Tiga Perlindungan juga harus dijelaskan lewat perumpamaan' (� 10), [21] yang dapat dijelaskan demikian. Buddha bagaikan bulan purnama; Dhamma yang diajarkan oleh beliau bagaikan cerahnya bulan yang bersinar; dan Sangha bagaikan dunia yang terinspirasi oleh kebahagiaan karena cerahnya bulan purnama itu. Buddha bagaikan matahari terbit; Dhamma seperti yang sudah disebutkan adalah bagaikan lingkup sinarnya; dan Sangha bagaikan dunia yang oleh Beliau dibebaskan dari kegelapan. Buddha bagaikan manusia yang membakar hutan; Dhamma, yang membakar hutan kekotoran batin, bagaikan api yang membakar hutan itu; dan Sangha, yang telah menjadi ladang untuk jasa kebajikan karena kekotorannya telah terbakar habis, bagaikan hamparan tanah yang telah menjadi ladang [untuk menabur benih] karena hutannya telah terbakar habis. Buddha bagaikan awan hujan yang besar; Dhamma bagaikan curahan air hujan; dan Sangha, di mana tadinya terdapat debu kekotoran batin, bagaikan hamparan pedesaan di mana debunya telah diendapkan oleh turunnya hujan. Buddha bagaikan pelatih [kuda-kuda liar] yang baik; Dhamma untuk Keyakinan (saddhamma) bagaikan sarana untuk mendisiplinkan kuda-kuda pilihan; dan Sangha bagaikan kawanan kuda pilihan yang bagus disiplinnya. Buddha bagaikan penarik anak panah karena Beliau memusnahkan semua anak-panah pandangan [salah]; Dhamma bagaikan sarana untuk memusnahkan semua anak panah itu; dan Sangha, yang semua anak panah pandangan [salah]-nya telah dimusnahkan, bagaikan orang-orang yang telah terbebas dari anak panah. Atau, Buddha bagaikan pemakai pisau karena Beliau membedah 28 katarak kebodohan batin; Dhamma bagaikan sarana untuk membedah katarak itu; dan Sangha, yang mata pengetahuan29-nya sudah dijernihkan karena katarak kebodohan batinnya telah hilang, bagaikan orang yang matanya sudah bersih lewat pembedahan katarak. Atau, Buddha bagaikan dokter ahli yang mampu menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh kekotoran batin karena adanya kecenderungan-kecenderungan yang mendasarinya; Dhamma bagaikan obat yang digunakan dengan benar; dan Sangha, yang sudah sembuh dari kecenderungan yang mendasari penyakit kekotoran batin itu, bagaikan orang yang penyakitnya sudah benar-benar sembuh karena penggunaan obat. Atau, Buddha bagaikan pembimbing yang baik; Dhamma bagaikan jalan yang baik menuju tanah keselamatan; dan Sangha bagaikan [orang-orang] yang memasuki jalan itu dan mencapai tanah keselamatan. Buddha bagaikan pilot yang baik; Dhamma bagaikan kapal; dan Sangha bagaikan orang yang telah berhasil mencapai pantai seberang. Buddha bagaikan Gunung Himalaya; Dhamma bagaikan dedaunan obat yang menjadi ada karena gunung itu; dan Sangha bagaikan orang-orang yang sudah sembuh dari penyakit karena menggunakan dedaunan obat itu. Buddha bagaikan orang yang membagikan kekayaan; Dhamma bagaikan harta-kekayaan itu; dan Sangha, yang sudah dengan benar memperoleh harta-kekayaan orang suci (lihat D.iii. 163), bagaikan orang-orang yang telah memperoleh harta-kekayaan itu dengan cara yang diharapkan. [22] Buddha bagaikan orang yang menunjukkan simpanan harta-karun yang tersembunyi; Dhamma bagaikan simpanan harta-karun yang tersembunyi itu; dan Sangha bagaikan orang-orang yang telah menemukan simpanan harta-karun yang tersembunyi itu. Lebih jauh lagi, Buddha bagaikan orang kuat yang memberikan perlindungan dari rasa takut; Dhamma bagaikan perlindungan dari rasa takut; dan Sangha, yang telah menemukan perlindungan total dari rasa takut, bagaikan orang-orang yang telah menemukan perlindungan dari rasa takut. Buddha bagaikan seorang penghibur; Dhamma bagaikan penghiburan; dan Sangha bagaikan orang-orang yang terhibur. Buddha bagaikan sahabat yang baik; Dhamma bagaikan nasihat yang mujarab; dan Sangha bagaikan orang-orang yang telah mencapai segala tujuannya karena mengikuti nasihat-nasihat yang mujarab itu. Buddha bagaikan tambang kekayaan; Dhamma bagaikan nadi kekayaan; dan Sangha bagaikan orang-orang yang memanfaatkan nadi kekayaan itu. Buddha bagaikan orang yang memandikan pangeran; Dhamma bagaikan air untuk membasuh kepala; dan Sangha, yang telah dimandikan di dalam air Dhamma untuk Keyakinan, bagaikan sekelompok pangeran yang telah dimandikan dengan baik. Buddha bagaikan orang yang membuat perhiasan; Dhamma bagaikan perhiasan itu; dan Sangha, yang berhiaskan Dhamma untuk Keyakinan, bagaikan sekelompok putra raja yang menggunakan perhiasan. Buddha bagaikan pohon cendana; Dhamma bagaikan bau harum yang ditebarkan karena adanya [pohon] itu; dan Sangha, yang telah sembuh dari demam karena berkeyakinan pada Dhamma, bagaikan orang-orang yang demamnya telah turun setelah menggunakan cendana. Buddha bagaikan pemberi harta warisan; Dhamma sebagai obyek keyakinan bagaikan harta warisan itu; dan Sangha, yang merupakan pewaris harta warisan yaitu Dhamma sebagai obyek keyakinan, bagaikan sekelompok anak yang merupakan pewarisnya. Buddha bagaikan bunga teratai yang mekar; Dhamma bagaikan madu yang keberadaannya diberikan oleh [bunga] itu; dan Sangha bagaikan sekawanan lebah yang memanfaatkan [madu] itu. Beginilah arti dari 'Terakhir, Tiga Perlindungan juga Harus dijelaskan lewat perumpamaan'.
39. Dan pada titik ini Daftar Metode Komentar, yang dimulai di dalam 4 tingkat yang dimulai demikian 'Oleh siapa, di mana, kapan dan mengapa, Tiga Perlindungan ini diucapkan?' (�10) telah dijelaskan artinya.
Penjelasan mengenai Perlindungan di dalam Ilustrator Arti Tertinggi, Komentar Bacaan Minor, selesai.
(Dasasikkhapaddam)
1. Jalan masuk ke dalam Ajaran telah ditunjukkan dengan cara pergi untuk berlindung, maka [setelah ini] Bacaan terdiri dari Peraturan Latihan, yang ditempatkan di sini untuk menunjukkan peraturan latihan apa yang harus pertama-tama dipraktekkan oleh orang yang sudah memasuki Ajaran dengan cara demikian. Nah, inilah Jadwal untuk komentar ke sana :
2. [23] Mengenai hal ini harus diketahui oleh siapa
Peraturan-peraturan itu diucapkan, di mana, kapan dan mengapa;
Kemudian mendefinisikannya secara merata,
Dan sesudahnya yang dikhususkan bagi beberapa,
Dengan menyatakan apa yang dianggap tidak pantas
Secara alami, apa sesuai peraturan.
Untuk penyusunan kata dan untuk artinya juga
Kami menerapkan satu perlakuan umum
Bagi istilah-istilah yang ada di dalam semua peraturan
Selanjutnya, di dalam lima peraturan pertama
Sudah sepantasnya kita menjadi sadar
Akan berbagai arti yang terkandung di dalamnya.
Lalu kita harus mau menjelaskannya
Sehubungan dengan ketunggalan dsb., dengan mengambil
Hanya lima yang bermula1 dengan membunuh,
Sehubungan dengan obyek, dan dengan upaya,
Dengan pelanggaran, dengan sifat tercela,
Dengan sarana, faktor, asal mula,
Dengan perasaan, akar, dan tindakan juga,
Dengan penghindaran, dan buahnya.
Kemudian apa yang harus
Diuraikan di lima terakhir, dan penerapan khususnya,
Mengapa yang rendah kita ulas,
Dan mengapa yang tinggi kita bahas.
3. Di sini, sepuluh peraturan latihan ini disampaikan oleh Yang Tercerahkan sendiri, bukan oleh para siswa, dan sebagainya. Dan semua itu diucapkan oleh Sang Buddha di Savatthi, di Hutan Jeta, di Taman Anathapindika. Pada saat itu Beliau tiba di Savatthi dari Kapilavatthu setelah memberikan Pentahbisan kepada Y.M Rahula, dengan tujuan memberi para samanera definisi mengenai peraturan latihan. Untuk ini dikatakan : 'Kemudian setelah tinggal di Kapilavatthu selama yang Beliau inginkan, Yang Terberkati mulai berkelana secara bertahap menuju Savatthi, dan akhirnya Beliau tiba di Savatthi. Di sana Beliau tinggal di Hutan Jeta, di Taman Anathapindika. Pada saat itu � [muncul] di benak para samanera "Berapa banyak peraturan latihan yang kita miliki?", dan mereka menyampaikan persoalan ini kepada Yang Terberkati, [yang mengatakan] "Para bhikkhu, aku memberikan sepuluh peraturan latihan samanera dan mengizinkan latihan peraturan itu dilakukan oleh para samanera. [24] Sepuluh peraturan itu adalah : menghindarkan diri dari membunuh makhluk yang bernafas, � menghindarkan diri dari menerima emas dan perak" (Vin.i.834)
4. Peraturan-peraturan ini [sebagaimana dikatakan, pertama-tama, di dalam Vinaya] harus dipahami [untuk kedua kalinya] sudah tergabung pada 'jalan' untuk pengulangan [urutan seri Tipitaka] sesuai cara Sutta-sutta sebagai berikut : 'Dia bertekad menjalankan peraturan-peraturan latihan dan berlatih di dalamnya' (D.i.63), dan [sekali lagi untuk yang ketiga kalinya], sesuai cara Bacaan-bacaan sebagaimana ditunjukkan di bawah Pergi-untuk-Berlindung (Bab i � 7 dan 16), demikian : 'Aku bertekad menjalankan peraturan latihan untuk menghindarkan diri dari membunuh makhluk yang bernafas �'
Demikianlah untuk baris 'mengenai hal ini harus diketahui oleh siapa Peraturan-peraturan itu diucapkan, di mana, kapan dan mengapa'.
5. Dua peraturan pertama, peraturan keempat dan kelima sama-sama diberikan kepada umat awam dan para samanera sebagai praktek keluhuran yang tetap. Sedangkan dengan menggabungkan peraturan ketujuh dan kedelapan serta menghilangkan peraturan terakhir, semuanya [kecuali yang terakhir] hanyalah untuk umat awam sebagai praktek keluhuran pada hari Uposatha. Jadi, semua peraturan ini dipraktekkan sama dengan samanera. Demikianlah yang dimaksudkan dengan 'Kemudian mendefinisikannya secara merata, dan sesudahnya yang dikhususkan bagi beberapa'.
6. Lima peraturan pertama adalah tidak melakukan 'apa yang dianggap tidak pantas (tercela) secara alami' karena membunuh makhluk yang bernafas, dsb., selalu bermula dari kesadaran yang tidak bermanfaat,2 tetapi peraturan lainnya adalah (menghindarkan diri dari) 'apa yang dianggap tidak pantas (tercela) secara peraturan'. Demikianlah arti 'apa yang dianggap tidak pantas secara alami, apa sesuai peraturan'.
[ 1. Panatipata veramani -sikkhapadam samadiyami,
2. Adinnadana veramani -sikkhapadam samadiyami,
3. Abrahmacariya veramani -sikkhapadam samadiyami,
4. Musavada veramani -sikkhapadam samadiyami,
5. Suramerayamajjappamadatthana veramani -sikkhapadam samadiyami. ]
7. Kata-kata aku bertekad menjalankan peraturan latihan untuk menghindarkan diri dari perbuatan (veramani -sikkhapadam samadiyami) dipakai pada semua (sepuluh), dan dengan demikian penjelasan berikut mengenai kata-kata ini, sehubungan dengan penyusunan kata dan artinya, dapat dipahami sama untuk semua.
8. Pertama-tama, sehubungan dengan penyusunan kata. Hal itu menghancurkan resiko (veram manati),3 maka, berarti penghindaran (veramani); artinya, hal itu menjauhi resiko, menghilangkan resiko, menyingkirkan, melenyapkannya. Atau, dengan memakainya sebagai alat, seseorang tidak melakukan perbuatan (viramati) beresiko (vera). Dengan menggantikan suku-kata ve menjadi vi, ini berarti menjauhi (veramani); dengan demikian mereka mengucapkannya dengan dua cara di sini [dalam konteks ini], yaitu, veramani -sikkhapadam dan viramani-sikkhapadam. Hal ini harus dilatihkan di dalam (sikkhitabba), dengan demikian ini merupakan latihan (sikkha); orang maju (pajjate)4 dengan itu, maka ini merupakan suatu keadaan (pada); dan sikkhaya padam=sikkhapadam, (ketentuan bentuk majemuk); artinya, ini merupakan sarana agar orang sampai pada latihan; atau, maksudnya adalah bahwa itu [yaitu pada] adalah akar, penopang, fondasi [untuk sikkha]. Penghindaran itu sendiri sudah merupakan latihan peraturan (landasan latihan). Dengan demikian ini merupakan suatu latihan peraturan [dalam bentuk pertama] sebagai veramanisikkhapadam, atau, menurut metode kedua, sebagai viramanisikkhapadam. Aku sepenuhnya (samma) mengambil (adiyami), dengan demikian Aku bertekad menjalankan; maksudnya adalah aku menjalankan [itu] dengan niat tidak melanggar, dengan menjaga [itu] 'tidak robek' dan menjaga [itu] 'tidak tercoreng' (A.iv.56, Vis. Bab i, 144-50/hal. 51-3).
9. Sekarang sehubungan dengan artinya : penghindaran (veramani) adalah tidak melakukan perbuatan (virati) yang berhubungan dengan kesadaran bermanfaat dalam lingkup-nafsu-indera (lihat Vis. Bab xiv, �83 / hal. 452). [25] Tentu saja, ada juga penghindaran di luar duniawi seperti yang dinyatakan di dalam Vibhanga dengan cara yang dimulai dengan 'Ketika seseorang tidak melakukan perbuatan membunuh makhluk yang bernafas, pada saat itu ada penahanan diri (segan), pantang, pantang lagi, menjauh, dari perbuatan membunuh mahluk yang bernafas, tidak-melakukan, tidak-berbuat, tidak menyinggung, tidak-melanggar-batas, penghancuran-jembatan [menuju kejahatan], �,' (Vbh.285). Tetapi karena kata-kata 'Aku bertekad menjalankan' diucapkan di sini, sudah sepantasnya itu diperlakukan di sini sebagai tindakan menjalankan, dan itulah sebabnya dikatakan di atas bahwa 'penghindaran (veramani) adalah tidak melakukan perbuatan (virati) yang berhubungan dengan perhatian bermanfaat dalam lingkup-nafsu-indera'.
Latihan : ada tiga macam latihan : latihan di dalam Moralitas yang Lebih Tinggi, latihan di dalam Kesadaran yang Lebih Tinggi, dan latihan di dalam Kebijaksanaan yang Lebih Tinggi (lihat Bab ix, no.8 dan Ps.i.46). Tetapi di dalam konteks ini, yang dimaksud dengan 'latihan' adalah moralitas yang berdasarkan pada penghindaran sebagai kebiasaan (lihat Bab v. � 152 di bawah), kebijaksanaan duniawi, jhana dengan-bentuk dan tanpa-bentuk, dan Jalan Mulia, sesuai yang dikatakan 'Ide-ide apakah yang merupakan latihan? Pada saat Kesadaran bermanfaat dalam lingkup-nafsu-indera telah muncul yang dibarengi dengan suka-cita dan berhubungan dengan pengetahuan, � pada saat itu ada kontak, �. (tentang peniadaan, lihat Dhs. 1) � Terdapat tanpa-gangguan : ide-ide ini merupakan latihan �. Ide-ide apa yang merupakan latihan? Di saat tumimbal lahir dengan-bentuk, orang bertahan untuk berada pada Sang Jalan, [dan] cukup terpisah dari nafsu-nafsu indera, terpisah dari ide-ide yang tidak bermanfaat, dia memasuki dan berdiam dalam jhana pertama, �.jhana kelima, �.., terdapat tanpa-gangguan : ide-ide ini merupakan latihan. Ide-ide apa yang merupakan latihan? Di saat tumimbal lahir tanpa-bentuk �.diiringi dengan landasan yang terdiri atas bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi�terdapat tanpa-gangguan : ide-ide ini merupakan latihan. Ide-ide apa yang merupakan latihan? Pada saat orang mempertahankan keberadaan jhana di-luar-duniawi yang membimbing keluar [dari lingkaran] � terdapat-tanpa gangguan : ide-ide ini merupakan latihan' (Vbh.290-1). Keadaan (peraturan) -sebagai cara untuk tiba di salah satu latihan ini, atau bisa juga sebagai akar, penopang, fondasi, untuknya - merupakan suatu peraturan (keadaan) latihan; karena dikatakan demikian 'Orang yang mempertahankan keberadaan dan mengembangkan tujuh faktor pencerahan spiritual yang didukung oleh moralitas, dibangun di atas moralitas' (S.v.63), dan sebagainya. Demikianlah arti 'Untuk penyusunan kata dan untuk artinya juga Kami menerapkan satu perlakuan umum Bagi istilah-istilah yang ada di dalam semua peraturan'.
10. Kemudian, dikatakan : 'Selanjutnya, di dalam lima peraturan pertama Sudah sepantasnya kita menjadi sadar Akan berbagai arti yang terkandung di dalamnya. Lalu kita harus mau menjelaskannya Sehubungan dengan ketunggalan dsb., dengan mengambil Hanya lima yang bermula dengan membunuh, Sehubungan dengan obyek, dan dengan perbuatan, Dengan pelanggaran, dengan sifat tercela, Dengan sarana, faktor, asal mula, Dengan perasaan, akar, dan tindakan juga, Dengan penghindaran, dan buahnya.' [26] Dan di sini, dapat dinyatakan sebagai berikut.
11. Sehubungan dengan membunuh makhluk yang bernafas, pertama-tama : 'makhluk yang bernafas' adalah kesinambungan-kategori yang melibatkan kemampuan kehidupan, atau itu merupakan mahluk yang dijelaskan berasal dari situ. Jika mengenai makhluk yang bernafas itu seseorang memahaminya sebagai makhluk yang bernafas, maka 'membunuh makhluk yang bernafas' merupakan pilihannya untuk membunuh, yang terjadi pada pintu tubuh atau pintu ucapan, dan yang menghasilkan proses aktif yang memutus kemampuan kehidupan.
12. Mengambil apa yang tidak diberikan : 'apa yang tidak diberikan' adalah apa yang sudah dijadikan milik [sebagai barang bergerak] oleh orang lain, dan dia tidak menerima hukuman serta dapat memperlakukan barang itu sesukanya dan tetap tidak dapat disalahkan. Nah, mengenai kasus benda yang telah dimiliki oleh orang lain itu, jika ada seseorang yang menganggapnya sebagai sesuatu yang sudah dimiliki oleh orang lain, maka 'mengambil apa yang tidak diberikan' merupakan pilihannya untuk mencuri, yang terjadi pada pintu tubuh atau pintu ucapan, dan yang menghasilkan proses aktif untuk pengambilan itu.
13. Asusila (apa yang bukan Kehidupan Suci; abrahmacariya) adalah apa yang bukan merupakan jenis perilaku tertinggi; ini merupakan pilihan untuk melanggar ketika ada kesempatan untuk mempraktekkan apa yang tidak sesuai dengan Dhamma, [pilihan] yang terjadi pada pintu tubuh sebagai praktek hubungan seksual yang berdasarkan persetubuhan.
14. Berbicara yang tidak benar : 'yang tidak benar' merupakan sarana ucapan atau sarana fisik yang dipakai untuk menyembunyikan suatu arti [pada pihak] orang yang berkepentingan untuk penipuan itu, tetapi berbicara yang tidak benar merupakan pilihan yang salah sebagai niat untuk menipu, yang terjadi pada pintu tubuh atau pintu ucapan, yang menghasilkan [bentuk] fisik atau ucapan yang merupakan sarana untuk menipu orang lain.
15. Kesempatan apa pun yang menyebabkan kelalaian yang disebabkan oleh minuman keras, anggur dan minuman yang memabukkan : di sini mengenai 'minuman keras', ada lima macam minuman keras : arak tepung, arak kue, arak beras, yang mengandung ragi, dan yang dicampur dengan bahan lain. Juga 'minuman anggur' ada lima macam : minuman anggur dari bunga, dari buah, dari gula, dari madu dan yang dicampur dengan bahan bumbu lain (Vin.iv.110). Keduanya ini merupakan 'yang memabukkan' (majja) dalam pengertian menyebabkan keracunan (madaniya); atau, apapun lainnya yang menyebabkan keracunan, yang bila diminum membuat orang menjadi gila (matta) dan lalai (pamatta) disebut 'memabukkan'. 'Kesempatan untuk kelalaian' (pamadatthana) merupakan pilihan di mana orang minum dan menelan. Ini disebut demikian karena merupakan penyebab untuk kesia-siaan (kegilaan) dan kelalaian (mada-ppamada) [kemudian]; akibatnya, apa yang harus dipahami sebagai 'kesempatan untuk kelalaian' merupakan pilihan dalam menelan minuman keras, minuman anggur atau minuman yang memabukkan, sebagai niat untuk menelan, yang terjadi pada pintu tubuh (lihat Bab v, � 153 di bawah).
[27] Demikianlah pertama-tama penjelasan dari lima peraturan yang dimulai dengan membunuh.
16. 'Sehubungan dengan ketunggalan, dan sebagainya ': disini dapat dipertanyakan : Tetapi lalu bagaimana? Apakah ketunggalan dalam kasus membunuh-makhluk-yang bernafas [ditentukan] oleh ketunggalan korban atau pembunuh atau sarana atau pilihan, dll.? Dan apakah kejamakan [ditentukan] oleh keragamannya, dan [demikian pula dalam kasus-kasus] dari [yang lain] mana pun yang bermula dengan mengambil apa yang tidak diberikan? Ataukah tidak demikian halnya? Dengan yang manakah hal ini harus ditentukan? Karena pertama-tama, jika ketunggalannya [ditentukan] oleh tunggalnya (salah satu dari itu semua), maka bila banyak pembunuh membunuh satu korban tunggal, atau bila satu pembunuh tunggal membunuh banyak korban, atau bila banyak korban dibunuh dengan satu sarana tunggal di antara sarana-sarana yang bermula dengan tangan orang itu sendiri, atau jika suatu pilihan tunggal bermula dari sarana yang memutus kemampuan kehidupan dari banyak korban, maka yang ada hanyalah satu pembunuhan-makhluk-yang bernafas tunggal. Tetapi jika kejamakannya itu [ditentukan] oleh keragaman [dari masing-masingnya], maka ketika seorang pembunuh tunggal menggunakan satu sarana tunggal dengan tujuan [membunuh] satu [korban] tunggal tetapi pada kenyataannya membunuh banyak korban, atau jika banyak pembunuh yang menggunakan banyak sarana dengan tujuan [membunuh] banyak [korban, misalnya] Devadatta, Ya��adatta atau Somadatta, dsb., tetapi pada kenyataannya membunuh hanya satu [korban tunggal, misalnya] Devadatta, Ya��adatta atau Somadatta, atau jika satu korban tunggal dibunuh oleh banyak sarana yang bermula dari tangan orang itu sendiri, atau jika banyak pilihan memunculkan sarana untuk memutus kemampuan kehidupan pada satu korban tunggal saja, maka berarti ada banyak pembunuhan-makhluk-yang-bernafas. -Dua [argumentasi] itu tidak cocok. -Maka [jika] ketunggalan dan kejamakan dari hal-hal ini [yiatu membunuh dan lain-lainnya] tidak ditentukan oleh ketunggalan atau kejamakan korban, dsb., jika pada kenyataannya ketunggalan dan kejamakan itu tidak ditentukan demikian5, maka harus dinyatakan bagaimana itu sebenarnya, sebagaimana dalam kasus membunuh makhluk yang bernafas dan lain-lainnya.6 -Hal itu dapat dinyatakan sebagai berikut. Di sini, pertama-tama dalam hal membunuh makhluk-makhluk yang bernafas, ketunggalan atau kejamakannya [ditentukan] secara individu oleh ketunggalan atau kejamakan dari korban [di satu sisi] dan pembunuh, dsb. [di sisi lain] Tetapi [dengan mempertimbangkan] korban bersama dengan pembunuh, dsb., sementara ketunggalan itu [ditentukan] oleh ketunggalan [di dalam dua faktor ini], maka kejamakannya [ditentukan] oleh kejamakan di dalam keduanya atau salah satu dari dua [faktor] ini; karena begitu juga, jika ada banyak pembunuh yang membunuh banyak korban dengan satu sarana tunggal atau banyak sarana dari antara anak panah, pisau, dsb., atau dari sarana-sarana yang bermula dengan menggali lubang yang dalam, maka ada banyak pembunuhan makhluk yang bernafas; dan jika ada satu pembunuh tunggal yang membunuh banyak korban, baik dengan satu sarana tunggal atau banyak sarana dan satu pilihan tunggal atau banyak pilihan yang bermula dari sarana untuk itu, maka juga ada banyak pembunuhan makhluk yang bernafas; dan bila ada banyak pembunuhan yang membunuh satu korban tunggal, baik dengan satu sarana tunggal atau banyak sarana dari jenis yang sudah disebutkan, maka juga ada banyak pembunuhan makhluk yang bernafas. Metode ini berlaku juga dalam kasus mengambil apa yang tidak diberikan dan sebagainya. Demikianlah caranya penjelasan harus diketahui di sini 'Mengenai ketunggalan dan sebagainya'.
17. [28] 'Sehubungan dengan obyek': di antara ide-ide bentuk [-materi], membunuh-makhluk-yang-bernafas mempunyai obyek kemampuan kehidupan, sedangkan obyek dari mengambil-apa-yang-tidak-diberikan, apa-yang-bukan-Kehidupan-Suci (ketidakmurnian), dan kesempatan-untuk-kalalaian-karena-minuman-keras-anggur-dan-minuman-memabukkan, memiliki bentukan-bentukan mental [lain] yang terdiri dari satu atau lebih di antara [enam landasan eksternal untuk kontak] yang bermula dari landasan bentuk7 [yang terlihat]. Obyek dari berbicara-tidak-benar adalah seorang makhluk karena perbuatan itu terjadi bergantung pada [makhluk] yang diajak berbicara. Menurut beberapa pendapat, obyek dari apa-yang-bukan-Kehidupan-Suci adalah makhluk, demikian juga obyek dari mengambil-apa-yang-tidak-diberikan adalah makhluk bila satu makhluk dicuri; tetapi, [dua yang terakhir] di sini bergantung pada para makhluk hanya karena bentukan-bentukan mental [di mana bentuk jadiannya dijelaskan], bukan karena penjelasan [aktual] [itu sendiri seperti dalam kasus berbicara tidak benar].8 Demikianlah penjelasan harus diketahui sehubungan dengan obyek di sini.
18. 'Dengan perbuatan': peraturan latihan moralitas untuk tidak membunuh makhluk yang bernafas, dan lain-lainnya, dianggap dipraktekkan oleh samanera hanya ketika ada bhikkhu. Tetapi peraturan-peraturan itu dijalankan oleh umat awam baik ketika dia menjalankannya sendiri maupun ketika ada orang lain; dan peraturan-peraturan itu dijalankan oleh umat awam baik ketika diambil bersama-sama maupun secara individu. Nah, bila seseorang menjalankan latihan itu bersama-sama, penghindarannya adalah tunggal dan pilihannya adalah tunggal, walaupun peraturan-peraturan itu masih dijelaskan secara individu9 sesuai dengan [beberapa] fungsinya. Tetapi jika seseorang menjalankan peraturan sendiri-sendiri, penghindarannya memiliki lima unsur dan begitu juga pilihannya, hal ini harus dipahami. Demikianlah penjelasan harus diketahui sehubungan dengan 'menjalankan'.
19. 'Sehubungan dengan pelanggaran': dalam hal samanera, jika satu peraturan dilanggar, semuanya terlanggar; karena peraturan itu bagi para samanera sama dengan Kekalahan (lihat Vin.iii.1 dst.) [bagi para bhikkhu]; tetapi tanggung jawab untuk tindakan 10 berada hanya pada satu peraturan yang sudah dilanggar itu. Dalam hal perumah tangga, jika satu peraturan dilanggar maka hanya satu itu yang terlanggar, sehingga lima unsur moralitas mereka bisa berjalan lagi segera sesudah yang satu itu diambil lagi. Tetapi ada beberapa pendapat lain yang mengatakan 'Jika peraturan-peraturan itu telah dijalankan secara terpisah, maka jika satu dilanggar, hanya satu itu yang terlanggar. Tetapi jika peraturan-peraturan itu tadinya diambil demikian "Aku bertekad menjalankan moralitas yang memiliki lima faktor", maka jika satu dilanggar berarti lain-lainnya juga dilanggar. -Mengapa ? Karena kesatuan dari moralitas itu-; tetapi tanggung jawab untuk tindakan itu 10 terletak hanya pada satu yang sesungguhnya telah dilanggar'. Demikianlah penjelasan harus diketahui sehubungan dengan pelanggaran.
20. 'Dengan sifat tercela': dalam hal makhluk bernafas yang bermula dengan binatang yang tidak memiliki kualitas khusus, membunuh makhluk bernafas ini [secara relatif] lebih sedikit sifat tercelanya untuk binatang kecil, dan lebih tercela untuk binatang dengan bentuk fisik yang besar. Mengapa? Karena ukuran sarana [yang dibutuhkan] lebih besar; dan jika sarananya sama, [itu tergantung] pada obyek yang lebih besar [yaitu, makhluk yang bernafas itu] Tetapi dalam hal manusia, dst., yang memiliki sifat-sifat khusus, membunuh makhluk yang bernafas [secara relatif] lebih sedikit sifat tercelanya untuk manusia yang sifat-sifat khususnya sedikit; [29] dan jika sama dalam sifat-sifat khusus dan bentuk tubuhnya, maka sifat tercela yang lebih sedikit harus dipahami ada pada kekotoran batin yang [relatif] lebih ringan dan pada proses aktif yang dipakai, serta lebih tercela bila kekerasannya lebih besar. Begitu juga dengan lain-lainnya. Tetapi tidak seperti membunuh-makhluk-yang-bernafas, dsb., [yang tingkat kesalahannya bervariasi,] kesempatan-untuk-kelalaian-karena-minuman-keras-anggur-dan-minuman-memabukkan selalu amat tercela. Mengapa? Sebab pelanggaran ini menghalangi Dhamma Para Suci, karena menimbulkan bahkan kegilaan di dalam diri manusia. Demikianlah penjelasan harus diketahui sehubungan dengan sifat tercelanya.
21. 'Dengan sarana': dalam hal membunuh-makhluk-yang-bernafas ada enam jenis sarana: dengan tangan sendiri, dengan perintah, dengan sesuatu yang dilemparkan, dengan rencana tertentu, dengan ilmu (magis), dan dengan kekuatan supranormal.
22. Di sini, pukulan yang diberikan oleh tubuh atau oleh apa yang berhubungan dengan tubuh adalah 'dengan tangan sendiri' sebagai sarana. Ada dua jenis, yang diarahkan [kepada satu individu] dan yang tidak diarahkan. Di sini, dalam hal yang diarahkan [kepada satu individu], orang menjadi bertanggung jawab atas tindakan pembunuhan10 hanya lewat kematian dari orang yang diarah untuk dipukul. Dalam hal yang tidak diarahkan [dan ditujukan] demikian 'Biar saja siapa pun mati' [orang menjadi bertanggung jawab] lewat kematian siapa pun yang dikondisikan oleh pukulan itu. Dan dalam dua kasus itu, apakah [makhluk bernafas itu] mati karena pukulan itu atau sesudahnya karena penyakit yang disebabkan oleh pukulan itu, orang itu menjadi bertanggung jawab atas tindakan itu sejak saat terjadinya pukulan. Tetapi bila setelah memukul dengan niat membunuh, makhluk yang bernafas itu belum mati, lalu sekali lagi dia memberikan pukulan dibarengi dengan kesadaran lain kepada makhluk bernafas yang belum mati itu, maka jika kemudian makhluk itu mati karena pukulan pertama, sejak saat itulah dia menjadi bertanggung jawab atas tindakan itu, dan dalam hal itu tidak terjadi pembunuhan makhluk bernafas karena pukulan kedua; tetapi jika makhluk itu mati karena dua pukulan itu, maka dia bertanggung jawab atas tindakan sejak pukulan pertama. Jika makhluk itu tidak mati karena salah satu pukulan itu, berarti tidak ada pembunuhan-makhluk-yang-bernafas. Metode ini berlaku juga jika suatu pukulan dilakukan oleh banyak orang kepada satu orang; karena dengan demikian tanggung jawab untuk tindakan itu terletak pada pukulan yang dilakukan sehingga membuat makhluk bernafas itu mati.
23. Suatu perintah [yang diberikan] setelah membuat keputusan merupakan 'perintah' sebagai sarana. Di sini, juga, tanggung jawab untuk tindakan itu harus diikuti oleh metode yang sama seperti yang dinyatakan bagian 'dengan tangan sendiri' sebagai sarana. Dan peraturan yang menentukan harus dipahami sebagai berunsur enam :
Obyeknya, waktunya, tempatnya,
Senjatanya, posturnya, dan jenis
Tindakannya; inilah enam yang perlu kita
Definisikan mengenai 'perintah'.
[30] Di sini, 'obyeknya' adalah makhluk bernafas yang akan dibunuh. 'Waktunya' adalah waktu pagi, siang, dsb., dan waktu yang berhubungan dengan masa muda, kekuatan penuh, dan sebagainya.11 'Tempatnya' adalah desa atau kota atau tempat berpohon atau hutan atau perempatan jalan, dsb. 'Senjatanya' adalah pedang, anak panah atau tombak, dan sebagainya. 'Posisinya' adalah posisi berdiri atau duduk, dsb. dari makhluk bernafas yang akan dibunuh dan dari si pembunuh. 'Jenis tindakannya' adalah menusuk atau memotong atau mematahkan atau 'mengiris dengan kerang yang sudah dipoles' (M.i.87), dan sebagainya. Jika obyeknya salah dan yang terbunuh bukanlah orang yang diperintahkan untuk dibunuh, maka si pemberi perintah tidak bertanggung jawab untuk tindakan itu. Tetapi jika obyeknya tidak salah dan kematian pun terjadi, maka tanggung jawab untuk tindakan itu terletak pada dua pihak, yaitu yang memberikan perintah dan yang diperintah: bagi si pemberi perintah sejak saat dia memberikan perintah, dan bagi yang diperintah sejak saat terjadi kematian. Demikian juga dalam hal 'waktu', dan lain-lainnya.
24. 'Sesuatu yang dilemparkan sebagai sarana' adalah jika pukulan dilakukan dengan tujuan membunuh, dengan cara melemparkan sesuatu lewat tubuh atau lewat apa yang berhubungan dengan tubuh. Ini juga berunsur dua, yaitu yang terarah (kepada seorang individu) dan yang tidak terarah. Dan tanggung jawab untuk tindakan itu harus dipahami di sini dengan cara yang sudah disebutkan.
25. 'Rencana tertentu sebagai sarana' adalah sebagai berikut : menggali lubang yang dalam, [dan menaruhkan, misalnya saja, duri beracun di atas] apa yang disandari, menaruhkan [sesuatu yang mematikan] di sekitar seseorang, [memberikan] pengobatan [yang tidak sesuai], racun, alat mekanik, dsb., yang tujuannya adalah untuk membunuh. Ini juga berunsur dua, yaitu yang diarahkan [kepada satu individu] atau yang tidak diarahkan. Maka, tanggung jawab untuk tindakan itu harus dipahami dengan cara seperti yang sudah disebutkan. Tetapi ada perbedaannya. Jika lubang atau apa pun itu ditujukan untuk orang lain melalui orang yang menyewakan jasa 12 dengan imbalan uang atau gratis, maka jika [makhluk yang bernafas itu] mati karena kondisi itu, tanggung jawab untuk tindakan itu terletak hanya pada orang yang menyewakan jasa. Juga bahkan jika lubang itu ditutupi oleh dia atau yang lain, dan tanah itu diratakan di sana, tetapi kemudian ada pengambil tanah 12 yang mengambil tanah atau ada penggali akar yang menggali akar sehingga ada lubang atau lumpur setelah hujan turun, maka bila ada orang yang tergelincir atau terperangkap di sana kemudian mati, tanggung jawab untuk tindakan itu terletak hanya pada orang yang menyewakan jasa. Tetapi jika orang yang telah menerima lubang itu [dari orang yang menyewakan jasa], atau orang lain, melebarkan lubang itu dan seseorang mati dengan itu sebagai kondisi, maka tanggung jawab untuk tindakan itu terletak pada dua orang. Sama halnya bila ada akar yang saling mengunci di tempat itu sehingga tempat itu sekali lagi menjadi tanah yang kokoh maka dia akan terbebas [dari tanggung jawab potensial]. Demikian pula dengan [menaruhkan, misalnya saja, duri beracun pada] apa yang disandari, dsb.: selama hal itu masih berlangsung, selama itu pula tanggung jawab atas tindakan itu harus dipahami masih berlangsung sesuai dengan yang berlaku.
26. 'Ilmu [magis] sebagai sarana' merupakan cetusan jampi-jampi ilmu [magis] dengan tujuan menyebabkan kematian.
27. 'Kekuatan supranormal sebagai sarana' berarti menyebabkan perubahan lewat kekuatan supranormal yang merupakan pematangan tindakan, seperti misalnya mengasah gading, dsb. Dari makhluk yang memiliki gading atau taring sebagai senjata, dan sebagainya.13
28. Dalam hal mengambil apa yang tidak diberikan, [31] sarananya adalah yang bermula dengan 'tangan sendiri' dan 'lewat perintah' yang terjadi di bawah [lima] jenis perampokan yaitu pencurian, paksaan, penyembunyian, tipu daya, dan rumput kusa (lihat Vin.v.129); dan pengelompokan ini juga harus dipahami dengan cara yang telah disebutkan.
29. Dalam hal yang bermula dengan apa-yang-bukan Kehidupan-suci (ketidakmurnian), hanya 'dengan tangan sendiri sebagai sarana' saya yang mungkin, [bukan 'lewat perintah' dan lain-lainnya]. Demikialah penjelasan harus diketahui sehubungan dengan sarana.
30. 'Lewat faktor': dalam hal membunuh-makhluk-yang-bernafas ada lima faktor, yaitu : ada makhluk yang bernafas, [orang yang melanggar] memahami itu sebagai makhluk yang bernafas, kesadaran membunuh terbentuk, dia melakukan suatu upaya, [makhluk bernafas itu] mati karena [upaya] itu.
31. Dalam hal mengambil-apa-yang-tidak-diberikan, faktor-faktornya juga ada lima, yaitu : ada sesuatu yang sudah dimiliki oleh orang lain, [si pelanggar] memahami bahwa itu sudah dimiliki oleh orang lain, kesadaran mencuri terbentuk, dia melakukan suatu usaha, apa yang dapat diambil kemudian diambil olehnya.
32. Dalam hal apa-yang-bukan-Kehidupan-Suci (ketidakmurnian) ada empat faktor, yaitu : ada obyek pelanggaran, kesadaran pemuasan nafsu terbentuk, [si pelanggar] memiliki sarana fisik yang siap sebagai kondisi untuk pemuasan nafsu itu, dan [tindakan itu] terpenuhi.
33. Sama dengan dua lainnya; dalam hal berbicara tidak benar, pertama-tama, faktor-faktornya ada empat, yaitu : ada ketidakbenaran, ada kesadaran yang terbentuk untuk menipu perihal obyek itu, usaha yang sesuai dilakukan, pemberitahuan terjadi dengan menyampaikan apa yang menipu orang lain.
34. Dalam hal kesempatan-untuk-kelalaian-karena-minuman-keras-anggur-dan minuman-memabukkan, ada empat faktor : ada salah satu dari hal-hal yang bermula dengan minuman keras, terbentuknya kesadaran keinginan untuk minum minuman beracun, orang melakukan usaha yang sesuai, ketika (minuman beracun itu) telah diminum, bahan itu terserap. Demikianlah penjelasan harus diketahui sehubungan dengan faktornya.
35. 'Sehubungan dengan asal mulanya': membunuh-makhluk-yang-bernafas, mengambil-apa-yang-tidak-diberikan, dan berbicara-tidak-benar, memiliki asal mula yang berunsur tiga, yaitu, lewat tubuh-bersama-kesadaran, lewat ucapan-bersama-kesadaran, dan lewat tubuh-bersama-ucapan-bersama-kesadaran. Apa-yang-bukan-Kehidupan-Suci (ketidakmurnian) hanya memiliki asal mula tunggal, yaitu, lewat tubuh-bersama-kesadaran. Kesempatan-untuk-kelalaian-karena-minuman-keras-anggur-dan-minuman-memabukkan memiliki asal mula berunsur dua, yaitu, lewat tubuh dan lewat tubuh-bersama-kesadaran.14 Demikianlah penjelasan harus diketahui mengenai asal mulanya.
36. 'Sehubungan dengan perasaan': Membunuh-makhluk-yang-bernafas diasosiasikan hanya dengan perasaan yang menyakitkan. Mengambil-barang-yang-tidak-diberikan diasosiasikan dengan salah satu dari tiga jenis perasaan. Demikian pula berbicara-tidak-benar. Dua yang lain diasosiasikan hanya dengan perasaan yang menyenangkan atau dengan perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan. Demikianlah penjelasan harus diketahui sehubungan dengan perasaan.
37. 'Sehubungan dengan akar': Membunuh-makhluk-yang-bernafas memiliki kebodohan batin dan kebencian sebagai akarnya. [32] Mengambil-barang-yang-tidak-diberikan dan berbicara-tidak-benar memiliki keserakahan dan kebodohan batin sebagai akarnya atau kebencian dan kebodohan batin sebagai akarnya. Dua yang lain memiliki keserakahan dan kebodohan batin sebagai akarnya. Demikianlah penjelasan harus diketahui sehubungan dengan akarnya.
38. 'Sehubungan dengan tindakan': membunuh-makhluk-yang-bernafas, mengambil-barang-yang-tidak-diberikan, dan apa-yang-bukan-Kehidupan-Suci (ketidakmurnian) selalu merupakan tindakan fisik dan [untuk menjadi demikian] selalu telah mencapai jalannya tindakan [yang terpenuhi]. Berbicara-tidak-benar selalu merupakan tindakan lewat ucapan; tetapi yang sebenarnya menyembunyikan arti adalah jalahnya tindakan 15 [yang terpenuhi], sedangkan lainnya hanyalah tindakan saja. Kesempatan-kelalaian-karena-minuman-keras-anggur-dan-minuman-memabukkan selalu merupakan tindakan fisik. Demikianlah penjelasan harus diketahui sehubungan dengan tindakan.
39. 'Sehubungan dengan penghindaran' (virama): di sini bisa ditanyakan : Bila seseorang tidak melakukan pembunuhan makhluk yang bernafas, dia menghindari apa? -Hal ini bisa dinyatakan sebagai berikut. Pertama-tama bila seseorang menghindar sehingga tidak melakukan, dia tidak melakukan [tindakan tak bermanfaat yang didasarkan pada] membunuh makhluk yang bernafas, dan lain-lainnya, karena tindakannya sendiri atau tindakan orang lain. -Bergantung pada apa?- Hanya pada yang dia hindari. Dan [kedua] bila seseorang menghindar karena kebiasaan, dia juga tidak melakukan [tindakan] yang tak-bermanfaat dari jenis yang telah dinyatakan. -Bergantung pada apa? -Hanya pada obyek, sebagaimana sudah disebutkan (� 17), dari perbuatan membunuh makhluk bernafas, dan lain-lainnya (bandingkan � 17). Tetapi beberapa berpendapat bahwa 'Menghindarkan diri dari kesempatan-untuk-kelalaian-karena-minuman-keras-anggur-dan-minuman-yang-memabukkan bergantung pada (hanya) bentukan-bentukan mental yang terdiri dari minuman keras, anggur, dan apapun yang beracun; bahwa [penghindarannya] dari untuk mengambil-barang-yang-tidak-diberikan dan dari berbicara-tidak-benar bergantung pada [baik] bentukan-bentukan mental maupun makhluk yang dicuri dan yang ditipu; dan bahwa [penghindarannya] dari membunuh-makhluk-yang-bernafas dan dari apa-yang-bukan-Kehidupan-Suci (ketidakmurnian) bergantung hanya pada makhluk.16 Tetapi ada yang mengukuhi pandangan 'Jika demikian halnya, maka selagi memahami satu hal dia juga melakukan hal lain, sehingga dia tidak akan mengetahui apa yang tinggalkan itu'. Mereka tidak setuju dan mengatakan bahwa 'Penghindarannya bergantung hanya pada [tindakan] tak-bermanfaat yang dilakukannya sendiri, yang ada dalam membunuh-makhluk-yang-bernafas, dan sebagainya, yang dia tinggalkan'. Hal itu tidak benar. Mengapa? Karena tidak mempertimbangkan keberadaan atau eksternalitas; di dalam kitab Vibhanga tentang peraturan latihan, setelah mengajukan pertanyaan 'Berapa banyak dari lima peraturan latihan itu yang bermanfaat? � Berapa banyak yang tanpa konflik?', ketika jawabannya diberikan dengan cara yang bermula dengan 'Peraturan-peraturan itu semuanya bermanfaat. Semuanya dapat diasosiasikan dengan perasaan yang menyenangkan�' [kemudian dinyatakan] 'memiliki obyek yang ada' [dan] 'memiliki obyek eksternal' (Vbh.291-2), dengan demikian obyeknya dinyatakan ada dan eksternal (lihat Tiga Rangkaian Abhidhamma Matika di Dhs. hal.2). Akibatnya hal ini tidak berlaku bagi orang 'yang menghindar berdasarkan pada [tindakan] yang tidak bermanfaat yang dilakukannya sendiri, yang ada dalam membunuh-makhluk-yang-bernafas, dan seterusnya'. Sekarang sehubungan dengan keberatan 'selagi memahami satu hal dia akan melakukan hal lain, sehingga dia tidak akan mengetahui apa yang dia tinggalkan itu' hal itu dapat dinyatakan sebagai berikut : bila seseorang sedang menyebabkan terjadinya sesuatu dengan cara memenuhi suatu fungsi, [dia] tidak dikatakan bahwa 'selagi memahami satu hal [33] dia akan melakukan hal lain' atau bahwa 'dia tidak akan mengetahui apa yang dia tinggalkan itu'; [sebaliknya]
Orang Suci yang berdiri pada Sang Jalan
Di sini adalah contoh [terbaik] [untuk hal ini]:
Bergantung pada [Keadaan] Tanpa-Kematian
Dia telah meninggalkan semuanya yang jahat.
Demikianlah penjelasan ini harus diketahui sehubungan dengan penghindaran.
40. 'Sehubungan dengan buah': semua [tindakan] yang bermula dengan membunuh-makhluk-yang-bernafas ini menimbulkan alam kelahiran yang tidak bahagia sebagai buahnya [berkenaan dengan tumimbal lahir]. Dan [pada arus keberadaan] di alam kelahiran yang bahagia mereka menimbulkan yang-tidak-diinginkan, yang tidak diharapkan, dan tidak disukai sebagai buahnya: inilah keberadaan masa depan. Pada keberadaan sekarang ini, tindakan-tindakan ini menimbulkan keinginan, keberanian, dsb., sebagai buahnya. Juga [ini bisa dipahami] dengan cara yang bermula dengan 'dari perbuatan membunuh-makhluk-yang-bernafas, buah yang paling ringan dari semua ini menyebabkan kehidupan yang pendek dalam diri manusia' (A.iv.247-8). Demikianlah penjelasan itu harus diketahui sehubungan dengan buahnya.
41. Selain itu, penjelasan mengenai tidak membunuh-makhluk-yang -bernafas, dan lain-lainnya, dapat dipahami sehubungan dengan asal mula, perasaan, akar, tindakan, dan buahnya, juga sebagai berikut. Inilah garis besarnya.
Asal mula dari semua penghindaran ini ada empat yaitu, dari tubuh, dari tubuh-bersama-kesadaran, dari ucapan-bersama-kesadaran, dan dari tubuh-bersama-ucapan-bersama-kesadaran.
Semua [yang berhubungan dengan perasaan] diasosiasikan dengan perasaan yang menyenangkan atau diasosiasikan dengan perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan.
[Semua yang berhubungan dengan akar] memiliki tanpa-keserakahan dan tanpa-kebencian sebagai akarnya, atau tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, tanpa-kebodohan-batin, sebagai akarnya.
[Sehubungan dengan tindakan] empat merupakan tindakan fisik, sedangkan tidak berbicara-tidak-benar merupakan tindakan verbal; dan pada saat tercapainya Sang Jalan, dan ketika bermula dari kesadaran, semua itu juga merupakan tindakan mental.
42. [Sehubungan dengan buah] buah-buah dari tidak membunuh-makhluk-yang-bernafas adalah hal-hal seperti misalnya kaki dan tangan yang indah, tubuh yang tinggi semampai dan postur tubuh yang indah, sempurna kecepatannya, kokoh langkahnya, anggun, fleksibel, murni, berani, amat kuat, jelas bicaranya, populer di dunia, bersatu tanpa perpecahan, tidak gentar, tidak akan teraniaya, kebal dari kematian akibat kekerasan orang lain, selalu mendapat dukungan, indah bentuknya, indah penampilannya, tidak mendapat kesulitan, tanpa kesedihan, tidak akan terpisah dari yang dicintai dan disayangi, berumur panjang, dan lain-lainnya.
43. Buah-buah dari tidak mengambil-apa-yang-tidak-diberikan adalah hal-hal seperti misalnya kaya raya, melimpahnya harta dan hasil panen, harta yang tak terbatas, munculnya kekayaan yang belum muncul, kokohnya kekayaan yang sudah muncul, cepat memperoleh harta benda yang diinginkan, harta kekayaannya tidak dapat hilang karena diambil raja, bandit, banjir, api, dan pewaris-pewaris yang tidak diharapkan. [34] memperoleh kekayaan yang tidak terbagi dengan orang lain (lihat Bab viii), keunggulan di dunia, tidak mengenal ketidak-beradaan [dari tindakan memberi, dsb. (lihat M.iii, 71, 78)], tempat tinggal yang menyenangkan.
44. Buah-buah dari tidak melakukan apa-yang-bukan-Kehidupan-Suci (ketidakmurnian) adalah hal-hal seperti misalnya bebas dari musuh, disayangi semua orang, memperoleh makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dsb., tidur nyenyak, bangung enak, bebas dari rasa takut pada keadaan-keadaan kekurangan, tidak ada kecenderungan untuk jenis kelamin perempuan atau jenis kelamin netral, bebas dari kemarahan, jujur, tidak was-was, tidak-dipandang rendah, disukai oleh pria maupun wanita, lengkap indrianya, lengkap ciri-cirinya, tidak cemas, bebas dari kegiatan yang berlebihan, keadaan kehidupannya menyenangkan, tanpa rasa takut, tidak terpisah dari yang dicintai, dan sebagainya.
45. Buah dari tidak berbicara-tidak-benar adalah hal-hal seperti misalnya jernih indrianya, jelas dan manis tutur katanya, giginya rata dan murni [putih], tidak terlalu gemuk, tidak terlalu kurus, tidak terlalu pendek, tidak terlalu tinggi, lembut bila disentuh, mulutnya wangi bunga teratai, mereka yang berada bersamanya ingin mendengarkan dia, bicaranya bersahabat, lidahnya merah dan ramping seperti kelopak bunga teratai merah, tidak bingung (atau tidak-sombong), tidak ada keangkuhan personal, 17 dan sebagainya.
46. Buah dari menghindari kesempatan-untuk-kelalaian-karena-minuman-keras-anggur-dan-minuman-memabukkan adalah hal-hal seperti misalnya cepat mengenal tugas-tugas yang harus dikerjakan kini, nanti, dan lampau, mantap dan senantiasa waspada, bebas dari kegilaan, memiliki pengetahuan, tidak menunda-nunda pekerjaan, tidak bodoh, bebas dari pembicaraan yang tidak berguna, bebas dari apa yang beracun, tidak lalai, tidak bingung, tidak gugup, tidak pongah, tidak iri hati, jujur, bebas dari pembicaraan yang dengki dan kasar dan bebas dari gosip, bebas dari otak tumpul baik siang maupun malam, memiliki rasa terima kasih, merasa bersyukur, tidak serakah, dermawan, luhur, berpandangan benar, tidak gampang marah, memiliki hati nurani, memiliki rasa malu, jujur dan benar, pengertiannya tinggi, bijaksana, cerdas, terampil dalam [membedakan] mana yang baik dan yang merugikan, dan sebagainya
Demikianlah penjelasan mengenai tidak membunuh-makhluk-yang bernafas, dsb. dapat juga diketahui sehubungan dengan asal mula, perasaan, akar, tindakan dan buahnya.
47. Nah, dikatakan 'Kemudian apa yang harus Diuraikan di lima terakhir, dan penerapan khususnya, Mengapa yang rendah kita ulas, Dan mengapa yang tinggi kita bahas. Inilah komentar mengenai artinya.
[6. Vikalabhojana veramani-sikkhapadam samadiyami,
7. Naccagitavaditavisukadassana veramani-sikkhapadam samadiyami,
8. Malagandhavilepana-dharanamandanavibhusa-natthana veramani-sikkhapadam samadiyami,
9. Uccasayanamahasayana veramani-sikkhapadam samadiyami,
10. Jataruparajatapatiggahana veramani-sikkhapadam samadiyami ]
48. [Pertama-tama] apa yang diuraikan di dalam komentar mengenai lima peraturan latihan yang pertama [35] harus diambil kemudian dan diuraikan di dalam lima peraturan latihan yang terakhir juga. Demikianlah susunannya.
49. ['Sehubungan dengan obyek':] seperti halnya di dalam [lima] peraturan latihan pertama, sehubungan dengan obyek, kesempatan-unntuk-kelalaian-karena-minuman-keras-anggur-dan-minuman-memabukkan memiliki sebagai obyeknya bentukan-bentukan mental yang terdiri dari satu atau lebih landasan yang bermula dengan [landasan] bentuk [-yang tampak] ( � 17), begitu juga dengan makan-bukan-pada-waktunya. Dan klasifikasi sehubungan dengan obyek harus dipahami dengan cara ini untuk semua [lainnya].
50. Dan 'sehubungan dengan upaya': ini juga diupayakan oleh siapapun yang menjalaninya, tidak peduli samanera atau umat awam, dengan cara yang sama seperti [lima] yang pertama (� 18).
51. Juga 'sehubungan dengan faktor': sekali lagi, sebagaimana dinyatakan di dalam klasifikasi membunuh-makhluk-yang-bernafas dan sebaginya (� 30-4), begitu juga ada empat faktor dalam hal makan-bukan-pada-waktunya. Faktor-faktor itu adalah : tidak tepatnya waktu, [izin] hanya sampai tengah hari [untuk makanan tertentu], penelanan, dan tidak-adanya-kegilaan [dari si pemakan] (lihat Vin.i.251). Penjelasan rinci mengenai faktor-faktor itu harus dipahami dengan cara yang sama untuk semua lainnya.
52. ['Sehubungan dengan asal mulanya':] sehubungan dengan asal mula sebagaimana kesempatan-untuk-kelalaian-karena-minuman-keras-anggur-dan-minuman-memabukkan memiliki dua unsur, yaitu lewat tubuh, dan lewat tubuh-bersama-kesadaran (� 35), begitu juga halnya makan-bukan-pada-waktunya di sini. Asal mula dari lain-lainnya dapat dipahami dengan cara yang sama.
53. ['Sehubungan dengan perasaan':] sehubungan dengan perasaan, sebagaimana mengambil-apa-yang-tidak-diberikan-diasosiasikan dengan salah satu dari tiga jenis perasaan (� 36), begitu juga makan-bukan-pada-waktunya di sini. Dan asosiasi dengan perasaan dapat dipahami dengan cara yang sama untuk semua lainnya.
54. ['Sehubungan dengan akar':] sebagaimana apa-yang-bukan-Kehidupan-Suci (ketidak-murnian) memiliki keserakahan dan kebodohan batin sebagai akarnya (� 37), demikian pula makan-bukan-pada-waktunya, yang juga memiliki sepasang [akar] alternatif. Klasifikasi sehubungan dengan akar dapat dipahami dengan cara ini untuk semua [lainnya].
55. ['Sehubungan dengan tindakan':] sebagaimana membunuh-makhluk-yang-bernafas merupakan tindakan fisik (� 38), begitu juga makan-bukan-pada-waktunya dan lain-lainnya, kecuali menerima-emas-dan-perak yang bisa merupakan tindakan fisik atau tindakan verbal atau tindakan mental, tetapi kemunculannya pada pintu indera tubuh dan [pintu ucapan] [hanyalah] merupakan cara keberadaannya,18 bukan merupakan berjalannya tindakan [yang terpenuhi].
56. ['Sehubungan dengan penghindaran':] sebagaimana seseorang yang berpantang dari [tindakan] tak bermanfaatnya sendiri atau orang lain yang berdasarkan pada membunuh-makhluk-yang-bernafas, dan lain-lainnya (� 39), begitu juga di sini [dia berpantang] dari [tindakan] tak bermanfaat apapun yang bergantung pada makan setelah setengah hari (makan-bukan-pada-waktunya) dan juga dari apapun yang bermanfaat.
57. Dan sebagaimana lima penghindaran pertama memiliki asal mula berunsur empat, yaitu, lewat tubuh, lewat tubuh-bersama-kesadaran, lewat ucapan-bersama-kesadaran, dan lewat tubuh-bersama-ucapan-bersama-kesadaran, dan sebagaimana semuanya diasosiasikan dengan perasaan yang menyenangkan atau diasosiasikan dengan perasaaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan, dan memiliki-tanpa-kesadaran dan tanpa-kebencian, tanpa-kebodohan-batin sebagai akarnya (� 41), dan menimbulkan berbagai macam buah yang diinginkan (� 42-46), demikian juga 'Kemudian apa yang harus Diuraikan di lima terakhir' di sini.
58. 'Dan penerapan khususnya, Mengapa yang rendah kita ulas, Dan mengapa yang tinggi kita bahas' (�2).
[36] Makan bukan pada waktunya (vikalabhojana) adalah makan ketika tengah hari telah lewat; karena makan (BHOJANA) ini [terjadi] ketika waktu yang diizinkan (anu��ata-KALA) sudah lewat (Vitikkanta), itulah sebabnya disebut 'makan-bukan-pada-waktunya' (vikalabhojana). Demikianlah sehubungan dengan makan bukan pada waktunya.
59. Menari, menyanyi, musik dan pertunjukan yang menunjukkan gerakan tubuh yang tidak biasa (naccagitavaditavisukadassana): yang disebut menari adalah jenis tarian apapun; menyanyi adalah jenis nyanyian apapun, musik adalah musik apapun, pertunjukan yang menunjukkan gerakan tubuh yang tidak biasa (visuka-dassana) adalah pertunjukan meliukkan tubuh, atau pertunjukan liku-liku tubuh, yang merusak apa yang ada pada hal-hal bermanfaat, karena hal ini menjadi kondisi untuk munculnya kekotoran batin. Majemuk naccagitavaditavisukadassana berubah menjadi nacca ca gita ca vadita ca visuka-dassana. Dan di sini [di dalam interpretasi ini] 'pertunjukan yang menunjukkan gerakan tubuh yang tidak biasa' harus diambil sebagaimana dijelaskan di dalam Brahmajala Sutta; karena dikatakan di sana 'Dan ketika beberapa bhikkhu dan brahmana terhormat, setelah menyantap makanan yang diberikan oleh pengikutnya yang setia, tinggal menghabiskan waktu untuk melihat pertunjukan-pertunjukan meliukkan tubuh seperti itu -yaitu menari, menyanyi, musik dan pertunjukan panggung, 19 membaca balada, permainan alat musik, permainan gembreng, drum, pantomim, [permainan] kasta terbuang, [permainan] bambu, mencuci [tulang], adu gajah, [adu kuda], adu kerbau, adu banteng, adu domba, adu kambing jantan, adu ayam, adu burung puyuh, adu anjing, adu tongkat, adu tinju, gulat, latihan militer, parade pasukan bersenjata, latihan bela diri, inspeksi pasukan, atau sejenisnya, bhikkhu Gotama sama sekali menghindarkan diri dari pertunjukan gerakan tubuh semacam itu' (D.i.6). Atau [interpretasi] lain : menari, menyanyi, musik dalam pengertian seperti yang sudah dijelaskan, itu sendiri sudah merupakan pertunjukan gerakan tubuh (visuka), jadi ini merupakan 'pertunjukan tubuh yang berdasarkan menari, menyanyi dan musik' (nacca-gitavaditavisukani), dan melihatnya (dassana) adalah 'melihat meliuknya tubuh yang berupa menari, menyanyi, dan musik' (nacca-gitavaditavisukadasana). Akibatnya [dalam interpretasi yang terakhir], walaupun sebenarnya harus dikatakan 'dari melihat dan dari mendengar', sebagaimana tercantum di bacaan-bacaan misalnya 'Dan dia memiliki pandangan salah dan salah melihat' (A.iv.226) namun 'melihat' dikatakan juga mencakup bidang obyektif yang tidak muncul pada pintu-mata, begitu juga 'mendengar' [secara tersirat] dinyatakan di sini dengan kata 'melihat'.
60. Pelanggaran terjadi di dalam diri orang yang melihat setelah mendekati karena adanya nafsu ingin melihat. Tetapi jika (pertunjukan, tarian, nyanyian, musik) itu datang ke tempat di mana dia sedang berdiri atau duduk atau berbaring, atau datang ke dalam jarak pandangnya ketika dia sedang berjalan, dan dia melihatnya, maka walaupun di sana mungkin ada kekotoran batin, tidak terjadi pelanggaran [peraturan]. Dan harus dipahami bahwa mengadaptasikan Ide Yang Benar (Dhamma) pada nyanyian tidak diizinkan, tetapi mengadaptasikan nyanyian pada Ide Yang Benar (Dhamma) diizinkan.
61. [37] [Dalam hal kesempatan memakai karangan bunga, memakai wewangian dan menggunakan minyak tubuh (malagandhavilepanadharanamandanavibhusanatthana), [tiga kata] yang dimulai dengan 'rangkaian bunga' (mala) harus diuraikan sesuai dengan tiga kata yang dimulai dengan 'memakai' (dharana). Di sini, rangkaian bunga (mala) adalah bunga apapun. Minyak tubuh (vilepana) adalah menyiapkan sesuatu yang dibuat dengan menumbuk [bahan-bahan] dengan tujuan meminyaki; dan segala jenis bebauan lainnya seperti bedak talkum, asap dupa, dsb. adalah wewangian (gandha). Tidak satupun boleh digunakan dengan tujuan mempercantik (mandana) atau menghiasi (vibhusana), walaupun diizinkan untuk tujuan pengobatan. Jika dibawa untuk dipersembahkan, benda-benda itu semestinya tidak boleh dipakai untuk pemuasan.20
62. Tempat tidur yang tinggi (uccasayana) : ini merupakan sebutan untuk apapun yang melebihi ukuran ketinggian [yang diizinkan]. Tempat tidur yang luas (mahasayana) adalah tempat tidur dan hamparan yang tidak diizinkan [dalam ukuran]. Keduanya tidak boleh diterima 21 dengan cara apapun.
63. Emas (jatarupa) adalah logam mulia (suvanna). Perak (rajata), adalah kahapana (koin emas), atau bisa juga masaka logam (uang logam) atau masaka kayu atau masaka tanah liat, dan sebagainya, dari jenis apapun juga yang digunakan di dunia perdagangan di manapun juga. Bersama-sama, keduanya ini merupakan jataruparajata (yang menunjukkan penggabungannya). Menerima (patiggahana) adalah penerimaan benda itu dengan cara apapun; dan hal itu tidak diizinkan dalam pengertian apapun. Demikianlah caranya apa yang khusus [untuk lima yang terakhir] harus dinyatakan.
64. Juga sepuluh peraturan latihan ini rendah bila dijalankan dengan semangat yang rendah atau dengan energi, kesadaran, atau penyelidikan yang rendah, 22 semua itu bersifat menengah dengan [semangat, dsb]. yang menengah; dan bersifat tinggi dengan [semangat, dsb] yang tinggi. Atau bisa juga, semua itu bersifat rendah jika dikotori dengan keserakahan, pandangan salah, dan kesombongan; semua itu bersifat menengah jika tidak begitu terkotori; dan bersifat tinggi jika dibantu dengan pemahaman di setiap hal. Semua itu bersifat rendah jika dijalankan dengan kesadaran yang bermanfaat namun terpisah dari pengetahuan; semua itu bersifat menengah jika dijalani dengan kesadaran yang bermanfaat dan bersekutu dengan pengetahuan yang didorong dengan niat; semua itu bersifat tinggi jika dijalankan dengan kesadaran yang bermanfaat dan bersekutu dengan pengetahuan dan tidak didorong oleh bentukan mental.23 Demikianlah 'Mengapa yang rendah kita ulas, dan mengapa yang tinggi kita bahas'.
65. Pada titik ini Daftar Komentar sehubungan dengan arti, yang dibuka dengan enam bait yang bermula dengan 'Mengenai ini harus diketahui oleh siapa Peraturan-peraturan itu diucapkan, di mana, kapan dan mengapa' (� 2) telah dijelaskan sehubungan dengan artinya.
Penjelasan mengenai Peraturan latihan di dalam Ilustrator Arti tertinggi, Komentar mengenai Kitab-kitab Minor, selesai.
Catatan
1. 'Di dalam Kitab-kitab Minor tertentu juga' dapat kita anggap mengacu pada Khuddakapatha, Suttanipata, Dhammapada, dan komentar-komentar Jataka, yang masing-masing dianggap berasal dari Acariya Buddhagosa lewat 'postcript' kecuali yang terakhir.
2. Frasa abodhentena sasanam secara bebas diterjemahkan 'Bagi orang yang bukan � pemberi Ajaran' tetapi secara harafiah 'oleh orang yang � tidak menyebabkan ditemukannya Ajaran'. Bodhento adalah bentuk lain dari kata kerja kausatif bodheti 'menghasilkan pencerahan di dalam [yang lain].' (lihat � 18 di mana Buddha disebut bodheta), dan itu merupakan fungsi dari 'para Buddha dan Anubuddha' (lihat Bab vi.n.31). Maka frasa itu harus dianggap sebagai sangkalan pada pernyataan telah mencapai Jalan (lihat ayat-ayat aspirasi pada akhir Vis.), dan bukan pengakuan adanya ketidakmampuan dalam pengetahuan (bandingkan nada serupa di Vis. Bab xvii � 25/hal. 522-3).
3. Bandingkan Vis. Bab xvii, � 25-6/hal.522-3
4. Untuk pembagian Kitab Suci menjadi lima Kumpulan, bukannya tiga Pitaka (Jilid) dengan menempatkan Vinaya dan Abhidhamma Pitaka dalam Khuddaka-Nikaya lihat misalnya DhsA. 26 dan DA,i.15,23.
5. Bandingkan Panini, Kasika iii. 3, 41. Saratthadipani mengomentari 'Bangsa Ponika dan Cikkhallika adalah Bangsawan Ksatria (khattiya) dan kelompok mereka (nikaya) disebut Kelompok Ponika dan Kelompok Cikkhallika'. 'Dunia' di dalam konteks seperti ini biasanya berarti para ahli tata bahasa (mis. Panini) dan ahli logika non-Buddhis.
6. 'Vaci-bedha - cetusan ucapan' : tidak dalam P.E.D.; lihat Daftar Kosa Kata.
7. 'Brahmana - agung' : untuk terjemahan ini lihat diskusi kata di Appendix I.
8. 'Berfaktor-sembilan : Sutta ('Rangkaian Khotbah'), Geyya ('Lagu'), Veyyakarana ('Penjelasan'), Gatha ('Bait'), Udana ('Seruan'), Itivuttaka ('Ungkapan'), Jataka ('Kisah Kelahiran'), Abbhutadhamma ('Ide yang Hebat') dan Vedalla ('Tanya Jawab') -lihat misalnya M.i.133.
9. Pembaca di sini dimasukkan ke dalam terminologi teknis 'Abhidhammika'. Untuk 'penjelasan yang berasal dari' lihat Bab iv, no.12.
10. 'Visavita - berkembang': tidak ada di dalam P.E.D.; lihat penjelasan dalam � 20 dan n.16 di bawah, juga Daftar Kosa Kata. B. membaca (demikian pula edisi Ps.A. Sinh.). Ubah, Ppn. sesuai dengannya.
11. Teks Ps. (ed. PTS) memiliki nirupadhi- ('bebas dari elemen-elemen eksistensi'), sedangkan PsA. memiliki nirupalepa ('bebas dari noda') dan memberikan komentar sesuai dengannya.
12. 'Ekayana - pergi hanya dengan satu cara' : bandingkan penggunaan bentuk majemuk di M.i.55 (=D.ii.190) khususnya di M.i.74; terjemahan lain yang paling sering digunakan untuk acuan M.i.55. adalah 'yang merupakan satu-satunya jalan', tetapi apakah ini dapat dibenarkan? Untuk kemungkinan-kemungkinan lain, lihat MA.i.229 dan PsA.333.
13. Lihat Appx.I., akhir.
14. 'Sacchika - realistis': bukan di P.E.D.; lihat Daftar Kosa Kata.
15. Secara kasar, akar kata budh pada dasarnya berarti 'terbangun, berjaga' atau 'menemukan', dan juga 'menjadi tahu lewat pengalaman' (jalan yang dilalui adalah jalan yang ditemukan. Bentuk-tengah dan bentuk-pasif (kk. bujjhati, kb. buddhi, ks. buddha) digunakan di sini untuk arti intransitif atau transitif-sederhana yaitu 'menemukan' (jadi, 'tercerahkan'), sedangkan bentuk kausatif (kk. Bodheti, kb. bhodi, ks. bodha) digunakan di dalam arti transitif-kausatif yaitu membuat yang lain dapat menemukan (jadi, 'mencerahkan' mereka). Contoh tentang tata bahasa yang diberikan menjelaskan hal ini; mereka diberikan di PsA.333.
16. 'Visavana - memperlihatkan': bukan di P.E.D.; lihat Daftar Kosa Kata. C. mengkonfirmasi, tetapi B. memiliki vikasana.
17. Jika sebutan PTS niddukkhayavibuddho memang benar, bentuk majemuknya akan berubah menjadi nidda + ukkhaya + vibuddha; dan baik ukkhaya maupun vibuddha tidak terdapat di P.E.D.; tetapi C., dan Ss.menyebut niddakkhaya - sedangkan B. memiliki niddakkhaya-.
18. Bacaan dengan C. dan Ss. tappasada-taggaruko hi.B. mendukung P.T.S. di bawah, Ss. hanya menyebutkan 2 garis di bawah; aparappacaya va parappacaya.
19. Bandingkan Patanjali ad Panini I.4.51. Di dalam bahasa Pali, kata kerja gerakan maju mengambil bentuk akusatif; akusatif ganda, buddham dan saranam, dipengaruhi oleh kata kerja gacchati membuat keberatan itu tidak banyak diambil di dalam bahasa Pali.
20. 'Abyabhicarana - tidak adanya perkecualian': istilah tata bahasa yang tidak terdapat P.E.D.; lihat Daftar Kosa Kata.
21. 'Gami-sambhanda - berhubungan dengan pergi pada apa': gami adalah istilah tata bahasa yang tidak terdapat di P.E.D.; argumentasinya adalah bahwa perlindungan pergi-pada secara fisik saja tidaklah cukup, tetapi perlindungan (di sini Buddha) harus mempunyai sifat-sifat khusus.
22. 'Appasiddhi - pemantapan yang tidak memadai': istilah tata bahasa yang tidak terdapat di P.E.D.
23. 'Dhatu -akar linguistik'; istilah tata bahasa yang tidak terdapat di P.E.D. bandingkan MA.i, 131.
24. 'Payoga - tambahan': arti ini tidak terdapat di P.E.D.
25. C. mendukung P.T.S.; B menyebut tasma ayuttam etan ti. Tan ca na. Kasma?, yang didukung Ss. dengan cara menambahkan vuttan setelah etam.
26. 'Itaratha - tidak demikian': tidak terdapat di P.E.D.: lihat Daftar Kosa Kata.
27. Sebutan dengan C. catusama��aphalasamadhivusitakkhandha-santananam dan bukannya -samadhivasita-.
28. 'Samuppatana - memotong dan menyingkirkan' dan 'salakiya - pemakai-pisau' tidak terdapat di P.E.D.
29. Nana-locana, bukannya �ana-cakkhu merupakan gaya 'populer-naratif (Komentar-Jataka). Kata locana (mata) jarang dipakai di kitab-kitab komentar utama.
30. 'ppabhuti- yang dimulai dengan' (atau 'dll.'=adi): tidak terdapat di P.E.D. dalam pengertian ini; lihat Daftar Kosa Kata.
31. C. mendukung P.T.S. tetapi B. dan Ss. memiliki pakativajjato veramaniyo.
32. 'Manati - menghancurkan' : tidak terdapat di P.E.D.; lihat Daftar Kosa Kata. Untuk vera sebagai 'resiko' (bandingkan P.E.D. 'dosa') lihat misalnya Bab vi, � 96; juga S.ii.68 dst.
33. 'Pajjate - melanjutkan': hanya satu ref. yang meragukan di P.E.D.
34. Bacaan dengan C., B. dan Ss. a��ath'eva tu.
35. Hanya Ss.: vattabam, yatha ca panatipatassa.
36. Rupa, sebagai 'bentuk (materi)', adalah yang pertama dari lima 'Kategori' yang strukturnya berhubungan. Dapat juga dijelaskan dengan cara lain (dengan sistem komentar) sehubungan dengan enam 'landasan eksternal' (obyek dari mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran). Landasan pertamanya adalah 'landasan bentuk' (rupayatana), obyek mata. 'Bentuk (materi)' lalu muncul sebagai kompleks 'obyektif' fenomena, yang satu komponennya adalah 'bentuk (yang dapat dilihat mata)', yaitu obyek mata sedangkan komponen lain, 'kemampuan-kehidupan' (dalam kasus 'makhluk') yang termasuk 'landasan-ide' adalah obyek pikiran (lihat Vis. Bab xiv untuk detailnya). Dapat dicatat bahwa pengertian apapun tentang 'materi' sebagai substansi obyektif otonom (yang dapat diketahui atau tidak) dengan kualitas nyata tidak dianggap dapat dibenarkan di dalam doktrin Buddhis.
37. Klausa yang amat pendek ini harus dianggap mewakili kata pa��ati di dalam pengertian Abhidhamma-nya (yaitu 'penjelasan' lihat PugA.) dan bukan dalam pengertian Vinaya (yaitu 'pengumuman', 'ordonansi' lihat Kankhavitarani 22). Lihat no. 16 di bawah untuk lawan dari penentu-penentu 'faktual' dan makhluk-makhluk turunan, non-faktual). Jadi penjelasan 'turunan' ini penting untuk ide berbohong, tetapi hanya kebetulan di dalam kasus-kasus lain.
38. Bacaan dengan C. dan Ss. etasam paccattam pa��apiyate, tetapi B. memiliki etasam pancasvidhattam vi��ayati.
39. 'Kamma-bandha - tanggung jawab untuk tindakan' dan 'kammuna-bajjhati - bertanggung jawab untuk tindakan': idiom yang tidak terdapat di P.E.D.; lihat Daftar Kosa Kata.
40. Bacaan yobbanathamaviriyadikalo; B. mendukung P.T.S., tetapi C. terbaca yobbanatthaviriyadi.
41. P.E.D. mempunyai 'penghasut' untuk mulattha (harafiah 'pencari-uang'); tetapi konteks ini membutuhkan orang yang mengeluarkan atau menyewakan pada orang lain. Pamsudhovaka (harafiah 'pencuci-tanah') tidak terdapat di P.E.D.; apakah terjemahan ini benar?
42. B. dan Ss. terbaca dathayuddhadinam dathakotanam viya; C. mendukung P.T.S.
43. Bacaan dengan C., B. dan Ss kayato ca kayacittato ca, yang setuju dengan � 52. N.B. klasifikasi ini sah di dalam peraturan Vinaya (lih. Kankhavitarani 22), tetapi tidak di dalam Abhidhamma yang filosofis-psikologis (lih. Vis. Bab xx � 30 dst.).
44. Untuk perbedaan antara 'tindakan' (kamma), 'pintu-tindakan' (kamma-dvara), dan 'jalan-tindakan' (kamma-patha), lih. DhsA. 81 dst.). Inilah ringkasan pendek (dan terlalu disederhanakan): di dalam pengertiannya yang langsung, tindakan = pilihan, dan itu terjadi hanya pada saat tindakan itu sendiri berlangsung. Pintu-tindakan = bidang fisik, verbal, atau mental dari (sarana ekspresi) tindakan sebagai pilihan. Jalan-tindakan berlaku hanya untuk tindakan verbal dan fisik yang membutuhkan perencanaan sebelumnya dan proses aktif dengan serangkaian kejadian untuk membuat pilihan awal itu berlaku dan menyelesaikannya, seluruh kejadian dari kelangsungan-banyak-saat ini disertai dan dipimpin oleh pilihan baru di mana perlu. Masaknya (hasil) tindakan terjadi pada suatu saat sesudahnya. Lihat P.E.D.
45. Tujuan formasi ganda dari penentu-penentu (impersonal) yang berlawanan dengan makhluk-makhluk (personal) - yang terus menerus digunakan di dalam kitab-kitab komentar - adalah untuk mengurangi definisi untuk istilah-istilah 'arti tertinggi' (paramattha) dan 'konvensional' (sammuthi), atau 'aktualitas' dan'asumsi'. 'Penentu-penentu' (komponen dari analisis lima-kategori) dianggap sudah langsung dapat dipahami begitu saja, sedangkan 'makhluk-makhluk' diterima sebagai 'penjelasan yang enak', yang berasal dari lima kategori walaupun tidak dapat dipahami bila tidak demikian. Lihat juga Bab iv, no. 12.
46. Untuk arti capala sebagai 'sombong secara pribadi' dan 'capalya (capalla) sebagai 'kesombongan personal' lihat Vbh. 351, juga M.ii.167 dan komentar yang cocok P.E.D. hanya memberikan 'plin-plan', tetapi apakah ini benar di setiap contoh?
47. 'Sabbhava - hadirnya/adanya' (sant+bhava) : komentar yang tidak terdapat di P.E.D.; lihat Daftar Kosa Kata. B. dan Ss. memberikan vacikammam va manokammam va, kayadvaradihi pavatti sabbhavapariyayena na kammapathavasena, B. mempunyai sambhava untuk sabbhava, C. mendukung P.T.S.; untuk pencantuman manokamma lihat Bab vi., � 100.
48. 'Pekkha - pertunjukan-panggung': tidak terdapat di P.E.D.; lihat catatan-catatan di Dialogues of the Buddha, i.7-8. Tentang kata-kata candalam, vamsam, dhovanam (dhopanam) DA telah diikuti.
49. Ss. menyebutkan assadayato, yang tampaknya lebih disukai; C. menyebutkan asadiyitum, B.sadiyato.
50. Ss. menyebutkan sadiyitum dengan C.
51. Acuan pada empat 'Landasan keberhasilan' (iddhipada atau 'Jalan menuju Kekuatan')
52. Acuan pada Dhs. 147, 146, dan 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar